Saat ngobrolin sinetron, ingatan
kita biasanya akan tertuju pada hal-hal absurd seperti serigala mringis, cowok
ganteng naksir tukang odong-odong cantik, Raja Pajajaran makan apel washington,
atau orang-orang yang pada sibuk ngomong sendiri. Amat jarang kita saksikan sesuatu
yang berkarakter khas mirip Si Doel Anak
Sekolahan atau Losmen.
Untungnya itu bukannya sama sekali
tak ada. Kalau kita sempatkan diri menengok channel yang punya nama Net, kita
akan terkejut melihat betapa produk-produk sinetron di sana seperti buatan planet
lain dibanding yang biasa kita hadapi di RCTI, SCTV, MNCTV, atau Indosiar. Tak
hanya beda, namun juga sukses dalam hal menghibur manusia rewel sepertiku.
Yang paling awal menarik perhatianku
adalah serial Tetangga Masa Gitu,
yang tayang Senin-Jumat tiap pukul 19.00 WIB. Serial ini mengisahkan suka duka
pasangan Adi (Dwi Sasono) dan Angel (Sophia Latjuba) yang bertetangga dengan
suami-istri muda remaja Bastian (Deva Mahenra) dan Bintang (Chelsea Islan).
TMG berjenis komsit (komedi situasi,
bukan “sitkom”; situasi komedi??) 30 menitan seperti Friends atau Seinfeld di
Hollywood. Tema besarnya adalah perbenturan kultur, antara pasangan yang sudah
menikah selama 4.000 hari (Angel & Adi) dan yang baru nikah selama 400-an
hari (Bintang & Bastian).
Berikutnya ada Saya Terima Nikahnya, yang mengudara Senin-Jumat juga persis sebelum
TMG. Yang ini berkisah soal pasangan newlywed (ada apa antara Net dengan pengantin
baru?) Prasta dan Kirana (diperankan Dimas Aditya dan Tika Bravani) yang mengawali masa
kebersamaan mereka dengan tinggal di rumah ortu, dalam hal ini orang tua Kirana
(diperankan Ray Sahetapy dan Nungki Kusumastuti).
Mirip TMG, STN juga mengulas
soal perbedaan kultur antara dua pasangan keluarga old & new. Bedanya, yang ini antara pasangan anak dengan
pasangan ortu. Genrenya pun sama, komedi 30 menitan yang dilengkapi laugh track (backsound suara tawa, bukan penonton asli seperti halnya panggung
Srimulat). Hanya saja, kalau TMG
syutingnya full di studio, STN berlokasi di rumah beneran sehingga
sering menghadirkan adegan-adegan outdoor.
Kekuatan utama kedua serial itu berada
pada satu hal paling mendasar, yaitu konsep. Meski temanya sama persis, baik TMG maupun STN punya konsep kuat dan sama-sama patuh pada itu. Tak ada elemen
yang tiba-tiba dipakai hanya karena “mengikuti kemauan pemirsa”, seperti
misalnya Sindrom Hospital (karena adegan melas di RS diketahui menghasilkan
rating tinggi, maka ujug-ujug sinetronnya berlokasi di RS mulu—dan pasiennya
nggak sembuh-sembuh!).
TMG, misalnya, memang bertujuan untuk “mendidik”
pemirsa soal romantika pernikahan, dan bukan sebatas menongolkan kisah melodrama
dengan metoda Floating Theme (bagaimana tema nantinya terserah rating aja,
tinggal ngikut). Maka dari episode satu ke episode berikutnya, kita akan selalu
bertemu dengan gambar besar yang sama, yaitu how to endure and survive marriage.
Itu hanya bisa terwujud berkat skenario
jempolan buatan Aldi Samosa, di mana dialog dan adegan-adegan komedik muncul seolah dengan sendirinya
secara natural tanpa ada kesan mengada-ada. Salah satu contoh adalah cerita
rivalitas antara Adi dan Rully (Reza Rahadian). Adi yang pelukis miskin merasa
terancam oleh kehadiran Rully, mantan pacar Angel yang kaya dan superduper ganteng.
Dalam sinetron “generik”, rivalitas
semacam ini pasti akan diselesaikan lewat pendekatan protagonis-antagonis.
Salah satunya diposisikan sebagai si jahat keji, satunya lagi sebagai si baik bego.
Lalu kisahnya akan penuh verbal bullying, fitnah, dan berbagai upaya-upaya “Kau
akan terima akibatnya, Bram! Aku akan menyingkirkanmu, Braaam…!” (sambil menyeringai
dan mengepalkan tinju).
Namun di TMG, penyelesaiannya simpel dan mungkin saja kita ambil juga di
dunia nyata: ping pong. Adi dan Rully main ping pong di rumah Bastian dan
Bintang, dengan Angel sebagai taruhannya. Kalau Rully menang, dia boleh melanjutkan
rencana trip urusan kerjaan ke Jerman bareng Angel. Kalau Adi yang menang, Rully
harus ngasih 1 juta dolar. Dan Adi keok, karena lawannya itu jebul mantan atlet
tenis meja SEA Games!
Serial ini juga menyuguhkan sesuatu
yang sangat kuanggap tinggi, yaitu detail teknis. Saat pada umumnya film dan
sinetron Indonesia sangat gagap soal detail, TMG memecah kebekuan itu. Penjelasan Angel pada Adi soal rencana
tripnya ke Jerman sangat bagus hingga membuat hal itu jadi masuk akal.
Ia menjelaskan bahwa klub Bundesliga,
Bayer Leverkusen, sedang terlibat perselisihan dengan salah satu agen pemain.
Lalu kasusnya sudah masuk Pengadilan Arbitrase Olahgara Eropa, dan Angel serta Rully
ditunjuk law firm-nya untuk ikut
sidang di sana. Ini sangat langka di tengah belantara kisah yang serba penuh “perusahaan
kita ini”, “kiriman apa sudah dikirim?”, serta direktur menandatangani entah
apa—pokoknya kertas di dalam folder.
Lalu ada inovasi lain lagi yang, sepanjang
pengetahuanku sebagai pengamat sinetron Hollywood, bahkan nggak umum dilakukan di
sana, yaitu crossover tapi dengan
acara lain, bukan sesama sinetron. Di sana kan para karakter dari satu judul
sinetron nyambung dengan karakter sinetron lainnya, kayak Barry Allen, Caitlin,
dan Cisco dari serial The Flash
muncul membantu Oliver Queen dan John Diggle di salah satu episode Arrow—atau sebaliknya.
Aku berpikir tadinya Prasta dan
Kirana akan muncul jadi tamu di rumah Adi dan Angel. Ternyata mereka justru
jadi bintang tamu di acara Berpacu dalam
Melodi yang dipandu David Bayu. Dan tidak tampil sebagai artis, mereka
hadir sebagai karakter masing-masing di STN.
Dalam episode STN yang ditayangkan
hampir bersamaan, diceritakan keluarga Prasta & Kirana memang ikut Berpacu dalam Melodi di Net. Sesuatu
banget.
Selain TMG dan STN, satu lagi
sinetron serial yang layak disorot adalah The
East. Ini basically adalah reinkarnasi
serial Kejar Tayang di Trans TV sekian
tahun lalu. Temanya sama persis, kru produksi TV. Bedanya, jika KT menuturkan
kisah tim umum TV, The East mengkhususkan
diri pada tim redaksi dan produksi Entertainment
News, acara berita entertainment
di Net, yang memberitakan urusan para seleb namun tanpa ngegosip.
Dan mirip STN, The East juga di-crossover dengan program yang bukan sesama
sinetron, yaitu Entertainment News
itu. Dua presenter Entertainment News,
Caesar Gunawan dan Safira, menjadi salah satu cast The East, dan tampil sebagai themselves. Saat ada hajatan besar, seperti Indonesia Choice Award
bulan Mei lalu, alur cerita The East
juga masuk ke sana, dilengkapi penampilan cameo
para seleb sungguhan, salah satunya Armand Maulana.
Deretan sinetron Net (termasuk Masalembo, meski sepertinya mirip banget
sama Lost; dan juga Stereo, yang kayak Glee) menunjukkan adanya sesuatu yang baru dan beda, yaitu kuat di
konsep. Masing-masing membawa warna tersendiri dan selalu loyal pada itu—plus
konsepnya pun logis, cukup mendidik, dan tidak mengada-ada.
Ada harapan cerah di Net—yang sekarang
ini menyalip Metro TV sebagai channel favoritku. Namun patut ditunggu, apakah
ini permanen atau hanya mirip fenomena mirip di kementerian pemerintahan, yang ganti menteri
ganti kebijakan.
Semua orang juga tahu kekuatan konsep
Net ada berkat satu media magnate bernama Wishnutama. Dulu Trans TV pernah mengalami
hal serupa, sewaktu mereka masih punya Bajaj Bajuri dan Suami-suami Takut
Istri. Begitu Wishnutama keluar, Trans wutah dan menelurkan YKS.
Aku takutkan, suatu saat jika dia
tak di Net lagi, Bintang dan Angel akan saling musuhan dan sibuk bicara sendiri
dalam Tetangga Masa Gitu episode ke-764…
0 komentar:
Posting Komentar