scribo ergo sum

Selasa, 10 Februari 2015

Bukan Pahlawan Pembela Kebenaran

23:39 Posted by wiwien wintarto 6 comments

Superhero alias para pahlawan super berkostum adalah tokoh fiksi favorit banyak orang, baik di komik, TV, maupun film. Dan melewati berbagai era, penggambaran para superhero terutama lewat media sinema mengalami banyak evolusi. Arrow termasuk salah satu kasus evolusi yang paling sukses.
Serial bergenre drama aksi, thriller, dan misteri ini mulai mengudara di jaringan televisi The CW tanggal 10 Oktober 2012. Fokus ceritanya adalah mengenai pemuda multimiliuner Oliver Queen (Stephen Amell) yang punya identitas ganda sebagai pendekar panah berkostum dan berkerudung serba hijau. Sang pemanah keluyuran malam hari menghentikan berbagai aksi kriminal di kotanya, Starling City.

Pada episode perdana musim pertama dikisahkan, Oliver muncul lagi di Starling setelah lima tahun hilang gara-gara kapal yang ia tumpangi bareng ayahnya kandas diamuk badai. Kemunculannya jelas mengejutkan semua orang, terutama keluarganya, karena ia disangka telah tewas dalam kecelakaan itu.
Lebih mengejutkan lagi, kepribadiannya pun berubah drastis. Dari remaja kaya yang hedonistik, ia menjelma menjadi pria misterius yang tahu-tahu menguasai ilmu bela diri tingkat tinggi. Ia juga berkeliaran membunuh satu demi satu tokoh kaya dan berpengaruh di Starling dengan panah.
Arrow diangkat dari tokoh superhero di komik terbitan DC Comics, Green Arrow. Di Indonesia, tokoh satu ini nyaris tak dikenal. Kalau tenar jauh dari Superman, Batman, dan Spider-Man. Aku pun tahu Green Arrow sebatas sebagai salah satu member JLA (Justice League of America)—temennya Hawkman, Aquaman, dan juga Red Tornado.
Di versi serial yang ini, nama resminya tak pernah secara terang-terangan disebut. Oliver pun tak pernah berslogan “Akulah Green Arrow, jagoan panah putra terbaik bangsa, mulai saat ini akan membela kebenaran dan keadilan, membasmi kebathilan!” atau yang semacamnya. Ia bahkan tak terpikir untuk memakai nama alias untuk alter egonya yang berbusana serbahijau.
Julukan justru datang dari publik dan pers Starling, yang menyebutnya The Vigilante. Nama ini susah sekali diartikan di subtitle. Di versi yang kutonton, penerjemah membiarkannya tetap dengan nama Vigilante. Terjemahan versi kamus untuk kata itu adalah “panitia kesiapsiagaan” alias siskamling. Mungkin sebutan termudah Bahasa Indonesianya adalah “sang Peronda”. Kadang sebutannya selain The Vigilante adalah The Hood, si Kerudung.
Oliver baru tergugah untuk menamai sendiri identitas rahasianya mulai season kedua, setelah kehidupannya terguncang pada akhir musim pertama. Dari yang awalnya tak segan membunuh, motivasinya mulai bergeser murni untuk menghentikan tindak kejahatan dengan hanya sekadar melumpuhkan para bandit. Namun tetap saja ia tak menggunakan sebutan “Green”.
Satu hal yang paling menarik dari penggambaran sosok superhero masa kini adalah realisme dan fungsionalismenya. Pada zaman dahulu, para pahlawan super tak ubahnya manusia golongan tinggi yang dikagumi bak selebritas. Dengan kekuatannya yang dahsyat, ia memakai kostum warna-warni ketat untuk gentayangan memberantas kejahatan.
Mengapa ia memerangi kriminalitas? Apa untungnya bagi dirinya? Siapa yang bayar? Kalau ia terluka dan harus opnam, apa ada asuransi atau tunjangan kesehatan? Tak terjelaskan. Di komik-komik superhero lokal, penyebabnya bisa sangat simpel: sang tokoh tahu-tahu didatangi kakek tua sakti (atau alien) yang memberinya kekuatan super untuk “membela yang tertindas”.
Kisah-kisah superhero zaman baru selalu berusaha datang dengan penjelasan yang masuk akal mengenai hal itu. Kehadiran sebagai pahlawan bertopeng tidak semata hanya sekadar “perayaan” terhadap kekuatan dahsyat yang dimiliki (seperti dalam kasus Superman atau Spider-Man), melainkan lebih karena keterpaksaan.

Felicity, temennya Arrow
Sebagaimana Batman yang main hakim sendiri karena gerah melihat kebobrokan Kota Gotham, Arrow pun berkeliaran bukan atas inisiatif sendiri (“Ah, mumpung ahli memanah, gue mo panah tu preman-preman…!”), melainkan memenuhi wasiat terakhir ayahnya. Ia dibekali notes kecil misterius yang menyimpan daftar nama para tokoh di Starling yang harus dilenyapkan karena mereka telah merusak kota itu menjadi tempat yang korup.
Satu unsur lagi yang bisa dicarikan koneksinya dengan kelaziman dunia nyata adalah kostum. Di komik zaman dulu, kostum superhero selalu berbahan ketat, penuh warna manyala, dan aneh (celdam dipakai di luar; ide siapa sebenarnya ini!?). Pakaian superhero di komik mirip baju badut, yang baru cocok kalau dikenakaan bandit-bandit sakit jiwa seperti Joker atau The Riddler.
Di cerita-cerita superhero generasi baru, kostum sudah bukan lagi untuk tampil bergaya, melainkan lebih ke seragam organisasi (menjadi semacam jaket, yang dipakai murid-murid Professor X di film-film X-Men) atau pakaian tempur, mirip baju pasukan katak atau tim SWAT. Dan mirip baju Batman, kostum hijau gelap Arrow juga sekaligus berfungsi untuk menyamarkan kemunculan dan pergerakan di tengah kegelapan malam.
Arrow yang diproduseri Greg Berlanti, Marc Guggenheim, dan Andrew Kreisberg, dituturkan dengan pembelahan alur (plot split) yang sangat menarik di tiap episode. Alur utama adalah kisah present day, saat Oliver balik ke Starling dan jadi si Arrow. Alur lainnya adalah kisah flashback dari masa lima tahun lalu yang menjelaskan apa saja yang terjadi padanya selama ngilang lima tahun itu.
Dan dengan teknik penulisan yang tinggi (yang aku yakin penulis skenario sinetron di Indonesia sebenarnya bisa melakukannya tapi tak akan diperbolehkan oleh produser PH karena “kalau terlalu rumit, nggak akan ditonton!”), penggalan alur flashback yang diambil selalu cocok dan nyambung dengan cerita masa kini yang dihadirkan dalam satu episode.
Contohnya adalah di episode ke-14 musim kedua (Time of Death). Di sana digambarkan Sin (Bex Taylor-Krauss) terlihat begitu berterima kasih pada Sara Lance (Caity Lotz) yang telah melindungi dan mengangkatnya dari kekumuhan sebagai anak jalanan. Pada alur flashback, cerita sampai pada bagian pesawat yang ditembak jatuh di Pulau Lian Yu dan pilotnya yang sekarat meminta Sara untuk merawat anak gadisnya yang saat itu masih berumur 12 tahun. Anak sang pilot tak lain adalah Sin.
Hal paling menarik di Arrow selain para pemeran ceweknya yang oke punya (Katie Cassidy, Willa Howard, Emily Bett Rickards, Caity, Summer Glau, Celina Jade, and counting...) adalah melihat satu demi satu kemunculan para superhero DC Comics berseliweran di sekitar Arrow. Yang paling menonjol jelas adalah The Flash (Barry Allen)—kemudian malah dibikinkan serial spinoff tersendiri.

Green Arrow dan Black Canary versi komik
Lalu ada Roy Harper, pacar Thea yang kemudian jadi Arsenal (Robin-nya Arrow) yang juga ahli panah dan pakai kostum merah tua. Ada juga Sara yang jadi Canary, hasil didikan Liga Pembunuh bersenjatakan senjata yang mengeluarkan suara supersonik. Sementara itu, (SPOILER ALERT!) Laurel, kakak Sara, lantas jadi Black Canary di musim ketiga yang kini tayang (11 Februari ini sampai episode 13).
“Alam semesta” para superhero DC Comics agaknya akan dibuat menyatu menyaingi MCU (Marvel Cinematic Universe) yang sudah lebih dulu ada (seri film The Avengers, Captain America, Iron Man, dan Thor, lalu serial Marvel’s Agents of SHIELD dan Agent Carter, yang saling berkaitan).
Jika semua berjalan lancar, pada season-season berikutnya, bukan tak mungkin Arrow, The Flash, Arsenal, dan Black Canary akan ketemu Superman dan Batman. Lalu ceritanya disambungkan juga dengan serial Gotham yang menokohkan masa muda tokoh Jim Gordon (Komisaris Gordon yang selalu menyalakan lampu tanda bahaya berlogo Batman ke langit bila butuh bantuan) dan masa kecil Bruce Wayne (Batman) serta Selina Kyle (Catwoman).
Wah, pasti seru. Lebih seru lagi kalau Arrow dan The Flash di jalan papasan sama Black Widow dan Hawkeye lalu ke gemblong bakar Jl. MT Haryono ketemu sama Iron Man dan Hulk...

6 komentar:

  1. hahaha review yg bagus..
    aq liat arrow bru nympe s3e9, tp ditengah2 agak ga mudenk, bukannya sblumnya roy blg klo dy yg bunuh sara coz msh ada mirakuru yg trsisa, trus diperkuat mimpinya roy.
    nah kok di s3e9 felicity ngutek2 data n hasilnya nemu Oliver dikira bunuh, apa aq yg liat Arrow trlalu nafsu trus ngelewatin 1 episod yg lom aq tonton..
    frustasi temen2 ga ada yg bisa diajak bahas arrow, mgkn km bs ngebantu jawab kebingungan ku ini. hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Anonim00.09

      Sebenarnya mimpi Roy itu adalah halusinasi blur, dan ketika Roy bercerita ke Olli tentang mimpinya itu, Olli menggajak Roy bermeditasi untuk mengingat hal yg telah terjadi saat Roy dalam pengaruh Miraku. Dan dalam meditasi, Roy mengingat telah membunuh seorang Polisi(bukan Sara). Nah sedangkan dalam penyelidikan sample pembunuhan Sara oleh Felicity dan dibantu oleh Cisco dkk distarlab, samplenya menunjukan kalo DNA Ollie yg ada dipanah tersebut, nah dalam Episode selanjutnya, entah episode berapa, meryln menunjukan video pembunuh sara ke Ollie, dan ternyata yg membunuh Sara adalah adiknya sendiri, Thea Queen. Si Meryln menjelaskan Thea saat itu dalam pengaruh Obat khusus yg membuatnya mudah disugesti.

      Hapus
  2. Ane udah nonton serial the Arrow dari awal sampe sampe season 3 terakhir.
    Kyknya serial Arrow masih terus berlanjut tuh. Ra's al Ghul di serial tersebut udah berganti orang (Spoiler Alert!!)

    BalasHapus
  3. Oh sebutannya roy Harper itu Arsenal ya? :D

    BalasHapus
  4. Roy harper kemana? Kok di season 5 dah ganti speedy.

    BalasHapus
  5. Harusnya ada Roy Harper(Arsenal) jadi Yang Megang Busur sama panahnya ada 3 bukan 2 doajg

    BalasHapus