scribo ergo sum

Senin, 15 Desember 2014

Ada Dongeng "Free Trial"

13:17 Posted by wiwien wintarto No comments

Dua hari kemarin, Sabtu dan Minggu tanggal 13-14 Desember 2014, para kru Rumah Media upyek di Kudus untuk berburu matoa. Di sesela kesibukan perburuan, kami menyuntikkan virus mendongeng pada para peserta Workshop Mendongeng gelaran lembaga Marwah, yang berlangsung di rumah joglo antik Griya Balur Muria, Jl. Ngasinan nomor 9, Kudus.
Workshopnya sendiri sudah digagas cukup lama, sejak 2013. Setelah mempersiapkan segala sesuatunya, penyelenggaraan baru terwujud nyaris setahun kemudian. Rumah Media kemudian memberangkatkan tim yang terdiri atas Mas Anto Prabowo, Aulia Muhammad, dan aku, plus pendongeng Ditya Naumila sebagai bintang tamu.

Kami berangkat numpak mobil Aul hari Sabtu pagi pukul 6, kala mentari masih muda dan embun menetes dari pucuk dedaunan membasahi tanah. Begitu tiba di TKP sekitar satu setengah jam kemudian, kami berempat langsung disuguhi sarapan opor ayam yang sangat lezat. Saking lezatnya, aku sampai lupa diri dan mencaplok semua lomboknya, padahal perutku sedang berada dalam keadaan yang kurang fit.
 Akibatnya, hanya beberapa menit sebelum kickoff dan aku harus tampil paling awal, aku masih sibuk lari-lari mencari WC untuk throwing big water. Pukul 9.30 acara dimulai dengan sambutan-sambutan dari para sesepuh. Workshop diikuti 17 peserta yang sebagian besar cewek. Mereka merupakan hasil seleksi panitia yang dipimpin Mas Hasan Aoni dan Mas Edy Supratno. Pengumuman workshop sendiri dipasang di koran Radar Kudus seminggu sebelum acara.
Sesudah pembukaan, aku muncul duluan memberi pencerahan tentang apa itu dongeng. Bahannya minimalis, karena hanya berisi definisi dongeng dan mendongeng plus jenis-jenis dongeng (fabel, myth, legend, new age). Biar kelihatan agak panjang, kudahului urusan dongeng dengan menceritakan buku-bukuku. Mayan, bisa nambah waktu 30 menit lebih. 
Di sesi kedua ada Aul mengunggah materi tentang arti penting dongeng. Ternyata dongeng lebih dari sekadar kegiatan menceritai anak, melainkan cara paling vital untuk menanamkan nilai-nilai moral pada anak tanpa harus memaksanya menghapalkan banyak aturan norma. Ia juga cerita soal gelombang otak dan kaitannya dengan mengapa dongeng diceritakan pada anak sebelum mereka tidur. 
Sepanjang acara berlangsung, terutama pas aku break, aku berada dalam keadaan setengah mabok, pengin mereeem terus. Malam sebelumnya memang tidur agak kurang, lalu bangun pukul 4.30 pagi agar bisa berangkat pukul 6. Mata baru melek pas lunch dengan menu ayam goreng Lombok Idjo (tapi aku nggak berani mencaplok signature-sambel-nya, takut harus lari ke WC lagi), lalu meredup sesaat sesudahnya.




Kondisi tak kunjung membaik meski kemudian ada music performance dari Swaranabya. Dengan lagu-lagu melodius berlirik puitis dalam lantunan vokal Latree Manohara yang membuat mereka  harus secara serius mempertimbangkan kemungkinan ikut Rising Star Indonesia season depan, audiens dibuat bergoyang dan merenung (piye jal kuwi?). Namun di kursi, aku nyaris bobok, sehingga harus pindah-pindah kursi dan akhirnya berdiri saja. Logikaku mengatakan, kalau aku berdiri, tak mungkin aku tertidur karena aku bukan kuda. 
Sempat disela penampilan Satifa, putri Mas Hasan yang cantik jelita dan baru kelas VI SD tapi bertalenta mirip Ghaitsa Kenang (ini juga harus ikut kontes nyanyi di TV seenggaknya tahun depan), Swaranabya menyelesaikan konser dengan lagu-lagu upbeat yang bikin aku bangun. Ini sangat penting, karena aku melakukan penampakan lagi pada sesi berikutnya tentang menulis dongeng.
Secara umum, nulis dongeng ya setali tiga uang dengan nulis fiksi umum yang berupa cerpen atau novel. Yang membedakan hanya soal genre. Menjelang magrib, ada pemaparan Aul tentang mencocokkan aktivitas dongeng dengan karakter anak agar nilai-nilai moral yang dimasukkan lewat dongeng dapat berefek maksimal. Ada yang harus dengan gambar, ada yang harus dengan sering menyebut nama anak, ada juga yang sambil didongengi, anak harus sering dielus atau ditepuk bahunya.
Habis break magriban dan makan nasi goreng, sesi berikutnya adalah Aul lagi dengan dongeng spontan. Ia menunjukkan rangkaian gambar yang harus diinterpretasi para peserta secara spontan menjadi dongeng hasil imajinasi diri sendiri. Setelah dihipnosis dengan slogan “hilangkan kata ‘sulit’!”, semua peserta pelan-pelan bisa memberanikan diri untuk maju mendongeng tanpa harus ditunjuk.
Sejak sesi ini mulailah para peserta terbius dengan gaya bahasa Aul yang penuh agitasi ngegombal, terutama pada yang namanya Ulin Noor Baroroh. Kelak di kemudian hari, dia bahkan digosipkan sebagai pelatih stand up comedy (Aul-nya, bukan Ulin)!
Workshop hari pertama berakhir pukul 21 dengan peserta diberi tugas menulis konsep dongeng karya sendiri. Setelah para peserta pulang, para instruktur mengalami kengantukan sehingga harus tidur. Kamar yang kami pakai ber-AC, tapi aku nggak berani nyalain karena hawa sudah cukup dingin setelah hujan turun sejak sore. Padahal tak terlihat ada penampakan selimut.
Hari Minggu, aku bangun dan langsung disambut kopi, teh, bubur kacang ijo, dan garang asem pedas. Dinikmati dalam pagi berhujan, semuanya terasa bagai rangkaian simfoni ciptaan Beethoven atau Chopin. Pas mandi pukul 8, ada satu peserta yang sudah muncul, yaitu Naili yang seorang guru SD. Dia pun ikut sarapan green peanuts porridge.
Ngantuk pun sirna, dan aku main paling awal lagi untuk membahas dongeng interaktif. Ini cara baru penyampaian dongeng baik dalam bentuk tulisan maupun pendongengan. Dalam dongeng jenis ini, kelanjutan alur cerita ditentukan sendiri oleh anak. Ada banyak titik pilihan yang diserahkan pada audiens. Misal apakah sang putri harus ikut pangeran atau tidak, apakah sang putri menolong nenek atau tidak, dan tiap pilihan akan berlanjut pada alur cerita beda sehinga ending-nya bisa lain pula. 
Sesi berikutnya sangat seru, karena semua peserta harus mendongeng dengan konsep yang telah dibuat sebelumnya dari tugas hari pertama. Ada yang masih agak kagok, ada yang kayak Ulin membawa alat peraga berupa wayang kupu dan wayang larva, ada juga yang penuh kata “kemudian” (sehingga kemudian dijuluki Mas Kemudian).
Break pendongengan disela dengan penampilan Ditya mendongeng tentang raksasa dan rombongan kurcaci. Ia menunjukkan acara dongeng on a whole new level, di mana sang pendongeng melakukan interaksi penuh dengan audiens. Kebetulan ada anak-anak kecil yang selalu ikut nimbrung, yaitu Ayra, putri bungsu Mas Hasan, dan Azka, putra Mbak Eva salah satu peserta. Mereka sebaya, kira-kira berumur 4 tahun. Sepanjang Ditya mendongeng, mereka tak henti nyeletuk mengikuti dongengnya. Dan Ditya bisa menanggapi celetukan mereka untuk dimasukkan ke dalam cerita dongeng.
Penampilan ndongeng para peserta kembali dilanjutkan usai makan siang dengan menu ayam goreng sambel kosek. Kembali aku berduka, tak bisa bebas bersambel. Tapi tak apalah. Lewat satu sambel, masih akan ada sambel-sambel berikutnya yang tak kalah cantik dan memesona.
Pada babak kedua, penampilan mendongeng para peserta makin oke. Ada Adis yang cerita soal pohon beringin, juga Naili yang bagus sekali dongengannya, tentang pasukan kuman menyerbu mulut lalu bisa interaktif dengan anak-anak.  Dan yang paling aneh adalah dongengan Imam Khanafi. Dia cuman mendongeng secuwil cerita, lalu bersambung. Kalau ada yang mau tahu lanjutannya, diharap japri dia. Baru kali ini aku tahu dongengan ada juga free trial-nya. Bisa-bisa harus subscribe dulu kalau mau dengar full version-nya!
Keseluruhan workshop ditutup dengan materi penghujung dari Aul tentang dongeng baik vs buruk. Ia memaparkan bahwa dongeng ada juga yang tak baik untuk diceritakan, yaitu yang mengandung kekerasan, fitnah, unhappy ending, dan mengandung kematian tokoh. Dan ternyata banyak dongeng nina bobo legendaris, terutama dari Eropa, yang ternyata kelam dan penuh kekejaman, lalu telah mengalami modifikasi hingga “ramah anak” seperti sekarang ini. Masuk kategori ini misalnya kisah Cinderella, Sleeping Beauty, dan juga Rapunzel.
Sebelum penutupan yang dihelat pascamagrib, ada penampilan musik dari Anto, kawan Mas Hasan. Lalu Tifa tampil lagi, membawakan Someone Like You-nya Adelle sambil main kibord. Di acara penutupan, Mas Hasan menuturkan bahwa kegiatan dongeng hasil workshop tak berhenti sampai di sini. Para peserta akan membentuk grup komunitas lewat Facebook, lalu menerbitkan buku kumpulan dongeng, dan Januari nanti akan piknik ke sekolah Qaryah Thayibah di Salatiga. Aseeek!
Kru Murbei baru cabut pukul 21.30 setelah nonton babak pertama MU vs Liverpool pas kedudukan 2-0 di jeda pertandingan. Mas Hasan mengoleh-olehi kami berempat dengan matoa dan jenang Kudus sekerdus. Sangat menyenangkan, dan mengenyangkan!
Dari hasil dua hari workshop terkuak fakta bahwa dongeng tak hanya sekadar salah satu cara untuk nyuruh anak tidur cepat. Dongeng is much much more than that. Bahkan bisa kusimpulkan, dongeng punya posisi sangat penting bagi pembentukan karakter anak, terutama dalam pemahaman terhadap moralitas. Anak yang rajin didongengi akan punya pegangan moral yang kuat lewat kesadaran sendiri tanpa harus lewat “didikan yang keras” tentang “meningkatkan keimanan dan ketakwaan” serta “harus memegang teguh nilai-nilai ketimuran”.
Nah, bagi yang mau mendongeng seperti lembaga Marwah, silakan mengontak markas Murbei. Kami akan datang dan mengajak kalian mendongeng…!

0 komentar:

Posting Komentar