scribo ergo sum

Jumat, 05 September 2014

Spartacus: Serial Ora Umum

14:12 Posted by wiwien wintarto 1 comment

Jarang terjadi sebuah serial TV berganti pemeran utama. Biasanya ini hanya dilakukan oleh melodrama opera sabun (sejenis dengan sinetron prime time kita) yang tayang siang hari, dengan sebab yang absurd. Misal sang pemeran bertingkah karena merasa top sehingga diganti aktor lain. Dan di alur cerita, sang tokoh utama dinyatakan kecelakaan lalu operasi plastik!
Karena sebab yang sangat force majeur, hal yang sama terjadi pada serial TV sukses Spartacus. Sang aktor utama bukannya minta kenaikan honor atau minta fasilitas superbintang, melainkan dipanggil sang Khalik setelah terkena kanker non-Hodkins lymphoma. Andy Whitfield, pemeran awal tokoh Spartacus, hanya bertahan satu musim. Dua musim berikutnya sampai tamat, ia digantikan oleh Iain McIntyre.

Sebagaimana judulnya, serial yang total tersusun atas 45 episode dalam tiga musim dan satu miniseri ini berkisah tentang sepak terjang gladiator kenamaan zaman Romawi Kuno, Spartacus (109-71 SM). Dia menjadi legenda karena memimpin para gladiator memberontak terhadap Republik Romawi dan mengobarkan perang saudara sampai dua tahun, antara tahun 73 hingga 71 sebelum Masehi.
Spartacus (Whitfield) aslinya adalah salah seorang kepala suku bangsa Thracia (sekarang Bulgaria). Nama aslinya tak pernah diketahui, dan di serial ini juga tak pernah disebut. Spartacus sendiri adalah nama Romawi-nya, yang diberikan saat ia sudah menjadi gladiator di kota Capua pada tahun 73 SM.
Nasib Spartacus berbalik drastis dari kepala suku yang dihormati menjadi budak yang hina setelah melakukan desersi dari tentara sekutu Romawi-Thracia yang dipimpin oleh Legatus (pangkat jenderal zaman Romawi) Gaius Claudius Glaber (Craig Parker). Istrinya, Sura (diperankan oleh the awesome Erin Cummings!), dijual sebagai budak ke Suriah. Ia sendiri lantas digelandang ke Capua, sebagai budak juga.
Di sana, ia kemudian masuk ke Rumah Batiatus, sebuah ludus (rumah pelatihan gladiator) milik seorang lanista (majikan dan manajer para gladiator) ambisius bernama Quintus Lentulus Batiatus (John Hannah). Di situlah ia mendapatkan nama Spartacus dan meniti karier dari gladiator kelas kambing hingga menjadi gladiator tanpa tanding yang menjadi andalan Batiatus meraup kekayaan dan juga ketenaran.
Spartacus tayang perdana di jaringan TV kabel Starz pada tanggal 22 Januari 2010, dan berakhir tanggal 12 April 2013. Beda dari umumnya sinetron Amerika yang hanya bernomor season alias musim, Spartacus punya subjudul beda-beda di tiap musim. Yang pertama adalah Spartacus: Blood and Sands. Kemudian disusul Spartacus: Vengeance pada musim kedua. Dan yang terakhir adalah Spartacus: War of the Damned.
Tiap musim tersusun atas 13 episode, sama kayak serial Hannibal. Di antara musim pertama dan kedua ada miniseri enam episode berjudul Spartacus: Gods of the Arena. Miniseri ini berkisah mengenai kiprah Batiatus muda mengurus ludus-nya sebelum era kemunculan Spartacus, sekaligus dipakai sebagai jeda untuk mencari pengganti Andy Whitfield yang meninggal 11 September 2011.
Senada dengan nuansa ceritanya yang kejam tanpa ampun, Spartacus bukanlah jenis sinetron drama yang layak ditonton semua orang, bahkan termasuk orang dewasa sekalipun. Pasalnya gaya visualnya sangat “over the top” (ora karuwan) meniru teknik serupa di film 300-nya Zack Snyder, namun dalam kadar yang jauh lebih ora umum lagi.
Darah selalu jadi suguhan rutin tiap episode. Tak hanya itu, adegan sebrutal apa pun ditampakkan “apa adanya” tanpa tedeng aling-aling. Maka kita akan melihat kaki dan tangan putus, kepala terpenggal menggelinding, leher digorok (secara extreme close up), dan bahkan ada juga tubuh yang dibelah vertikal dari kepala sampai perut.
Yang lemah jantung dan ciut nyali amat disarankan untuk menjauhi Spartacus. Lebih baik nonton drama Korea tempat kumpulnya anak-anak kiyut saling patah hati. Vulgarisme juga ada di sisi adegan-adegan nudity, yang juga dipaparkan apa adanya (mumpung tayangnya di TV kabel). Alat genitalia, terutama milik cowok, bertebaran tiada henti. Untung pengadeganannya tetap artistik dan tak terjebak jadi ala film bokep.
Keseluruhan syuting Spartacus dikerjakan di Selandia Baru. Oleh karenanya sebagian besar para pemeran berasal dari Selandia Baru dan Australia. Salah satunya adalah Lucy Lawless, pemeran Xena di serial Xena: The Warrior Princess yang main di SCTV tahun 1990-an lalu (saat stasiun-stasiun TV kita masih cerdas dan belum terjebak sinetron & FTV).
Di Spartacus, ia berperan sebagai Lucretia, istri Batiatus. Yang bikin aku heran, setelah lewat hampir dua dekade dari era Xena, Lucy masih tetap oke dan kinclong. Sementara Elizabeth Shue yang manis di film The Saint bareng Val Kilmer sudah kelihatan amat sepuh di serial CSI: Crime Scene Investigation.
Sebagaimana lazimnya serial-serial buatan Hollywood, Spartacus juga kuat di penulisan. Konfliknya njelimet dan sangat berliku. Dan tiap tokoh muncul dengan latar belakang dan motivasi yang kuat, sehingga apa pun tindakan yang dilakukan, penonton mau tak mau akan memahami alasan-alasannya. Kita tahu mengapa Batiatus sangat ambisius dan haus darah, karena ia diremehkan para politikus sebagai tak layak meniti karier sebagai negarawan dan disarankan lebih baik balik ke takdirnya sebagai tukang urus gladiator.
Selain itu, penggambaran yang teliti dan lengkap membuat kita sedikit banyak mendapatkan gambaran jelas mengenai perikehidupan orang Romawi pada masanya. Lalu kita akan bersyukur bahwa kita sudah tak lagi hidup di zaman itu, kala perbudakan masih ada dan nyawa bisa melayang kapan saja. Saat dunia entertainment dan sport belum ada, warga mencari hiburan dengan nonton orang-orang saling bunuh di arena.
Andai yang semacam itu masih ada zaman sekarang ini, seksi sosial di RT/RW pasti akan sibuk terus karena tiap hari ada saja acara sripah di semua kampung. Mungkin bahkan di RT yang sama bisa ada dua hingga tiga berita lelayu sekaligus pada hari yang sama.
Satu hal yang nampaknya belum pas adalah kemunculan para wanita di arena untuk nonton pertarungan gladiator. Di seksi Goofs (kesalahan) film Gladiator (2000) yang menang Oscar tahun itu disebut, kaum Hawa dilarang ikutan nonton gladiator karena dikhawatirkan bisa mengganggu konsentrasi para petarung. Itu berdasar riset sejarah.
Hal yang sama juga diulang di Spartacus. Para cewek ikut nonton, baik di tribun VVIP maupun di tribun bagi warga biasa. Para penonton umum bahkan selalu lupa menutup dada masing-masing saat bersorak-sorak mensuport (kegiatan sampingan yang menyenangkan pas adegan-adegan pertarungan, kalau jenuh lihat darah muncrat dan organ tubuh mencelat putus!).
Mana yang benar, kita serahkan saja pada para pakar sejarah Romawi Kuno untuk memberi pencerahan. Yang jelas Spartacus membuka mata kita bahwa, sejelek-jeleknya peradaban kapitalistik manusia Bumi saat ini, ada perkembangan dan perbedaan yang signifikan dan substantif dalam hal-hal nilai-nilai humanisme universal.

Make love, not war.

1 komentar:

  1. Memukau👏👏
    Review yang bagus dan mampu mengangkat nilai nilai sosial dari sebuah film bagi kehidupan zaman ini

    BalasHapus