scribo ergo sum

Selasa, 16 September 2014

Long Take 6 Menit

12:35 Posted by wiwien wintarto No comments

Bagi yang nonton nggak sekadar nonton, melainkan untuk mengapresiasi karya seni, film kelas Oscar (dan juga festival-festival lain) adalah sebuah makanan rutin. Dan kadangkala, tontonan-tontonan dengan cita rasa seperti itu muncul di layar kaca. Salah satunya adalah True Detective, yang beberapa bulan lalu populer di negara asalnya, AS.
Jujur awalnya aku punya interest terhadap TD sebagai bagian dari tren TWLON (TV series with lots of nudity) yang kini sedang mewabah. Tapi begitu mencicipi episode pertama, perhatianku langsung berganti. Tanpa disadari, aku langsung tersedot masuk ke dalam rangkaian cerita dan penampilan akting para pemainnya yang luar biasa.

TD dibuka dengan wawancara penyelidikan kasus terhadap dua mantan detektif polisi, Rustin Cohle (Matthew McConaughey) dan Martin Hart (Woody Harrelson). Wawancara dilakukan oleh dua reserse Kepolisian Negara Bagian Louisiana, Maynard Gilbough (Michael Potts) dan Thomas Papania (Tory Kittles), pada tahun 2012.
Yang sedang diselidiki kedua detektif itu adalah keterlibatan Rust dan Marty dalam kasus lama, yaitu pembunuhan sadis terhadap Dora Lange tahun 1995. Waktu itu Rust baru saja dipindahtugaskan ke Louisiana dan dipartnerkan dengan Marty. Sifat Rust yang nganeh-anehi dan berpotensi disalahpahami sebagai kenthir membuat Papania & Gilbough sempat mencurigainya sebagai si pembunuh yang sebenarnya.
Pembunuhannya sendiri nggak hanya sekadar bunuh, melainkan sama sadis dengan kasus Ryan si jagal dari Jombang. Yang ini bahkan korban sengaja di-display dalam keadaan bugil dengan aneka macam simbol yang mengarah ke ritual-ritual sesat. Rust dan Marty sudah melumpuhkan kakak beradik Ledoux yang dicurigai sebagai tersangka. Namun korban-korban dengan ciri yang sama ternyata masih terus jatuh hingga tahun 2000-an.
Hingga lima episode pertama, cerita masih terus bolak-balik antara present day (2012) dengan periode 1995 dan 2002, saat Rust dan Marty terlibat konflik pribadi dan Rust resign dari kepolisian. Masuk episode 6, cerita sudah full pindah ke present day. Ketika itu Marty pun sudah keluar dan menjadi detektif swasta. Bareng Rust, ia menuntaskan penyelidikan kasus yang sudah terbengkalai selama 17 tahun itu hingga bisa menemukan tersangka sesungguhnya.
TD mengudara di HBO (gudangnya sinetron-sinetron berkualitas!) dari 12 Januari hingga 9 Maret 2014 lalu. Dicetuskan oleh Nic Pizzolatto dengan seluruh episode (satu musim hanya 8 episode) disutradarai oleh Cary Joji Fukunaga, serial ini mengetengahkan konsep beda lagi, yaitu serial antologi. Tiap musim menghadirkan cerita dan karakter berlainan. Kalau musim pertama berlokasi di New Orleans, Louisiana, maka musim kedua ntar direncanakan berlokasi di LA, California. Dan tokoh utamanya sudah bukan Rust dan Marty lagi.
Kali pertama nonton, yang paling awal membetot perhatian memang akting kedua pemeran utamanya. McConaughey dan Harrelson sama-sama aktor kelas layar lebar, dan sudah punya fly watch yang tak perlu diragukan lagi. Di gelaran Emmy Awards tempo hari, penampilan Harrelson di episode ketiga (The Locked Room) masuk nominasi pemeran utama pria serial drama, sebelum akhirnya dikalahkan Bryan Cranston dari serial Breaking Bad.
Daya tarik kedua adalah penulisannya, yang juga dikerjakan oleh Pizzolatto. Dialog-dialog yang dahsyat membuat penonton sangat bisa ikut merasakan kesuraman hidup yang dialami Rust dan Marty. Rust jadi aneh karena kehilangan putrinya yang tewas ditabrak mobil saat baru berusia 2 tahun. “Kedukaan itu gagal menyelamatkan pernikahan kami,” katanya pada Marty. Dan ia nggak niat menikah lagi sesudahnya, melainkan sibuk menenggelamkan diri dalam pekerjaannya sebagai polisi.
Marty adalah kebalikannya. Situasi kerja yang monoton dan berat membuat kepribadiannya berubah. Ia selingkuh dengan reporter pengadilan yang cantik, Lisa Tragnetti (Alexandra Daddario). Rumah tangganya pun berantakan, dan ia nggak pernah bisa lagi tampil sebagai kepala rumah tangga ideal hingga cerita berakhir.
Poin ketiga ada pada penyutradaraannya. Fukunaga mampu memaksimalkan lokasi cerita untuk memperkuat kesan suram yang dimunculkan skenarionya. Kerap kali muncul gambar lanskap daerah Louisiana yang gersang, berawa, penuh semak belukar, atau kawasan seputar sungai yang liar dan lengang. Jarang, dan bahkan tak pernah, kamera mengambil gambar pusat kota yang trendi, sibuk, meriah, dan ceria.
Namun momen terbaik TD ada pada tujuh menit terakhir episode keempat. Pada adegan ketika Rust menginfiltrasi geng motor untuk mencari lokasi keberadaan Reggie Ledoux, ada long take (pengambilan gambar tanpa putus) yang berdurasi enam menit. Dimulai dari saat geng motor masuk rumah untuk merampok obat bius hingga ketika Rust menggelandang Ginger (Joseph Sikora) masuk mobil Marty, adegan disyut nonstop tanpa cut selama 360 detik.
Ini jelas pekerjaan susah, karena adegannya nggak semata orang ngobrol sambil jalan, melainkan perampokan, bentak-bentak, kontak senjata, adu jotos, pelarian dari satu rumah ke rumah lain, dan diakhiri dengan melompati pagar setinggi dua meter (yang berarti sang cameraperson ikut penekan juga!). Udah gitu, rangkaian scene itu melibatkan belasan dan bahkan puluhan cast member yang masing-masing harus menjalankan aksi dan dialog yang nggak simpel.
Aku membayangkan, persiapan untuk adegan ini pasti sangat berat. Yang cespleng sudah pasti koreografinya, sejak para pemain hingga petugas kamera. Semua harus menghapalkan secara akurat alur tugas masing-masing. Sang kamerawan juga harus tahu ke arah mana saja dia harus lari untuk mengambil gambar long take itu. Dan semua nggak boleh salah. Harus diulang lagi dari nol kalau ada yang nggak beres. Kalau kesalahan terjadi pada menit kelima detik ke-50 misalnya, dan sutradara harus tereak “CUUUT!!”, maka bisa dibilang “Sakitnya tuh di sini!” (sambil menunjuk dada).
Dan last but not least, sang casting director bisa menemukan banyak aktris yang ayunya ngujubileh syaiton. Dimulai dari Micelle Monaghan, lalu Daddario, dan juga Lili Simmons (pemeran Beth sang underage prostitute). Para cowok pasti akan bertanya-tanya, “Kapan nih bugilnya?”. Dan syukurlah, pengharapan itu semuanya terkabul.

Pada akhirnya, menyimak tontonan semacam True Detective adalah bagaikan sebuah pengalaman wisata yang komplet. Semua aspek hiburan terpenuhi, termasuk hiburan rohaniah. Dan delapan episode menjadi terlalu singkat. Sementara musim kedua baru akan main tahun depan…

0 komentar:

Posting Komentar