scribo ergo sum

Kamis, 07 Agustus 2014

Da Vinci Ketemu Drakula

14:00 Posted by wiwien wintarto 1 comment

Keasyikan utama menyaksikan cerita yang berlatarbelakangkan sejarah adalah memilah mana yang fakta dan mana yang fiksi. Tentu ini hanya berlaku buat yang suka fiksi (sastra, film) dan sekaligus sejarah. Otherwise, kesenangannya nggak akan terasa. Cuman sekadar baca atau nonton seperti biasanya.
Maka aku benar-benar hiruk pikuk saat nonton serial Da Vinci’s Demons (DVD) yang dibikin oleh sineas kenamaan David S. Goyer (sutradara seri film Blade dan juga penulis di seri film Batman-nya Christopher Nolan). Sangat menarik melihat kehidupan sang maestro Leonardo ser Piero da Vinci (1452-1519) dimainkan dalam rangkaian cerita penuh intrik yang sebagian besar fiktif.

Bagi kebanyakan orang, sosok Leonardo Da Vinci hanya muncul samar-samar dalam ingatan sebagai pelukis Mona Lisa—yaitu sesudah baca The Da Vinci Code karangan Dan Brown dan nonton filmnya yang dibesut Ron Howard. Di serial DVD, kita disuguhi kehidupan keseharian seorang Da Vinci tidak pernah tenang. Ia, sebagaimana lazimnya para seniman jenius, selalu gelisah.
Fragmen cerita dalam DVD berlatar waktu tahun 1477, saat Leo muda (dimainkan aktor Inggris, Tom Riley) yang baru berusia 25 tahun mulai dikenal dan masuk lingkungan pergaulan kelas atas di daerah tempat tinggalnya, Kota Firenze (Florence). Bagi yang hobi bola, Firenze adalah kota home base dari klub serba ungu Liga Seri A, Fiorentina.
Kala itu, Republik Firenze berada di bawah kekuasaan Dinasti Medici. Leo direkrut oleh penguasa Firenze, Lorenzo de Medici (Elliot Cowan) sebagai teknisi militer yang bertugas memproduksi senjata untuk pasukan Firenze. Lorenzo harus memperkuat tentaranya karena Firenze diincar oleh Roma, yang diperintah oleh, siapa lagi jika bukan, Sri Paus.
Yang berkuasa di Vatikan periode itu adalah Paus Sixtus IV (James Faulkner). Ia dibantu oleh kemenakannya yang kejam, Count Girolamo Riario (Blake Ritson) untuk merebut Firenze dari tangan Dinasti Medici. Untuk memuluskan rencana itu, Vatikan mengirimkan Lucrezia Donati (Laura Haddock) yang semok sebagai mata-mata. Lucrezia sukses menembus tembok Keraton Firenze dengan menjadi gundik Lorenzo sekaligus pacaran dengan Leonardo.
Intrik politik negara-negara di Italia itu dibumbui dengan kisah konspirasi berbau klenik yang melibatkan pencarian terhadap buku misterius Kitab Daun-daun. Leo memperkirakan buku itu bisa ditemukan di tanah jauh di barat (benua Amerika). Ia bertualang dibantu dua pembantu merangkap sahabatnya, Zoroaster (Gregg Chillin) dan Nico (Eros Vlahos).
Sisi paling menarik dari serial ini adalah penghadiran kejeniusan seorang Leonardo Da Vinci yang sangat hidup dan memikat. Leo tak hanya seorang pelukis, namun juga ahli matematika, anatomi, biologi, filsuf, dan penemu yang jauh lebih canggih daripada Edison. Helikopter dan parasut adalah segelintir dari barang-barang modern yang pertama kali ia pikirkan.
Dalam DVD, kita melihatnya membuat mainan burung mekanis (yang bisa terbang sungguhan) dengan mengamati gerakan burung-burung di pasar (yang ia beli semua hanya untuk dilepaskan terbang bebas begitu saja oleh Nico). Ada juga episode saat ia membuat senapan mesin yang membuat Count Riario ngibrit ketakutan. Juga saat ia bermain proyeksi gambar di langit untuk mengerjai hakim yang memvonisnya bersalah dalam sidang kasus sodomi.
Semua itu dipadu dengan kemunculan tokoh-tokoh yang sungguh-sungguh ada dalam sejarah. Selain kakak beradik Lorenzo dan Giuliano de Medici, juga ada maestro Andrea Verrocchio yang mengajari Leo melukis, Raja Ferdinand dari Spanyol (istri Ferdinand, Isabella, adalah donatur ekspedisi Christopher Columbus ke barat pada tahun 1492), serta Nico. Asisten Leo yang masih ABG nan lugu ini tak lain adalah filsuf pencetus paham fasisme, Niccolo Macchiavelli (1469-1527).
Satu tokoh sejarah lagi yang bikin aku ngakak saat ketemu Leo, Nico, dan Zoro adalah Pangeran Vlad III (1431-1476/77) dari Wallachia (sekarang Rumania). Ayah Vlad III, yaitu Vlad II, adalah anggota sebuah ordo Kristen di Eropa Timur bernama Anak-anak Naga. Maka ia dijuluki Sang Naga. Dalam bahasa Wallachia, naga disebut dracul. Vlad III pun lantas dijuluki Anak sang Naga, sehingga ia dikenal pula dengan nama Vlad the Dracul. Inilah orangnya yang kemudian pakai nama Dracula dalam novel legendaris karangan Bram Stoker.
Gara-gara masa kecilnya yang kelam dan permusuhannya dengan Dinasti Usmani (Ottoman) penguasa Turki, Vlad III jadi pembunuh psikopat. Ia kerap membikin pesta makan dengan mengundang banyak orang. Begitu semua sudah di dalam, ia perintahkan semua pintu dikunci dan tentaranya membunuh para tamu—tanpa alasan apa pun, hanya karena pengin.
Darah para korban lantas ia minum. Dari sinilah lahir cerita klasik tentang Drakula yang suka minum darah. Oleh Srimulat, Drakula dilukiskan minum darah dengan menggigit leher manusia. Ini keliru, karena yang melakukan hal seperti ini bukan Drakula, melainkan vampir, konco-konconya Cullen dari film Twilight. Edward jelas akan tersinggung kalau kaumnya disamakan dengan Drakula yang tinggal di Wallachia itu.
Waktu aku nonton pertemuan Leonardo Da Vinci dengan Drakula di episode keenam season pertama DVD, aku hanya bisa ketawa sambil bergumam, “Iso-isoneee…!”.
Hal lain yang masuk kategori bisa-bisanya adalah persahabatan Leonardo dan Machiavelli. Niccolo juga warga Republik Firenze. Dalam latar waktu serial DVD, Machiavelli akan berumur 12 tahun dan pastinya saling kenal dengan Da Vinci.
Namun di catatan sejarah tak ada rekaman atau dokumentasi apa pun yang menyebutkan bahwa Machiavelli ABG pernah jadi asisten Da Vinci, apalagi yang tangannya pernah diuncek dengan kejam oleh Count Riario.
Sayangnya Da Vinci’s Demons tidak boleh ditonton anak kecil. Soalnya adegan nudity dan seksnya sudah masuk kategori sakkarepe sing nggawe (semaunya yang bikin). Bentuk tubuh dan kelakuan yang seperti apa pun ditampilkan tanpa tedeng aling-aling. Dan ini memang sedang ngetren di Hollywood. Serial-serial masa kini seperti True Detective, Game of Thrones, atau Spartacus penuh dengan situasi serupa. Menjadi kian layak tonton!
Karena semua channel TV kita tengah dimabuk sinetron dan dengan sengaja menghindari serial-serial berkualitas semacam ini sejak dekade lalu, DVD hanya bisa ditonton lewat jaringan TV berlangganan. Yang punya Indovision, First Media, dan sebangsanya bisa nonton di Fox Movies Premium. Yang nggak punya… God shall help you.
Aku pengin tokoh sejarah kita seperti Hayam Wuruk, Gajah Mada, Sultan Agung, Teuku Umar, Cut Nya Dhien, atau Soekarno ditampilkan utuh semacam itu di layar sinetron. Dan kita bisa melihat seperti apa saja kelebihan mereka yang bikin kita kagum, bukan semata gambaran tokoh yang monodimensional serba lugu serta hanya bisa berteriak normatif soal “membela kebenaran dan keadilan”.

Bagi warga cerdas sepertiku, yang seperti inilah yang kuminta sebagai penonton untuk ditampilkan di sinetron. Bukan yang seperti… ah, sudahlah! Tak guna juga mendebat…

1 komentar:

  1. setuju sama agan ini, coba dibuat film kaya davinci demons. kita juga punya kerajaan kerajaan di nusantara. tapi ga naik naga juga sih, kualitas film nya yang bagus.
    film serial davinci aja kualitas nya udah kaya layar lebar, belum the flash serial, dan masih banyak lagi film serial dari barat yang keren.

    BalasHapus