Keasyikan utama menyaksikan
cerita yang berlatarbelakangkan sejarah adalah memilah mana yang fakta dan mana
yang fiksi. Tentu ini hanya berlaku buat yang suka fiksi (sastra, film) dan
sekaligus sejarah. Otherwise,
kesenangannya nggak akan terasa. Cuman sekadar baca atau nonton seperti
biasanya.
Maka aku benar-benar hiruk pikuk
saat nonton serial Da Vinci’s Demons (DVD) yang dibikin oleh sineas kenamaan
David S. Goyer (sutradara seri film Blade
dan juga penulis di seri film Batman-nya
Christopher Nolan). Sangat menarik melihat kehidupan sang maestro Leonardo ser
Piero da Vinci (1452-1519) dimainkan dalam rangkaian cerita penuh intrik yang
sebagian besar fiktif.
Bagi kebanyakan orang, sosok
Leonardo Da Vinci hanya muncul samar-samar dalam ingatan sebagai pelukis Mona
Lisa—yaitu sesudah baca The Da Vinci Code
karangan Dan Brown dan nonton filmnya yang dibesut Ron Howard. Di serial DVD, kita disuguhi kehidupan keseharian
seorang Da Vinci tidak pernah tenang. Ia, sebagaimana lazimnya para seniman
jenius, selalu gelisah.
Fragmen cerita dalam DVD berlatar waktu tahun 1477, saat Leo
muda (dimainkan aktor Inggris, Tom Riley) yang baru berusia 25 tahun mulai
dikenal dan masuk lingkungan pergaulan kelas atas di daerah tempat tinggalnya,
Kota Firenze (Florence). Bagi yang hobi bola, Firenze adalah kota home base dari klub serba ungu Liga Seri
A, Fiorentina.
Kala itu, Republik Firenze berada
di bawah kekuasaan Dinasti Medici. Leo direkrut oleh penguasa Firenze, Lorenzo de
Medici (Elliot Cowan) sebagai teknisi militer yang bertugas memproduksi senjata
untuk pasukan Firenze. Lorenzo harus memperkuat tentaranya karena Firenze
diincar oleh Roma, yang diperintah oleh, siapa lagi jika bukan, Sri Paus.
Yang berkuasa di Vatikan periode
itu adalah Paus Sixtus IV (James Faulkner). Ia dibantu oleh kemenakannya yang
kejam, Count Girolamo Riario (Blake Ritson) untuk merebut Firenze dari tangan
Dinasti Medici. Untuk memuluskan rencana itu, Vatikan mengirimkan Lucrezia
Donati (Laura Haddock) yang semok sebagai mata-mata. Lucrezia sukses menembus
tembok Keraton Firenze dengan menjadi gundik Lorenzo sekaligus pacaran dengan
Leonardo.
Intrik politik negara-negara di
Italia itu dibumbui dengan kisah konspirasi berbau klenik yang melibatkan
pencarian terhadap buku misterius Kitab Daun-daun. Leo memperkirakan buku itu
bisa ditemukan di tanah jauh di barat (benua Amerika). Ia bertualang dibantu
dua pembantu merangkap sahabatnya, Zoroaster (Gregg Chillin) dan Nico (Eros
Vlahos).
Sisi paling menarik dari serial
ini adalah penghadiran kejeniusan seorang Leonardo Da Vinci yang sangat hidup
dan memikat. Leo tak hanya seorang pelukis, namun juga ahli matematika,
anatomi, biologi, filsuf, dan penemu yang jauh lebih canggih daripada Edison.
Helikopter dan parasut adalah segelintir dari barang-barang modern yang pertama
kali ia pikirkan.
Dalam DVD, kita melihatnya membuat mainan burung mekanis (yang bisa
terbang sungguhan) dengan mengamati gerakan burung-burung di pasar (yang ia
beli semua hanya untuk dilepaskan terbang bebas begitu saja oleh Nico). Ada
juga episode saat ia membuat senapan mesin yang membuat Count Riario ngibrit
ketakutan. Juga saat ia bermain proyeksi gambar di langit untuk mengerjai hakim
yang memvonisnya bersalah dalam sidang kasus sodomi.
Semua itu dipadu dengan kemunculan
tokoh-tokoh yang sungguh-sungguh ada dalam sejarah. Selain kakak beradik
Lorenzo dan Giuliano de Medici, juga ada maestro Andrea Verrocchio yang
mengajari Leo melukis, Raja Ferdinand dari Spanyol (istri Ferdinand, Isabella,
adalah donatur ekspedisi Christopher Columbus ke barat pada tahun 1492), serta
Nico. Asisten Leo yang masih ABG nan lugu ini tak lain adalah filsuf pencetus
paham fasisme, Niccolo Macchiavelli (1469-1527).
Satu tokoh sejarah lagi yang
bikin aku ngakak saat ketemu Leo, Nico, dan Zoro adalah Pangeran Vlad III (1431-1476/77)
dari Wallachia (sekarang Rumania). Ayah Vlad III, yaitu Vlad II, adalah anggota
sebuah ordo Kristen di Eropa Timur bernama Anak-anak Naga. Maka ia dijuluki
Sang Naga. Dalam bahasa Wallachia, naga disebut dracul. Vlad III pun lantas dijuluki Anak sang Naga, sehingga ia
dikenal pula dengan nama Vlad the Dracul. Inilah orangnya yang kemudian pakai
nama Dracula dalam novel legendaris karangan Bram Stoker.
Gara-gara masa kecilnya yang
kelam dan permusuhannya dengan Dinasti Usmani (Ottoman) penguasa Turki, Vlad III
jadi pembunuh psikopat. Ia kerap membikin pesta makan dengan mengundang banyak
orang. Begitu semua sudah di dalam, ia perintahkan semua pintu dikunci dan
tentaranya membunuh para tamu—tanpa alasan apa pun, hanya karena pengin.
Darah para korban lantas ia
minum. Dari sinilah lahir cerita klasik tentang Drakula yang suka minum darah.
Oleh Srimulat, Drakula dilukiskan minum darah dengan menggigit leher manusia.
Ini keliru, karena yang melakukan hal seperti ini bukan Drakula, melainkan
vampir, konco-konconya Cullen dari film Twilight.
Edward jelas akan tersinggung kalau kaumnya disamakan dengan Drakula yang
tinggal di Wallachia itu.
Waktu aku nonton pertemuan
Leonardo Da Vinci dengan Drakula di episode keenam season pertama DVD, aku hanya bisa ketawa sambil
bergumam, “Iso-isoneee…!”.
Hal lain yang masuk kategori
bisa-bisanya adalah persahabatan Leonardo dan Machiavelli. Niccolo juga warga
Republik Firenze. Dalam latar waktu serial DVD,
Machiavelli akan berumur 12 tahun dan pastinya saling kenal dengan Da Vinci.
Namun di catatan sejarah tak ada
rekaman atau dokumentasi apa pun yang menyebutkan bahwa Machiavelli ABG pernah
jadi asisten Da Vinci, apalagi yang tangannya pernah diuncek dengan kejam oleh
Count Riario.
Sayangnya Da Vinci’s Demons tidak boleh ditonton anak kecil. Soalnya adegan nudity dan seksnya sudah masuk kategori sakkarepe sing nggawe (semaunya yang
bikin). Bentuk tubuh dan kelakuan yang seperti apa pun ditampilkan tanpa tedeng
aling-aling. Dan ini memang sedang ngetren di Hollywood. Serial-serial masa
kini seperti True Detective, Game of Thrones, atau Spartacus penuh dengan situasi serupa.
Menjadi kian layak tonton!
Karena semua channel TV kita
tengah dimabuk sinetron dan dengan sengaja menghindari serial-serial
berkualitas semacam ini sejak dekade lalu, DVD hanya bisa ditonton lewat
jaringan TV berlangganan. Yang punya Indovision, First Media, dan sebangsanya
bisa nonton di Fox Movies Premium. Yang nggak punya… God shall help you.
Aku pengin tokoh sejarah kita
seperti Hayam Wuruk, Gajah Mada, Sultan Agung, Teuku Umar, Cut Nya Dhien, atau
Soekarno ditampilkan utuh semacam itu di layar sinetron. Dan kita bisa melihat
seperti apa saja kelebihan mereka yang bikin kita kagum, bukan semata gambaran
tokoh yang monodimensional serba lugu serta hanya bisa berteriak normatif soal
“membela kebenaran dan keadilan”.
Bagi warga cerdas sepertiku, yang
seperti inilah yang kuminta sebagai penonton untuk ditampilkan di sinetron.
Bukan yang seperti… ah, sudahlah! Tak guna juga mendebat…
setuju sama agan ini, coba dibuat film kaya davinci demons. kita juga punya kerajaan kerajaan di nusantara. tapi ga naik naga juga sih, kualitas film nya yang bagus.
BalasHapusfilm serial davinci aja kualitas nya udah kaya layar lebar, belum the flash serial, dan masih banyak lagi film serial dari barat yang keren.