scribo ergo sum

Rabu, 09 Oktober 2013

Key Person

22:31 Posted by wiwien wintarto No comments

Ada artikel menarik yang barusan kubaca di Cracked tentang 10 pelajaran yang harusnya diajarkan di sekolah. Pelajaran-pelajaran ini sangat penting dalam hidup, tapi entah kenapa malah justru tersisih oleh acara hapalan-hapalan aneh yang tidak berkontribusi apapun dalam kehidupan seseorang selewat umur 25 dalam melewati kejamnya dunia.
Yang nulis orang Amerika, tapi yang ditulisnya berlaku universal, termasuk kita di sini. Beberapa di antaranya sangat menggugah. Silakan dibaca sendiri. Aku lebih tertarik untuk menekankan satu saja, yaitu bahwa salah satu rahasia sukses adalah kebetulan dan keberuntungan.

Banyak orang sukses berkeliaran di sekitar kita. Mulai tokoh politik, tokoh masyarakat, motivator kekayaan, hingga kerabat kaya raya (jika definisi kita akan kata “sukses” cukup dihitung dengan mobil dan rumah!). Orang-orang sukses ini selalu memiliki tiga hal yang jadi kunci rahasia keberhasilan, tapi salah satunya pasti nggak pernah disebut oleh mereka, yaitu:
  • Talenta.
  • Kerja keras.
  • Ketemu secara acak dengan orang penting (dalam bidangnya, bukan yang harus berbentuk pejabat, ulama, etc.) dan berhasil memunculkan kesan baik.
Dalam berbagai buku biografi, otobiografi, atau buku-buku motivasi dan self-improvement (terutama yang menyuruh orang untuk jadi kaya raya!), para tokoh selalu hanya mengungkap dua hal pertama. Menonjolkan tekad, unsur hebat, dan perjuangan keras agar bisa menginspirasi para pembaca “untuk meraih hal serupa”.
Namun hampir tak ada yang menjelaskan bahwa titik tolak paling krusial kesuksesan mereka hanyalah berupa hal yang absurd dan sesimpel “pas jadi buruh tukang kayu dan kebetulan nggarap kerjaan di rumah seorang sutradara kenamaan lalu jadi teman baik” dan seterusnya. Tentu yang semacam ini akan mementahkan daya penting sang tokoh dalam menjelaskan secara logis latar belakang kesuksesannya.
Padahal justru itu yang terpenting. (Secara kebetulan, tentu) bertemu dengan orang penting dan berhasil memberikan kesan baik untuknya adalah pintu masuk menuju bidang yang akan membesarkan nama kita. Skill individu (talenta) dan kerja keras hanyalah babak lanjutan dari pertemuan acak itu.
Mengapa acak dan kebetulan? Karena hal ini tidak bisa direncanakan secara linear dan lalu berjalan mulus seperti direncanakan. Kalau Anda warga desa terpencil yang ingin jadi penyanyi, inginnya pasti berangkat merantau ke Jakarta untuk bertamu ke rumah Ahmad Dhani atau Anang lalu minta diaudisi menjadi penyanyi. Mereka terkesan mendengar suara Anda lalu langsung menawarkan kontrak rekaman. Asik kan?
Ya. Untuk mereka-mereka yang berpandangan utopis dan mengharap hidup akan lempeng-lempeng saja. Selalu indah, bersih, putih suci, nyaman, sempurna, dll.
Tapi dunia nyata nggak berjalan semulus dan selempeng itu. Coba aja sendiri sana bertamu ke rumah Ahmad Dhani, Mario Teguh, atau Karni Ilyas untuk “ngangsu kawruh supados saget kados panjenenganipun” (menimba ilmu agar dapat sepertimu). Masih untung jika ndak disangka sales ginko biloba lalu disuruh nyari rumah lain!
Yang lebih sering terjadi adalah, ujug-ujug, out of nowhere, pada saat kita unprepared dan unaware, kita dipertemukan dengan seseorang yang memegang kunci menuju pintu sukses kita. Dan kunci berikutnya yang terpenting adalah, kita berhasil memberi kesan baik sehingga dia masih mau bertemu dengan kita lagi (sehingga memungkinkan bagi kita untuk menunjukkan kapasitas kita padanya, lalu kita “diajak menuju sesuatu yang penting”).
Dan hampir mustahil yang kita temui adalah sejenis orang terpandang luas seperti Ayah Edy, Ade Rai, atau Rahmad Darmawan, yang bikin kita bisa langsung siap dan menyiapkan diri. Yang lebih sering terjadi, kita ketemu yang orangnya terlihat biasa-biasa saja, nggak penting, bahkan nggak sepiroo, sehingga sikap yang keluar dari kita adalah kewajaran natural kita.
Mungkin nggak menganggap penting atau bisa saja menyepelekan. Attitude negatif kita itu pun membuatnya nggak terkesan dan nggak mau berurusan lagi ama kita. Pintu menuju kesukesan telah dengan sukses kita gembok sendiri!
Maka daripada mengambil risiko melewatkan orang-orang ini, adalah penting untuk kembali ke ajaran dasar: hormati semua orang, tanpa kecuali. Jangan cuman hormat pada atasan, nasabah yang bawa dana besar, atau orang bermobil mewah, tapi juga ABG dan anak-anak kecil. Pukul rata, salah satu di antaranya pasti adalah Key Person ini, siapapun dia.
Dongeng tukang kayu di atas bukanlah cerita khayalan, tapi true story dari salah seorang bintang besar Hollywood. Bertahun-tahun berakting tanpa hasil, ia frustrasi dan pensiun dini untuk menjadi tukang kayu. Satu saat, ia dapet order kerjaan di rumah seorang sutradara besar.
Sikapnya yang baik membuat sang sutradara terkesan dan berteman dengannya, lalu ia mendapat tawaran peran di salah satu film besar sutradara itu. Ia bernama Harrison Ford. Sutradara itu adalah George Lucas. Dan peran yang merupakan hasil dari pertemanan itu adalah Han Solo, di film Star Wars. Nggak akan ada Harisson Ford tanpa Han Solo. Dan nggak akan ada Han Solo jika nggak ada… itu tadi.
Tentu nggak ada resep jitu bagaimana agar dipertemukan dengan sang Key Person. Itu sepenuhnya hak prerogratif Tuhan. Tapi jalan awal paling gampang adalah dengan berkumpul dengan orang-orang yang satu minat. Pas masih on air di IBC dulu tiap Senin pukul 9 malem, aku mengungkap trik jitu agar buku bisa terbit adalah dengan gabung di komunitas-komunitas menulis.
Di komunitas kita bisa sharing ilmu dan semangat. Lalu, cepat atau lambat, kita akan bertemu orang-orang yang memegang posisi kunci dalam suatu hal. Bisa di penerbitan, panitia lomba nulis, atau pimpro event-event sastra semacam bikin kumpulan cerpen atau puisi yang memulai kalimatnya dengan pertanyaan semacam “Eh, mau nggak…?”.
Aku sendiri, jika dalam berbagai event kepenulisan ditanya bagaimana akhirnya bisa menerbitkan buku, jawabanku pasti nggak jauh-jauh dari unsur “eh mau nggak” itu. Memang begitu sejarahnya. Bukan yang editor penerbit membaca naskahku lalu bercucuran air mata saking begitu dahsyatnya novelku lalu diterbitkan lalu best-seller internasional lalu aku ikut main di film yang didasarkan atas novelku! (ngimpi)

Dan itu balik lagi ke pelajaran yang kelupaan diajarkan di sekolah tadi: secara acak bertemu orang penting dan kita berhasil menumbuhkan kesan baik. Otherwise, it’ll be a dead end for ourselves…

0 komentar:

Posting Komentar