Biasanya bikin workshop menulis
hanya sehari, bikin yang durasinya sampai tujuh hari terasa mayan berat pada
awalnya. Apalagi yang ini diselenggarakan pas bulan Ramadhan, pada sore hari
menyongsong waktu berbuka puasa ketika kondisi badan yang tengah berbuka berada
dalam keadaan menukik drastis—dan posisinya merangkap jadi panitia plus
seminator.
Tapi ternyata tujuh hari
Pesantren Menulis Rumah Media 2013 dari 15-21 Juli berlangsung menyenangkan.
Ujug-ujug sudah penutupan. Dan semangat panitia plus peserta memungkinkan
diadakannya lagi event serupa nanti setelah Idul Fitri. Bisa dibayangkan nanti
Rumah Media bakal makin ramai, karena diskusi rutin tiap Sabtu masih akan ada,
juga on air di radio, workshop terapi menulis, Pekan Film Korea, etc.
Seperti rencana semula, pesantren
yang seminggu menghadirkan tema beda-beda tiap hari, meliputi jurnalisme,
penerbitan buku, dan fiksi (flash fiction, cerpen, dan novel). Dengan
pendaftaran hanya Rp 15 ribu perhari, peserta boleh ikut full seminggu atau
memilih jadwal sesukanya. Masuk satu hari tok nggak papa. Khusus yang ikut
seminggu, ada diskon khusus Rp 25 ribu, jadi hanya perlu membayar Rp 75 ribu.
Peserta total ada delapan orang:
Surahmat (Rahmat Petuguran), Firman, Dila (Dyla Edel), Meirna, Ayu Faliha,
Sasty (Sastya Maharani), Bu Yekti, dan Izza Ainan. Rahmat, Firman, dan Dila
ikut full, tapi Rahmat malah cuman hadir satu hari tok pas Selasa. Peserta
tertua adalah Bu Yekti (66 tahun, dan ternyata mantan guru sejarah SMA Negeri 6
Semarang—gurunya Mas Handry TM!), sedang termuda adalah Izza (10 tahun).
Hari pertama yang hadir hanya 2
orang, Firman dan Dila. Agak kacau karena aku datang telat, baru nongol pukul
16 lewat karena naik bus othok-othok dari Magelang. Aulia nggak datang karena
sakit. Setelah dibuka Mas Anto Prabowo, aku langsung menjelaskan soal
pengenalan dunia penerbitan. Muncul juga NWU, kawan lama semasa di Tren, yang
meliput acara untuk Tabloid Inspirator
Untung ada Feby dan Asrida
Ulinnuha yang membantu menyiapkan menu berbuka puasa dan makan malam, sehingga
suasana selepas azan magrib menjadi meriah dan hiruk pikuk.
Hari Selasa agak rame, karena
Rahmat datang. Aulia juga sudah masuk, demikian juga Prima yang membawakan
materi tentang penerbitan indie. Setelah Prima selesai, Aul bercerita soal
asyiknya profesi sebagai penulis. Khusus hari kedua, aku istirahat dan cukup
menjadi moderator.
Rabu (17/7) adalah yang paling
sepi. Prima mendadak pulkam dan nggak bisa ikut lagi sampai selesai, Aul nggak
bisa datang karena DL di Tabloid Cempaka, sedang Ulin harus cabut buru-buru
selepas menata menu makan dan minum karena ada acara bukber sendiri. Untung ada
Latree Manohara yang jadi guest speaker soal flash fiction.
Maka acara berbuka dan
makan-makan pun sunyi senyap dan nggak rame seperti dua hari sebelumnya. Dan
yang lainnya langsung cabut seusai dinner. Aku pun sendirian di kantor LeSPI.
Malas ke mana-mana, aku internetan sepuasnya dan baru cabut sekitar pukul 21
setelah bosan sendiri.
Hari keempat, Kamis, mulai rame
lagi. Aku ngobrolin soal awalan menulis novel, sedang pada sesi kedua menjelang
azan magrib, Aul mempersilakan para peserta men-share karya masing-masing
terutama cerpen. Ada peserta baru pas Kamis, yaitu Bu Yekti, yang ikut telat
karena telat juga menerima informasi soal Pesantren Rumah Media. Sayang
sekali…!
Hari Jumat, selepas Jumatan, aku
turun dulu ke Mal Ciputra untuk menemui Kiki (kok malah jadi catatan harian?)
dan memberikan buku kumcer Ibu dalam Diriku seperti yang sudah kujanjikan.
Materi hari kelima sendiri adalah soal menyusun plot novel dan memperindah
cerpen, plus sharing tulisan para peserta.
Sabtu tanggal 20 Juli khusus
membahas dunia jurnalistik. Aul juga memperkenalkan teknik penulisan opini yang
baik dan benar. Ada wartawan lain yang datang, yaitu Femna dari Suara Remaja
Cyber, memang sengaja kuundang. Garnis juga ikut datang sebagai peninjau. Habis
pesantren, Aul dan aku ke studio Cakra Semarang TV untuk talk show Ruang Cinta.
Sayang nggak ketemu Dila yang habis bersiaran di Imelda FM.
Hari ketujuh agak spesial karena
penutupan. Berdasarkan rekues Sasty, hidangan makan malam adalah pasta. Materi
workshop sendiri juga materi penutupan, tentang caranya mengirim naskah novel
ke penerbit dan naskah cerpen ke redaksi media. Peserta yang hadir empat orang,
plus Dyah Moyo yang kuundang ikut bukber dan Latree. Namun pukul 16.30 Dila
harus cabut karena mau siaran, sebelum balik lagi pukul 7 malam.
Setelah berbuka dan makan-makan
(aku mengambil spaghetti sejumput dan langsung kenyang), pesantren resmi
ditutup oleh Mas Anto. Pesantren Menulis Rumah Media pun berakhir. Habis
ngobrol, semua cabut pulang satu-satu, kecuali Mas Anto, Aulia, Dila, dan aku.
Pas mau pulang, malah hujan turun merinai membadai. Terpaksa nongkrong dulu
menunggu hujan reda.
Selama berlangsung seminggu, pesantren
memunculkan satu hal, yaitu semangat. Panitia dan peserta sama-sama penuh
spirit. Bu Yekti yang sudah berusia kepala enam sungguh bisa jadi contoh.
Banyak yang nggak jadi ikut pesantren karena “jauh” (dari kediaman
masing-masing ke Srondol).
Aku pikir Bu Yekti sudah amat
jauh mengalahkan istilah “jauh” itu. Tiap hari ia datang sendirian, nggak ada
yang antar, sehingga berangkat naik taksi (pulangnya kadang bareng sama Ulin
yang searah). Dan tak ada batasan usia untuk terus belajar, karena Colonel
Sanders pun memulai bisnis franchise KFC pada umur 65 tahun. Menghadapi
contoh-contoh yang seperti ini, aku tahu-tahu jadi merasa bego dan culun
banget, haha…!
Anyway, thanks buat yang sudah
ikut sibuk meramaikan pesantren. Feby, Ulin, Mas Anto, para narsum, para
peserta, para peninjau, dan NWU serta Femna yang ikut datang meliput. Tali
silaturahim nggak boleh terputus, karena masih akan ada banyak kegiatan Rumah
Media LeSPI sesudah liburan Idul Fitri nanti.
Dan jangan lupa nonton Ruang
Cinta tiap Sabtu pukul 21.30 WIB bersama para presenter, Zefa & Deansa…
0 komentar:
Posting Komentar