Judul: Rahasia Meede: Misteri Harta Karun VOC
Pengarang: ES Ito
Penerbit: Hikmah, Jakarta
Tebal: 671 halaman
Genre: Thriller/action/mystery
Cetakan: Ke-3 (April 2008)
My Grade: A
Saat masih kecil dulu, aku benci film dan sastra Indonesia karena isinya cuman melodrama dan cinta-cintaan tok. Kapan akan ada cerita misteri, detektif, spionase, superhero, dan terutama science-fiction? Karya fiksi Tanah Air hanya identik dengan roman. Tak bisa beranjak lebih dari itu. Dan ternyata harus menunggu sampai 25 tahun lebih sebelum kebiasaan itu mulai berubah oleh novel-novel seperti Rahasia Meede: Misteri Harta Karun VOC.
Cukup hanya dari temanya yang “menyempal”, aku sudah langsung ngefans sama ES Ito, bahkan juga ketika novel debutnya, Negara Kelima, masih ngambang kayak novel-novel teenlit bikinan anak-anak SMP. Namun dalam Rahasia Meede, Ito menebus total semua yang ia masih belum punya dalam Negara Kelima.
Rahasia Meede dibuka dengan Prolog yang mengagetkan, karena berlokasi di Den Haag, Belanda, pada bulan November 1949, saat berlangsung Ronde Tofel Conferentie alias Konferensi Meja Bundar (KMB) yang menghasilkan pengakuan (penyerahan) kedaulatan RI sebulan kemudian.
Dengan tokoh-tokoh nyata seperti Bung Hatta dan Sumitro Djojohadikusumo, cerita bergulir soal kelicikan Belanda yang mensyaratkan bahwa utang Pemerintah Kolonial Hindia Belanda sebesar $ 1,13 miliar (Rp 10,17 triliun!) menjadi tanggungan RI, bukan lagi Belanda.
Kekacauan soal persyaratan itu berakhir dengan pengungkapan fakta rahasia bahwa RI memiliki harta karun tersembunyi yang sanggup membayar lunas utang sebesar itu. Harta karun itulah yang kemudian dilacak dan diperebutkan banyak orang. Agen intel bersandi Lalat Merah, tokoh pembangkang bernama Kalek, dan mahasiswi Belanda bernama Cathleen Zwinckel menjadi pion-pion yang malang dalam kemelut permainan catur berbahaya yang bersumber pada harta karun peninggalan VOC tersebut.
Sebagaimana novel thriller sejenisnya seperti The Da Vinci Code dan The Dante Club, Rahasia Meede juga berkubang dalam gelontoran fakta-fakta sejarah serta aneka macam data yang luar biasa detail yang membuat kita berasa lagi kayak ikut tur menjelajahi museum sambil menenteng seluruh jilid semua judul ensiklopedia yang pernah dilahirkan umat manusia.
Namun yang membuat Rahasia Meede istimewa bukan itu. Tanpa mengecilkan arti riset Ito, kalau cuman riset, semua orang bisa melakukannya. Menghemat ongkos untuk tiket pesawat dan hotel, cukup dengan membuka Wikipedia atau About.Com aja kita udah bisa menggali info soal apa saja yang mau kita tahu.
Yang membuatnya spesial adalah kehebatan “ilmu silat” Ito untuk meramu semuanya sehingga membuat kita terperangah saat membacanya. Believable. Itu kata kuncinya! Saat membaca Negara Kelima, informasi sepenting suku Minang keturunan Alexander Agung meluncur hambar dan sama sekali nggak menggugahku—apalagi karena dari dulu aku udah kenyang baca novel-novel thriller.
Tapi dalam Rahasia Meede, info remeh temeh seperti Jasminum sambac, Jasminum rex, atau Jasminum officinale yang ditanam Guru Uban pun menjadi amat berarti dan membikinku tersenyum spontan. Jika Ito adalah pendekar silat, dia sudah mencapai taraf kesempurnaan dalam penguasaan “tenaga dalam”-nya.
Cara dia bertutur, mengatur kalimat, meletakkan kata, dan mengarahkan dialog, sudah sampai pada taraf memengaruhi, dan bukan lagi sekadar meletakkan daftar data dan fakta. Teknik jurus thriller-nya juga jempolan, karena dia memotong tiap bab dan subbab dengan cliffhanger yang membuat Rahasia Meede menjadi, seperti istilah orang Amrik, page turner (artinya, pembaca terdorong untuk buru-buru membuka halaman berikut karena penasaran).
Sudah begitu, tiap bab menceritakan subplot yang berbeda-beda, sehingga cerita tentang tokoh A yang ada di bab 10 baru akan dilanjut pada bab 13. Bab 11 berisi cerita tokoh B, bab 12 tentang tokoh C, dan begitu seterusnya, sehingga kita bener-bener dibikin nggak bisa berhenti untuk terus mengejar kelanjutan ceritanya.
Dan yang membuatku makin terkesan adalah, cara Ito meledakkan konflik, terutama lewat pertentangan dan dialog antartokoh, baik kawan maupun lawan, mengingatkanku pada Senopati Pamungkas-nya Arswendo Atmowiloto. Lalat Merah, Kalek, Cathleen, Darmoko, Huygens, dan Melati Putih pun tahu-tahu menjelma menjadi seperti tokoh-tokoh paling bengis dan telengas dari dunia persilatan di benakku. Masing-masing memiliki jurus penghancur, dendam, masa lalu, teka-teki, dan tercebur ke dalam dunia bengis tempat kemenangan dan kekalahan adalah pertaruhan nyawa.
Kalau ada kekurangan, subjudulnya amat annoying. Kayaknya frase “Misteri Rahasia Harta Karun VOC” di belakang judul bukan berasal dari benak si pengarang, melainkan penerbit (biar calon pembeli mudeng dan lantas tergoda untuk beli!). Judul “Rahasia Meede” tok akan jauh lebih sexy, soalnya novel Dan Brown pun nggak keluar dengan judul The Da Vinci Code: The Secret Behind All Those Masterpiece by the Great Italian Genius, kan?
Dan, seperti biasa, amat menggelikan membaca rombongan testimonialnya yang berasal dari tokoh-tokoh penting kayak Indra J Piliang, Budiman Sudjatmiko, Effendi Ghazali, M Fadjroel Rachman, atau Harry A Poeze. Rahasia Meede novel sejarah? Well, mungkin Sphere-nya Michael Crichton juga harus kita sebut novel biologi dan The Five People You Meet in Heaven-nya Mitch Albom sebagai novel alam barzah! ES Ito adalah Pramoedya Ananta Toer muda? Sebagus apapun novel yang aku bisa bikin, aku pasti hanya bisa ngakak kalo ada yang bilang Wiwien Wintarto adalah F Scott Fitzgerald muda dalam fase seawal ini! Novel Ito baru dua kaleeeee…!!
Apapun komen mereka, Rahasia Meede adalah—sebagaimana 5cm-nya Donny Dhirgantoro—sebuah novel yang spesial karena berpengaruh dan membawa banyak hal baru. Dan meminjam komentar Simon Cowell pada David Archuleta, “It did not beat the competition. It crushed the competition!”
Absolutely two thumbs up!
Pengarang: ES Ito
Penerbit: Hikmah, Jakarta
Tebal: 671 halaman
Genre: Thriller/action/mystery
Cetakan: Ke-3 (April 2008)
My Grade: A
Saat masih kecil dulu, aku benci film dan sastra Indonesia karena isinya cuman melodrama dan cinta-cintaan tok. Kapan akan ada cerita misteri, detektif, spionase, superhero, dan terutama science-fiction? Karya fiksi Tanah Air hanya identik dengan roman. Tak bisa beranjak lebih dari itu. Dan ternyata harus menunggu sampai 25 tahun lebih sebelum kebiasaan itu mulai berubah oleh novel-novel seperti Rahasia Meede: Misteri Harta Karun VOC.
Cukup hanya dari temanya yang “menyempal”, aku sudah langsung ngefans sama ES Ito, bahkan juga ketika novel debutnya, Negara Kelima, masih ngambang kayak novel-novel teenlit bikinan anak-anak SMP. Namun dalam Rahasia Meede, Ito menebus total semua yang ia masih belum punya dalam Negara Kelima.
Rahasia Meede dibuka dengan Prolog yang mengagetkan, karena berlokasi di Den Haag, Belanda, pada bulan November 1949, saat berlangsung Ronde Tofel Conferentie alias Konferensi Meja Bundar (KMB) yang menghasilkan pengakuan (penyerahan) kedaulatan RI sebulan kemudian.
Dengan tokoh-tokoh nyata seperti Bung Hatta dan Sumitro Djojohadikusumo, cerita bergulir soal kelicikan Belanda yang mensyaratkan bahwa utang Pemerintah Kolonial Hindia Belanda sebesar $ 1,13 miliar (Rp 10,17 triliun!) menjadi tanggungan RI, bukan lagi Belanda.
Kekacauan soal persyaratan itu berakhir dengan pengungkapan fakta rahasia bahwa RI memiliki harta karun tersembunyi yang sanggup membayar lunas utang sebesar itu. Harta karun itulah yang kemudian dilacak dan diperebutkan banyak orang. Agen intel bersandi Lalat Merah, tokoh pembangkang bernama Kalek, dan mahasiswi Belanda bernama Cathleen Zwinckel menjadi pion-pion yang malang dalam kemelut permainan catur berbahaya yang bersumber pada harta karun peninggalan VOC tersebut.
Sebagaimana novel thriller sejenisnya seperti The Da Vinci Code dan The Dante Club, Rahasia Meede juga berkubang dalam gelontoran fakta-fakta sejarah serta aneka macam data yang luar biasa detail yang membuat kita berasa lagi kayak ikut tur menjelajahi museum sambil menenteng seluruh jilid semua judul ensiklopedia yang pernah dilahirkan umat manusia.
Namun yang membuat Rahasia Meede istimewa bukan itu. Tanpa mengecilkan arti riset Ito, kalau cuman riset, semua orang bisa melakukannya. Menghemat ongkos untuk tiket pesawat dan hotel, cukup dengan membuka Wikipedia atau About.Com aja kita udah bisa menggali info soal apa saja yang mau kita tahu.
Yang membuatnya spesial adalah kehebatan “ilmu silat” Ito untuk meramu semuanya sehingga membuat kita terperangah saat membacanya. Believable. Itu kata kuncinya! Saat membaca Negara Kelima, informasi sepenting suku Minang keturunan Alexander Agung meluncur hambar dan sama sekali nggak menggugahku—apalagi karena dari dulu aku udah kenyang baca novel-novel thriller.
Tapi dalam Rahasia Meede, info remeh temeh seperti Jasminum sambac, Jasminum rex, atau Jasminum officinale yang ditanam Guru Uban pun menjadi amat berarti dan membikinku tersenyum spontan. Jika Ito adalah pendekar silat, dia sudah mencapai taraf kesempurnaan dalam penguasaan “tenaga dalam”-nya.
Cara dia bertutur, mengatur kalimat, meletakkan kata, dan mengarahkan dialog, sudah sampai pada taraf memengaruhi, dan bukan lagi sekadar meletakkan daftar data dan fakta. Teknik jurus thriller-nya juga jempolan, karena dia memotong tiap bab dan subbab dengan cliffhanger yang membuat Rahasia Meede menjadi, seperti istilah orang Amrik, page turner (artinya, pembaca terdorong untuk buru-buru membuka halaman berikut karena penasaran).
Sudah begitu, tiap bab menceritakan subplot yang berbeda-beda, sehingga cerita tentang tokoh A yang ada di bab 10 baru akan dilanjut pada bab 13. Bab 11 berisi cerita tokoh B, bab 12 tentang tokoh C, dan begitu seterusnya, sehingga kita bener-bener dibikin nggak bisa berhenti untuk terus mengejar kelanjutan ceritanya.
Dan yang membuatku makin terkesan adalah, cara Ito meledakkan konflik, terutama lewat pertentangan dan dialog antartokoh, baik kawan maupun lawan, mengingatkanku pada Senopati Pamungkas-nya Arswendo Atmowiloto. Lalat Merah, Kalek, Cathleen, Darmoko, Huygens, dan Melati Putih pun tahu-tahu menjelma menjadi seperti tokoh-tokoh paling bengis dan telengas dari dunia persilatan di benakku. Masing-masing memiliki jurus penghancur, dendam, masa lalu, teka-teki, dan tercebur ke dalam dunia bengis tempat kemenangan dan kekalahan adalah pertaruhan nyawa.
Kalau ada kekurangan, subjudulnya amat annoying. Kayaknya frase “Misteri Rahasia Harta Karun VOC” di belakang judul bukan berasal dari benak si pengarang, melainkan penerbit (biar calon pembeli mudeng dan lantas tergoda untuk beli!). Judul “Rahasia Meede” tok akan jauh lebih sexy, soalnya novel Dan Brown pun nggak keluar dengan judul The Da Vinci Code: The Secret Behind All Those Masterpiece by the Great Italian Genius, kan?
Dan, seperti biasa, amat menggelikan membaca rombongan testimonialnya yang berasal dari tokoh-tokoh penting kayak Indra J Piliang, Budiman Sudjatmiko, Effendi Ghazali, M Fadjroel Rachman, atau Harry A Poeze. Rahasia Meede novel sejarah? Well, mungkin Sphere-nya Michael Crichton juga harus kita sebut novel biologi dan The Five People You Meet in Heaven-nya Mitch Albom sebagai novel alam barzah! ES Ito adalah Pramoedya Ananta Toer muda? Sebagus apapun novel yang aku bisa bikin, aku pasti hanya bisa ngakak kalo ada yang bilang Wiwien Wintarto adalah F Scott Fitzgerald muda dalam fase seawal ini! Novel Ito baru dua kaleeeee…!!
Apapun komen mereka, Rahasia Meede adalah—sebagaimana 5cm-nya Donny Dhirgantoro—sebuah novel yang spesial karena berpengaruh dan membawa banyak hal baru. Dan meminjam komentar Simon Cowell pada David Archuleta, “It did not beat the competition. It crushed the competition!”
Absolutely two thumbs up!
0 komentar:
Posting Komentar