scribo ergo sum

Kamis, 20 Maret 2008

Ayat-ayat Cinta: "Titanic" (?)

23:19 Posted by wiwien wintarto 8 comments

Akhirnya, setelah penasaran menyaksikan kehebohannya yang demikian luar biasa, aku bisa nonton film Ayat-ayat Cinta. Sehabis bareng Okta nongol sebentar (cuma untuk ikut makan siang!) di acara Kongres Geng Kantin Banget di kantor Suara Merdeka hari Kamis 20 Maret 2008 kemaren, aku nonton pemutarannya yang pukul 14.30 WIB di E-Plaza, Simpanglima, Semarang.
Dan hasilnya adalah sebuah antiklimaks. Dengan kegemparan luar biasa yang menyertainya (disebut-sebut bahwa A2C adalah “Titanic”-nya perfilman Indonesia!), film besutan Hanung Bramantyo yang diadaptasi dari novel sukses berjudul sama karangan Habiburahman El Shirazy sukses membikin keningku berkerut.

Yang pertama kali kukeluhkan pada Okta seusai nonton adalah, “Pilem itu tadi maksudnya apa!?”. Cuma cerita melodrama biasa tentang seorang hero yang digebet banyak cewek dan akhirnya menikah dan akhirnya bikin salah satu ceweknya stres dan ia dituduh memperkosa dan menikah lagi dan akhirnya kehilangan salah satu isterinya… tammat.
Aku nggak nangkep moral of the story-nya apa. Saat nonton Little Black Book dan mendengar narasi di awal ceritanya, aku tahu temanya tentang seseorang yang berubah setelah mengalami episode paling chaotic dalam hidupnya. Dalam A2C sempat ada satu ungkapan penting yang dilontarkan lewat tokoh Maria Girgis, yaitu “Baru aku tahu keinginan untuk memiliki dan cinta sejati itu tidaklah sama”, sayang ini nggak “diberitahukan” sejak awal sehingga nggak menjadi benang merah keseluruhan cerita.
Akibatnya, sepanjang durasinya, A2C pun hanya sekadar rentetan event demi event (yang dramatis—atau diupayakan sedramatis mungkin!) tanpa kaitan tema global sedikitpun. Bandingkan dengan tema “berjuang antara hidup dan mati agar bisa sekolah” yang hadir gamblang dan konstan dalam Denias: Senandung di Atas Awan sehingga film satu itu masih bertengger menjadi film Indonesia favoritku sampai sekarang.
Masalah kedua adalah konsistensi. Apa maksudnya orang-orang Mesir bicara bahasa Arab sekelebatan dan habis itu asyik cas-cis-cus dalam Bahasa Indonesia? Apa di Kairo sudah banyak dibuka kursusan Bahasa Indonesia? Pas adegan Maria kangen pada Fahri sambil memeluk botol jus orange dan didekati mamanya yang diperankan Marini dan mereka lantas ngobrol, Okta nyeletuk heran, “Lhoh, mereka orang Mesir apa Indonesia? Kok ngomongnya pakai Bahasa Indonesia?”
Sambil memijit dahi kecapekan secara batiniah, aku menyahut, “Mungkin mereka baru aja selesai ambil kursus Bahasa Indonesia setingkat TOEFL…!”
I mean, be consistent! Semua orang Mesir bicara full dalam Bahasa Indonesia sebagaimana Anthony Quinn dan para orang Arab yang bicara bahasa Inggris dalam film The Message atau Idris Elba, Don Cheadle, dan orang-orang Rwanda yang bicara bahasa Inggris dalam Sometimes in April dan Hotel Rwanda.
Opsi lain, buat semua tokoh berbicara dalam bahasa lokal setempat sebagaimana tokoh-tokoh dalam The Passion of the Christ yang bicara dalam bahasa Aramaic kuno seperti kenyataan pada abad ke-1 Masehi saat Yesus disalib, kecuali tentu saja saat orang Indonesia kumpul sesama mereka atau saat Fahri ngobrol Inggris dengan si cewek Amerika.
Kondisi yang serba tanggung dan setengah-setengah itu membuat A2C kehilangan efek realismenya. Kalimat-kalimat percakapan bahasa Arab itu pun akhirnya terasa nggak lebih sekadar gegayaan biar keliatan kalo setting-nya bukan di Jakarta.
Dan masalah terakhir adalah, seperti biasa, gagap dalam soal detail teknis. Aku nggak tahu ini sejak dari novelnya (karena belum baca) atau hanya di tingkat screenplay, tapi aku mangkel melihat konfrontasi perkara pengadilan soal tuduhan pemerkosaan Fahri terhadap Noura yang hanya berada pada level tuduhan “Kamu memperkosa!” dan cuman dibalas dengan rengekan “Itu fitnah! Itu fitnah!”
Pemerkosaan dan tindak kejahatan apapun adalah soal identifikasi. Pelapor, saksi korban, dan jaksa mengumpulkan bukti-bukti dan kesaksian untuk membuktikan bahwa pelakunya emang Fahri. Sementara pengacara pembela mengumpulkan bukti dan kesaksian untuk membuktikan bahwa pelaku tindak kejahatan itu bukan Fahri.
Seandainya pengacara gagal membuktikan bahwa bukan Fahri pelakunya, pembelaan berikutnya pasti diarahkan pada fakta bahwa apa yang terjadi bukanlah merupakan pemaksaan, melainkan berdasarkan suka sama suka. Selain itu, seorang pengacara pasti mencari kemungkinan untuk membuktikan bahwa saksi korban (dalam hal ini Noura) ditekan untuk memberikan sumpah palsu.
Dan kalo Kang Abik atau Hanung pernah nonton CSI, tes DNA dilakukan tidak dengan mencari kesamaan DNA tertuduh dengan DNA janin bayi dalam kandungan saksi korban, melainkan lewat ceceran sperma, rambut, atau jaringan epitel milik pelaku yang tertinggal di sekitar kemaluan korban.
That’s why “prosedur” standar yang seharusnya dilakukan korban pemerkosaan sebelum lapor polisi adalah jangan pernah mandi dan mencuci bagian kemaluan, karena itu bisa menghilangkan jejak-jejak bukti yang amat bisa dipakai untuk memenjarakan pelaku dengan amat mudah (ini aku tahu dari film atau serial TV Hollywood yang selalu amat detail dalam persoalan teknis!).
Sayang reaksi alami seorang wanita yang baru menjadi korban tindak pemerkosaan adalah merasa kotor dan ternoda. Habis itu, nyaris secara refleks mereka akan mandi. So, pembuktian dan identifikasinya nggak bisa lagi dengan semudah mencari sidik jari atau tes DNA.
Yang mengherankan, apakah dalam sistem hukum Mesir emang diperlukan izin dari pengadilan untuk permintaan tes DNA dari pihak pembela? Tidakkah tes DNA merupakan metode pembuktian standar yang dilakukan tidak di tingkat pengadilan, namun di tingkat penyidikan polisi (dalam hal ini lab forensik) sebelum polisi berani melimpahkan kasus tersebut ke kejaksaan? Mungkin Kang Abik yang pernah kuliah di Mesir bisa ngasih penjelasan soal ini.
Dan dasar Fahri emang hero yang beruntung. Satu-satunya cell mate yang ia dapat di tahanan polisi pun ternyata merupakan gabungan dari Didi Petet, Andre Wongso, dan Ustad Jefri—mampu memberikan pencerahan agamis dan gemblengan motivasi secara teatrikal!
Satu hal lagi yang menggangguku adalah pola pikir yang masih mengidentikkan pencapaian efek dramatik dengan kematian. Aku pernah nonton film Homeward Bound: The Incredible Journey yang terasa jauh lebih dramatik daripada A2C tapi semua karakternya masih selamat hingga ending title—itupun tokoh-tokohnya yang bernama Chance, Sassy, dan Shadow bukanlah manusia, melainkan dua ekor anjing dan seekor kucing!
Jadi, kalaupun A2C besutan Hanung hendak dibandingkan dengan Titanic, mungkin yang sama adalah cara tenggelamnya—dan waktunya yang demikian cepat!

8 komentar:

  1. betul..betul sekalii mas...!!!
    jalan ceritanya sux...
    film impian para kaum lelaki banget
    yang saya sukai dari film A2C cuman yang jadi pemeran maria & aisa ajah :d

    BalasHapus
  2. ya. aku bilang ke okta, ini pengarangnya narsis, hehe...
    carissa puteri was amazing. rianti cartwright terlihat jauh lebih cuanteeek daripada di MTV

    BalasHapus
  3. makanya sy bilang 10.000BC sux krn pake bhs inggris
    nyambung gak yah?!? :P

    BalasHapus
  4. ceritanya...impian pria banget,....!!!
    andai aku jadi pemeran utamanya....beh....beruntung sekali daku...!!!!

    BalasHapus
  5. heh! makanya klo liat ojo skip2, ojo diliat yg enak2nya aja. cermati duoonk.. disitu juga disampaikan kebingungan beristri dua, dan aisya pun yg dalam penggambarannya sebagai wanita sholehah tetep aja masih ga bisa nerima suaminya beristri dua. intine... ojo poligami, even dapat restu sekalipun, itu tetep akan menyakitkan tauukkk!!!!
    mas wien, lha njuk kok endingnge malah pemerkosaan??? simong meh digawe ngono po piye?
    endi simon??

    *lg pms

    BalasHapus
  6. Slamet, slamet, aku gak tergoda untuk nonton meski yang ngajak berjibun. Slamet, slamet.... Mendingan nonton Jalan Sesama...

    BalasHapus
  7. untung saya jg blom nonton, abis gembar-gembor heboh bgt tuh film! hehe mending ntn film2 di Star World, lebih cerdas dan berisi.

    BalasHapus
  8. adi: mereka pasti juga udah ikut tes TOEFL

    escoret: kudoakan semoga ada yg bikin pilm kayak a2c dg tokoh utama escoret bin kamtib dan dioyak2 semua apel loenpia

    wie: aku ora sekip2 yo. cuman aku wis ra iso digawe sedih pilem2 melodrama sing penuh tetangisan koyo ngene iki. makane bagian liya2ne ra takkomentari. soal poligami ra urus aku. kuwi gaweyane wong ra nduwe gaweyan. lha wong dadi jomblo wae susyahe rak karuwan opo meneh beristri dua...
    sing merkosa sopo? simon?

    bm: jalan sesama mainnya jam brapa? jangan lupa jumat tgl 28 harus nyeleksi pemain pilem. ngko nek pilem-e dhewe genten dikritik wong liyo berarti yo karmaku, hihi...!

    raka: berteman dg star world juga ya? aku lagi nyelesein heroes season 2, bionic woman, dan nonton are you smarter than a 5th grader?

    BalasHapus