scribo ergo sum

Rabu, 28 Februari 2007

Soccer & Thriller

11:27 Posted by wiwien wintarto 6 comments
Menanggapi artikel blog-ku TVRI is the Best!, temanku si Om Daktur Kantin Banget ngasih comment bahwa sekarang hiburannya di TV udah bukan lagi sinetron atau infotainment, melainkan hanya siaran bal-balan (sepakbola) tok. Satu-satunya programa TV yang dia tonton cuman bola, nggak ada yang lain.
Dengan daya tarik dan daya pikat yang begitu besar, siaran bola buatnya udah nggak lagi menjadi tontonan olah raga, tapi udah menjadi tontonan hiburan—sama kayak kalo kita nonton film, videoklip, atau dagelan. Buatku, yang udah sejak kecil mencermati tontonan bola, siaran langsung soccer bahkan udah kutempatkan menjadi sebuah cerita panjang musiman mirip film seri Amerika yang penuh intrik, skandal, suspense, dan thriller yang serba mencekam dan penuh ketegangan.

Aku sudah sejak tahun 1991 mengikuti secara rutin jalannya “film seri” alias “cerita bersambung” Liga Inggris sejak EPL resmi berdiri musim 1991/92 untuk menggantikan Football League Division One yang terlebih dulu ada. Aku pun nggak hanya nonton siaran-siaran langsungnya tok, namun juga semua kejadian yang terjadi di dalamnya.
Aku mencermati sosok-sosok para pemain, baik yang bintang maupun yang enggak; kiprah para manajer; juga sejarah pertemuan-pertemuan beberapa klub tertentu; sejarah dan background tiap klub yang terlibat di EPL; dan bahkan sosok para wasitnya.
Karena aku mengamati segala sisi, aku tahu apa saja yang ada di EPL. So, tiap kali nonton satu pertandingan, aku udah punya gambaran komplet mengenai semua elemen pertandingan itu. Setiap game pun menjadi sebuah cerita pendek yang seru dan menghebohkan buatku, bahkan seandainya yang bertarung cuman klub penghuni papan bawah EPL.
Ambil contoh pertarungan Charlton Athletic vs West Ham United di stadion The Valley, London, Sabtu 24 Februari 2007 lalu. Pertandingan itu menarik karena ada swap (“pertukaran”) para manajer kedua belah pihak. Manajer Charlton Alan Pardew adalah mantan manajer West Ham, sedang manajer West Ham Alan Curbishley adalah mantan manajer Charlton.
Pardew dipecat beberapa bulan lalu karena West Ham kalahan dan terperosok di peringkat 19. Pemilik baru West Ham yang jutawan asal Islandia, Eggert Magnusson, nggak puas atas prestasi Pardew, mengingat West Ham saat ini memiliki pemain bintang sekaliber Carlos Tevez.
Curbishley sendiri adalah manajer Charlton selama hampir 20 tahun. Ia membawa The Addicks—demikian Charlton dijuluki—dari klub gurem yang berlaga di divisi bawah menjadi klub kuat yang bisa bertarung di EPL. Curb pensiun atas kehendak sendiri pada akhir musim 2005/06 lalu karena ingin mencari tantangan baru di luar Charlton.
Memasuki musim 2006/07, The Addicks mendapatkan manajer baru, yakni Iain Dowie, mantan pemain Crystal Palace era 1990-an. Karena prestasinya jeblok, Dowie dipecat dan digantikan asisten manajer Les Reed. Nah, begitu Pardew terbuang dari The Hammers—ini nickname West Ham—Charlton langsung menggaetnya jadi manajer. Lucunya, pada saat yang bersamaan, Curb yang tengah nganggur langsung direkrut Magnusson menjadi manajer baru West Ham.
Sejak penunjukan kedua manajer itu, aku pun menunggu-nunggu partai Charlton vs West Ham karena pasti bakal sentimentil, komedik, dan penuh nuansa dendam. Pardew ingin menuntut balas pemecatannya dari West Ham dulu. Curb akan kembali ke The Valley, “rumah”-nya yang penuh memori selama belasan tahun, namun sebagai lawan. Dan baik Pardew maupun Curb akan bereuni kembali dengan mantan anak-anak asuh masing-masing.
Aku beruntung bisa nonton siaran langsungnya yang disiarkan di ESPN lewat Astro, sedang Trans7 pada saat itu menayangkan pertandingan lain, yaitu Liverpool vs Sheffield United di Anfield, yang berlangsung bersamaan. Hasilnya adalah, Pardew sukses membalas dendam setelah Charlton menghabisi West Ham 4-0 lewat gol-gol Darren Ambrose, Darren Bent, dan dua gol Jerome Thomas.
Terlihat di layar ekspresi puas Pardew dan ekspresi nggonduk Magnusson. Ending-nya menarik banget bila kita ingat lagi apa motivasi Magnusson membeli West Ham. Ia mengucurkan duit puluhan juta poundsterling untuk meniru jejak Roman Abramovich yang sukses membesarkan Chelsea.
Sayang bukannya makin berkibar setelah mendapat suntikan dana baru, kini West Ham malah hampir pasti terdegradasi ke Championship Division, dan orang yang menjadi salah satu penyebab itu semua justru adalah tokoh yang baru saja ia pecat!
Dengan cerita-cerita dan bekgron-bekgron seperti itu, EPL pun menjadi lebih dari sekadar hiburan buatku. Nilai plusnya adalah, semua terjadi secara real time dan langsung, tiap aksi laga berlangsung tanpa ada special effect dalam bentuk apapun, nggak ada skenario, nggak ada sutradara, dan nggak ada siapapun kecuali Tuhan yang tahu apa yang akan terjadi besok pagi.
Maka kisah EPL pun selalu penuh kejutan yang bikin semua orang terguncang, kayak pas Liverpool menaklukkan Barcelona di Liga Champions, saat Craig Bellamy memukul John Arne Riise pakai stik golf, dan terutama saat pemain-pemain bintang sekelas Carlos Tevez dan Javier Mascherano tahu-tahu digaet klub minor macam West Ham padahal sejak akhir Piala Dunia 2006, kedua pemain itu diperkirakan hanya bisa digaet oleh klub-klub raksasa macam MU, Chelsea, AC Milan, Real Madrid, atau Barcelona.
Satu “season” serial EPL berakhir pada bulan Mei, ketika juara Piala Liga, Piala FA, juara EPL, Piala UEFA, dan terutama Liga Champions udah ketahuan. Lalu “season” berikutnya akan dimulai lagi bulan Juni dengan cerita-cerita aktivitas klub mengincar pemain-pemain baru dalam transfer window musim panas, para pemain beralih dari klub untuk berkumpul membela timnas di event internasional, geliat klub-klub mengadakan partai uji coba menjelang musim baru, dan kiprah klub-klub medioker bertarung di Piala Intertoto untuk memperebutkan tiket-tiket ke Piala UEFA.
Konsekuensinya, karena aku hanya nonton “film seri” EPL, aku jarang dan bahkan hampir nggak pernah nonton Seri A, La Liga, dan Bundesliga. Aku nggak paham semua cerita dan bekgron klub-klub di ketiga liga itu. Paling yang aku tahu cuman Real Madrid, Barcelona, Inter Milan, AC Milan, dan Bayern Munchen.
Yang jelas, sepakbola adalah satu bentuk hiburan yang menakjubkan. Orang-orang yang nggak suka bola termasuk golongan yang merugi, karena mereka melewatkan semua keseruan ini. Nonton bola nggak cuman melotot nunggu terjadinya gol, tapi jauh lebih kompleks dan fun dari itu.
Kalau Anda bisa menikmati tontonan bola seperti metode yang aku pakai, yakin deh hidup pasti akan jadi lebih menghibur. Di situ nggak ada tokoh ibu tiri jahat, mertua gila, anak tiri yang tersia-sia, cewek hamil di luar nikah, atau tokoh rentenir yang mati ditabrak kapal tanker dan jenazahnya terbakar di dalam kuburan!

6 komentar:

  1. Gak ngerti mo komen apa tp nekat pengen komen.
    Gw terakhir nonton bola zaman Eric Cantona masih main di MU.
    Eh... beneran di MU ya?

    Sabtu besok di Smg aja, Pak?
    Mo mudik...

    BalasHapus
  2. Yang jelas, sepakbola adalah satu bentuk hiburan yang menakjubkan.
    >> butul..

    Orang-orang yang nggak suka bola termasuk golongan yang merugi, karena mereka melewatkan semua keseruan ini.
    >> butul..

    Nonton bola nggak cuman melotot nunggu terjadinya gol, tapi jauh lebih kompleks dan fun dari itu.
    >> butul.. tapi lebih fun klo ada goal huhuhuhu..

    slm kenal :-)

    BalasHapus
  3. aku doyan nonton bal-balan terakhir pas kulya, taon 2002 pas piala dunia gitu,,abis itu udah gak ngikutin lagi,.,hiks padahal pas smu aku hapal banyak pemain liga inggris dan italia lowh sampe tak tulisi kecil2 di dusgrep ku,,hihihihihihihi

    BalasHapus
  4. dulu pas kuliah suka banget nonton bola sampe dijabanin begadang demi bola..langganan majalah bola sampe bertumpuk tumpuk sampe akhirnya bosen hihihi

    BalasHapus
  5. Betul EPL emang beda banget, saat penonton di negara lain di kandangin di EPL malah dibiarkan tanpa pagar, malah yang ada bukan penonton mukul pemain malah pemain yang mukul penonton...:)

    BalasHapus
  6. wah emang bener2, mas wiwin pengamat EPL sejati :d, sampek tau detail banget:) wah kalah pengalaman nih gue :)). wah mas gak bisa komen pake nama ama alamat blog :d soale gak punya account di bloger je, di setting ulang blogernya keliatannya bisa mas. jadi dari blog laen bisa komen jugak :d

    BalasHapus