(* out of *****)
Anda pernah menyaksikan Airplane, Naked Gun, dan Scary Movie yang semua disekuelkan karena sangat
laris? Jika ya, berarti Anda pernah menyimak sebuah judul film yang sepanjang
durasinya melulu berisi banyolan main-main. Namun meski hanya berisi banyolan,
judul-judul tersebut sebenarnya sangat serius sebagai sebuah karya sinema.
Semua memiliki kerangka struktur
yang jelas dan terancang dengan rapi. Karakterisasinya, plot ceritanya,
skenarionya, dan deretan banyolan yang ada di dalamnya dibangun dengan sangat
sistematis dan serius, sehingga efek kelucuan pun dapat digulirkan secara
maksimal kepada penonton.
Gotcha!, film terbaru garapan sutradara
Pingkan Utari (Me vs High Heels), mencoba meniru format tersebut.
Berangkat dengan resep warisan Aneka Ria Srimulat, di mana nuansa horor dimasak
dengan aroma komedi, Gotcha! dimaksudkan sebagai sebuah tontonan
misteri yang, selain mengundang jerit ngeri, juga mendatangkan tawa lepas.
karena muatan banyolan yang ada di dalamnya.
Nah, masalahnya, sebagaimana Scary Movie yang merupakan sesama film
horor-komedi, berhasilkan Gotcha! menjalankan misinya menjadi sebuah
karya sinema yang menyeramkan dan sekaligus menggelitik?
Hadir sebagai tokoh utama adalah
pelajar SMA Bonafid yang bernama Rangga (Arie K Untung). Dia digambarkan
sebagai remaja tengil yang gemar mengintip kegiatan gurunya di toilet dan
membuat kerajinan tangan berupa bola kenyal dari upil hidungnya! Rangga
dikisahkan naksir sahabatnya sendiri, Kayla (Kirana Larasati).
Kebiasaan iseng Rangga membawanya
ke gudang misterius di belakang kompleks sekolah yang sudah lima tahun
terbengkalai dan dikabarkan berhantu. Suatu malam ia nekat menyelinap ke sana
diikuti Kayla beserta tiga anggota geng mereka, yaitu Radit (Fikri Ramdhan),
Bogi (Herichan), dan Anno (Maya Septhia).
Di gudang tersebut mereka
akhirnya benar-benar bertemu dengan makhluk halus. Tak hanya satu, namun empat
sekaligus. Mereka adalah hantu tukang kebun bernama Indro (Hendrik Beta), hantu
pengurus kantin bernama Oneng (Mpok Ati), hantu satpam bernama Kusnadi (Indra
Brasco), dan hantu cantik bernama Luna (Stephanie).
Keberanian Rangga dkk memasuki
tempat wingit itu menyebabkan para hantu penghuninya terlepas bebas. Tanpa
kenal waktu, baik malam maupun siang, mereka mulai meneror kehidupan Rangga,
Radit, Bogi, Kayla, dan Anno sampai-sampai Radit merasa perlu membagikan
fotokopi buku Cara Jitu
Mengusir Hantu kepada
keempat temannya.
Belakangan terbongkar fakta bahwa
keempat hantu tersebut adalah para korban pembunuhan massal yang dilakukan oleh
pacar Luna. Awalnya mereka dikubur di dalam gudang, dan meski jenazah-jenazah
mereka telah ditemukan serta telah dimakamkan secara layak, arwah mereka masih
tetap gentayangan di tempat mereka terbunuh.
Kembali kepada persoalan film
yang meski berisi banyolan tapi digarap secara serius, Gotcha! sayang sekali "gagal dengan
gemilang" untuk menjadi film yang demikian. Penyebabnya, tak ada satupun
unsur keseriusan di dalamnya, sehingga keseluruhan film pun terasa seperti
sebuah banyolan tanpa guna bernilai miliaran rupiah!
Banyolan sudah dimulai sejak dari
alasan yang membawa Rangga cs memasuki gudang angker. Apa alasan mereka
memasuki tempat itu? Sama sekali tak ada, kecuali sekadar keisengan khas anak
muda. Keisengan jelas bukan trigger yang ampuh untuk memulai sebuah plot,
seberapapun remehnya plot tersebut.
Beri alasan yang kuat mengapa
Rangga harus masuk ke sana, baru kita bisa menganggap semua konsekuensi yang
mereka terima masuk akal dan wajar terjadi. Jika hanya sekadar keisengan, semua
akan tampak seperti main-main belaka, karena takkan pernah ada satupun manusia
di dunia ini yang sengaja memakai baju hijau pupus di pantai selatan Pulau Jawa
hanya karena iseng!
Banyolan kedua berada pada
karakterisasinya. Sebagian besar tokoh dalam Gotcha! tak bermanfaat karena tak memiliki
fungsi apapun dalam struktur plotnya. Selain keempat hantu, praktis hanya
Rangga, Kayla, dan pacar Kayla (Hessel Steven) saja yang benar-benar
fungsional.
Di luar itu, karakter-karakter
lain hanya sibuk berlarian dikejar hantu siang dan malam tanpa maksud dan dasar
yang jelas. Ada juga tokoh kepala sekolah dan Bu Guru Nunik (Dewi Astri) yang
diletakkan hanya dalam kaitan dengan lelucon Rangga soal tato dan anak kambing
namun juga tak mempunyai kedudukan pasti dalam keseluruhan alur cerita.
Dan bayangkan sebuah tempat yang
memicu kegemparan karena ditemukan empat mayat korban pembunuhan terkubur di
dalamnya. Adakah satu saja makhluk hidup berintelegensia di dunia ini yang
lantas menutup tempat itu, melarang siapapun masuk ke dalamnya, dan
membiarkannya mangkrak menjadi tempat berhantu?
Rasanya tak akan pernah ada. Jika
peristiwa tersebut terjadi di dunia nyata, Depdiknas pasti akan langsung
memerintahkan pengurus SMA Bonafid untuk membongkar atau mengalihfungsikan
bangunan itu, yang mana akan dengan seketika membuat keseluruhan rangkaian
cerita Gotcha! tak akan pernah eksis!
Namun lelucon terbesar film ini
berada pada proses kasting kedua bintang utamanya. Dapat wingit dari mana
sehingga Pingkan Utari “tega” mengkasting Arie dan Fikri (keduanya sama-sama
mantan VJ MTV Indonesia)
sebagai pelajar SMA? Apakah negara kita telah benar-benar kehabisan bibit aktor
baru berbakat?
Ketiga cast member lain, yaitu Kirana, Maya, dan
Herichan, masih memiliki tampang remaja. Tapi Arie dan Fikri sungguh-sungguh
menghadirkan efek yang sama dengan yang disuguhkan Paundrakarana saat bermain
sebagai Galih dalam Gita
Cinta dari SMA versi
sinetron: mirip mahasiswa pascasarjana yang tengah mengalami depresi mental
berkepanjangan sehingga berkeliaran ke mana-mana memakai seragam SMA!
Pada tahun 1985, sutradara Jeff
Kanew pernah menelurkan sebuah film remaja berjudul sama, yaitu Gotcha!. Dibintangi Anthony
Edwards dan Linda Fiorentino, film laga-misteri itu bertutur tentang sebuah
permainan bernama Gotcha!, di mana para mahasiswa saling memburu satu sama lain
dan “membunuh” semua lawan dengan senapan berpeluru cat (permainan serupa
kemudian dinamai paintball).
Kini, 21 tahun kemudian, seluruh cast dan crew film Gotcha! versi Indonesia pantas dimasukkan ke
dalam permainan tersebut sebagai sasaran buruan, tapi dengan peluru sungguhan!
(Dimuat di Suara Merdeka, Minggu 23 Juli 2006)
0 komentar:
Posting Komentar