Korea Selatan tengah bangkit
lagi. Setelah kira-kira empat tahun lalu Negeri Ginseng ini bersinar lewat
serial drama Endless Love dan kemudian Friends, kini mereka muncul
lagi lewat Dae Jang-geum atau yang di level Asia biasa disebut
dengan judul berbahasa Inggris, Jewel
in the Palace.
Di Indonesia, serial sinetron
bertema era klasik Korea ini bisa disimak lewat layar Indosiar. Sedang di negara
aslinya, 54 episode Jewel in
the Palace telah tuntas
ditayangkan dua tahun lalu di layar MBC.
Segera sesudah memukau Korea, penampilan menawan kisah ini membius pula pemirsa
di negara-negara Asia Timur, Asia Tenggara, dan bahkan “berani” melanglang
buana hingga Amerika Serikat.
Dae Jang-geum bertutur tentang kehidupan nyata
Seo Jang-geum (Lee Young-ae), tokoh sejarah Korea yang menjadi tabib wanita
pertama bangsa tersebut. Jang-geum hidup pada masa Dinasti Joseong ketika
ajaran Kong Hu Cu hanya memberi tempat yang amat terbatas bagi perempuan untuk
berdiri sama tinggi dengan kaum pria.
Jang-geum tumbuh dalam strata
masyarakat terbawah Korea. Ayahnya, Seo Cheon-su (Park Chan-hwan), adalah
seorang mantan pegawai istana yang terusir ke jalanan dan kemudian hidup
sebagai tukang daging. Sedang ibunya, Park Myeong-hee (Kim Hye-seon), dulunya
juga pegawai kerajaan. Ia terlempar dari istana gara-gara konspirasi busuk yang
dilancarkan Lady Choi (Gyeon Mi-ri).
Setelah kedua orang tuanya
meninggal saat ia masih bocah, Jang-geum diterima bekerja di istana sebagai
petugas dapur. Di sana, ia diterima dengan baik dan dididik oleh Lady Han (Yang
Mi-kyeong). Namun sebagaimana ibunya, Jang-geum akhirnya juga terusir setelah
ia ditendang oleh Lady Choi.
Dari pegawai istana, posisinya
melorot menjadi pelayan kantor pemerintah lokal di Pulau Jeju-do. Namun masa
pengasingannya itu justru membawa berkah yang luar biasa. Diam-diam ia belajar
ilmu pengobatan, sehingga lama-kelamaan reputasinya meroket sebagai dokter
wanita yang amat hebat di Jeju-do.
Ketika keahliannya terdengar
hingga istana, Jang-geum pun seringkali dipanggil untuk mengobati Raja Jungjong
(Ho Lim). Tak hanya itu, ia akhirnya kembali masuk istana dan menempati posisi
yang amat tinggi sebagai tabib resmi kerajaan. Sejak saat itu, Seo Jang-geum
memiliki nama harum sebagai wanita pertama yang menjadi ahli pengobatan bangsa
Korea.
Tentu kurang afdol bila satu
judul drama seri tak dibumbui dengan kisah cinta segitiga yang melankolis.
Karena kepintaran dan ketegarannya, Jang-geum mendapatkan simpati khusus Raja.
Sayang hatinya sudah tertambat pada Min Jung-ho (Ji Jin-hee) yang telah setia
mendampinginya dalam saat-saat yang berat dan sulit.
Saat tayang di Korea, Jewel in the Palace menggapai angka rating 47%, dengan
titik tertinggi mencapai 57,8%. Ini merupakan rekor tertinggi rating drama
televisi dalam sejarah dunia layar gelas negeri itu.
Setelah mengakhiri masa tayangnya
pada bulan Maret 2004, paras ayu Lee Young-ae membius pemirsa Taiwan mulai
bulan April 2004. Negeri yang pernah menggoyang Asia lewat serial Meteor Garden (2001) ini gantian diguncang oleh
kisah hidup Jang-geum.
Hasilnya, turis Taiwan datang
berbondong-bondong mengunjungi berbagai lokasi syuting Jewel in the Palace yang
sebagian besar juga merupakan situs sejarah, seperti Pulau Jeju-do, Istana
Suwon Hwaseong Haenggung, dan juga Istana Changdeokgung.
Bulan Januari hingga Mei 2005
lalu, giliran Hong Kong yang kena demam Jang-geum. Lewat layar TVB, Jewel in the Palace memecahkan rekor sebagai tayangan
televisi yang paling banyak ditonton. Menurut pengamatan berbagai analis media,
separuh dari 6,5 juta warga Hong Kong menyimak dengan tekun ke-54 episode kisah
ini.
Lalu faktor apa yang membuat
serial sinetron besutan sutradara Lee Byong-hoon dengan skenario dikerjakan Kim
Yeong-hyeon ini begitu fantastis dan fenomenal? Para pemirsa Asia menunjuk dua
unsur utama sebagai pemicu kelarisannya.
Pertama, rise and fame (kisah kebangkitan dan ketenaran) kaum
wanita dalam bingkai cerita sejarah terbilang amat jarang ditampilkan. Sebagian
besar serial drama Asia hanya berkutat pada kisah cinta dua insan namun tanpa
mengambil titik tolak “girl power” sebagai premis utamanya.
Dan kedua, sutradara Lee
benar-benar hendak menampilkan keindahan alam Korea Selatan semaksimal mungkin
lewat karyanya ini. Tiap kali ia mempunyai kesempatan untuk menghadirkan
pemandangan gunung atau kemegahan istana-istana kuno, Lee tak pernah membuang
percuma peluang-peluang ini.
Satu kelebihan lagi, Jewel in the Palace juga sangat “bersih dan sehat”. Sama
sekali tak ada seks, tak ada gambar-gambar vulgar, dan semua berakhir
sebagaimana mestinya dengan si jahat terpental dan si baik mendapatkan anugerah
tiada tara sebagai hasil kebaikan serta penderitaan mereka.
Maka kita di Indonesia pun patut
iri. Di sebuah negeri yang bertabur dengan begitu banyak pahlawan wanita
bernama harum sepanjang masa, hingga kini kita belum memiliki satupun “Jewel”
yang tak hanya sanggup menaklukkan Indonesia, namun juga Malaysia, Singapura,
Taiwan, Hong Kong, Jepang, Korea…
(Dimuat
di rubrik hiburan Suara Merdeka Edisi Minggu)
0 komentar:
Posting Komentar