Sejak saat itu aku jadi punya pembanding antara isi stasiun-stasiun TV kita dengan TV mancanegara. Dan yang terjadi adalah sesuatu yang sangat menyedihkan. Bener, itu bukan perbandingan yang sedap untuk dibicarakan. Suka atau nggak, diakui atau nggak, hampir 24 jam tayangan seluruh (kuulangi sekali lagi, SELURUH!) TV kita terasa kayak sebuah upaya pembodohan massal.
Dari pagi hingga pagi lagi, tak ada manfaat dan faedah apapun yang dihasilkan oleh TV-TV Indonesia. Tengok saja, berturut-turut kita akan bertemu infotainment gosip, talk show yang hanya berisi selebs guyonan satu sama lain, berita kriminal dengan gambar-gambar sadis, infotainment lagi, siaran langsung sepakbola yang justru berisi acara tawuran massal, lagi-lagi infotainment, siaran berita yang hanya berisi berita-berita buruk, sinetron Islami menyesatkan, dagelan siaran langsung dengan materi yang selalu menjurus porno, dan tengah malam ditutup dengan sinetron atau dokumenter tentang fenomena-fenomena seksualitas.
Acara-acara itu mungkin memang sangat menghibur. Mungkin sesuai dengan apa yang dimaui kebanyakan pemirsa kita yang rata-rata masih berpendidikan sekadarnya. Tapi jelas tak ada manfaat apapun yang bisa dipetik dari menyaksikan pocongan terbakar di kuburan, copet dipukuli sampai berdarah-darah, atau Indra Bekti dan Indy Barends memandu talk show sambil memakai pakaian berbentuk kalkulator dan papan tulis!
Dulu, ketika wawasan tontonanku belum berekspansi, semua itu terasa oke-oke aja dan no problem. Mungkin memang lagi musimnya semua TV mendadak dongok barengan. Tapi setelah kini aku berkesempatan menyaksikan content TV-TV luar, baru terasa betapa tertinggal dan bodohnya kita selama ini sebagai pemirsa.
Mereka nggak hanya cermat dan cerdas dalam memilih segmentasi program, tapi juga mampu membuat setiap program yang mereka tampilkan sanggup memberi manfaat yang jelas buat pemirsa. Lewati dululah nama-nama besar nan paten seperti CNN, BBC, Discovery Channel, NHK, National Geographic Channel, atau Animal Planet. Mereka sih sudah jelas TV-TV kelas tinggi dengan reputasi selangit. Banyak TV yang memajang urusan remeh temeh pun tampil dengan cara sajian yang menarik.
Discovery Travel & Living, misalnya. Stasiun ini menghadirkan segala jenis liputan dan dokumenter berkaitan dengan pariwisata, lingkungan, dan rumah. Ada tips-tips bepergian, tempat-tempat wisata paling eksotis di dunia, atau resep-resep masakan terlezat.
Kemudian ada juga E! Entertainment Television. Pada dasarnya, ini adalah stasiun TV khusus infotainment. Bedanya dari punya kita, E! nggak melulu hanya menyiarkan gosip dan sibuk membongkar-bongkar borok orang lain. Ada biografi para selebs tapi dengan ambilan sudut pandang yang positif dan optimistis, ada programa lucu-lucu tentang kesalahan dan kekeliruan konyol para seleb, dan ada pula wawancara spesial dengan kandungan obrolan yang dalam dan nggak sedangkal acara interviu kita yang terbiasa menanyakan “Apa perasaan Anda?” pada seleb yang baru saja menang atau mendapatkan award.
Bahkan kanal-kanal TV khusus anak-anak pun, seperti Disney Channel, Nickelodeon, Disney Playhouse, atau Cartoon Network, diisi dengan banyak film dan permainan-permainan bermanfaat macam Sesame Street atau Square One pada masa kecil kita dulu. Itu membuat anak-anak nggak hanya terhibur, namun juga belajar sambil bermain.
Seorang temanku bilang, tekstur global acara-acara TV Indonesia adalah hasil konspirasi pihak luar (biasanya yang jadi sasaran adalah AS dan Yahudi!) untuk menumpulkan kecerdasan intelektual bangsa kita. Temukan jenis-jenis acara apa saja yang disukai mayoritas pemirsa kita, dan sesudah itu, udarakan acara-acara tersebut dengan kemasan sebodoh mungkin.
Hasilnya adalah, 95% kanal TV kita penuh berisi dengan program-program “pilihan” itu—infotainment gosip, berita kriminal sadis, serta sinetron mistis-religius. Jika ini bisa berlangsung kontinu selama 10-15 tahun nonstop, paling tidak satu generasi masyarakat Indonesia betul-betul akan ditumpulkan oleh layar gelas.
Sepintas, teori konspirasi itu pasti terdengar terlalu bombastis dan seperti hanya sekadar gagasan nonsens orang-orang kurang kerjaan yang terlalu banyak nonton science fiction Hollywood. Tapi jika ditelaah dengan lebih mendalam, konspirasi atau bukan, tayangan-tayangan TV kita memang truly rubbish dan totally garbage.
Kita nggak pernah diberi kesempatan untuk mendapatkan nutrisi otak, pengalaman yang menyenangkan, dan dorongan untuk bersikap optimistis saat berada di depan layar sejak TVRI, RCTI, Trans TV, hingga ke TV-TV lokal.
Kapankah terakhir kali kita menonton program dokumenter ala Discovery Channel atau National Geographic yang berisi penelusuran sejarah kejayaan Majapahit dan Sriwijaya? Kapankah kita menyaksikan profil Nelson Tansu, profesor termuda di Amerika yang ternyata orang Medan dan masih tetap cinta Indonesia, tanah airnya? Dan kapankah kita akan menonton tayangan-tayangan dokumenter futuristik ilmiah tentang Indonesia 40 atau 50 tahun lagi yang telah membangun kapal induk, meluncurkan roket antariksa, atau membangun jembatan yang menghubungkan Sumatra-Jawa-Bali-Lombok?
Sebaliknya, kita justru diajari untuk menggosip dan kian pintar mencari kekurangan orang lain oleh acara-acara infotainment. Kita dididik untuk jadi orang yang paranoid dan gampang curiga pada orang asing oleh tayangan info-info kriminal yang sadis dan vulgar. Kita juga dibina untuk menjadi insan yang rajin beribadah bukan karena lillahi Ta’ala tapi semata hanya karena mengharap bonus pahala dan hanya sekadar menghindari dosa oleh Hidayah, Rahasia Ilahi, Insyaf, dan konco-konconya itu.
Untunglah, syukurlah, Tuhan masih sayang padaku dan menghindarkan aku dari semua kebodohan itu dengan memberikan TV kabel. Ini bukan iklan buat Astro, karena perkembangan wawasan yang sama juga diberikan oleh Indovision atau Kabelvision—tergantung dari sales TV kabel apa yang kebetulan jadi teman Anda!
So, bye-bye, TVRI, RCTI, SCTV, TPI, ANTV, Indosiar, Trans TV, Global TV, Metro TV, dan Lativi. You’re all sucks…!!
wah... aku gk nyangka, bakal ada orang yang pandangannya bener2 sama ama aku. well, kecuali bagian konspirasinya si, menurutku mereka-mereka yang punya kuasa buat nentuin content acara tv-tv nasional itu, cuma mau dapetin keuntungan yang sebesar2nya dari program yang low budget, gk peduli mo cerita nya se'tidak mendidik' kaya gmana, yang penting masyarakat kita suka ato dengan kata laen sesuai rating! coz all they care about are money, money and money. Sad memang, but klo kita perhatiin, yang raja sinetron itu orang darimana? bukan orang asli indonesia kan? pantes aja dia gk peduli bangsa ini mau jadi nantinya, orang bukan bangsanya juga kan? tapi klopun orang2 itu memang asli sini, aku tetep ragu apa bisa content nya berubah jadi lebih mendidik... yah, yang penting kita punya prinsip n pandangan sendiri deh, walaupun mungkin kesannya kita gk bisa berbuat banyak, tapi kita bisa lah setidaknya ngasi pandangan ini ke temen2 kita. All big things start from little things, right? sapa tau aja ada temen2 kita yang bakal jadi 'pemain kunci' yang bisa ngerubah tayangan tv nasional jadi much more educational, or at least gk membodohi-lah... ok, intinya, cuma mo nyampein tulisannya wiwien gk percuma, masih banyak people out there yang punya prinsip, pikiran, dan pandangan yang sama dengan wiwien tentang siaran2 tv nasional, keep trying to nyadarin people around us ok? baik melalui media massa ataupun face to face, it's really worth it and aku mendukung 100%!! end of the words, its a really good article you wrote there! Keep up the good work, bro!!
BalasHapusthanks 4 ur support bro. FYI, aku nulis artikel2 gini dengan nama samaran Estopo tiap Minggu di Edisi Minggu Suara Merdeka. klo mau tahu lebih banyak, baca aja SM Minggu...
BalasHapuswahh kalo channel khusus film dewasa apa ya ....??
BalasHapusMas aku melu lah... sepaham.
BalasHapusjangan terlalu pesimis terhadap perkembangan tv yang ada di indonesia, melakukan perubahan yang lebih baik butuh proses. dukunglah, dan ajarilah kalau memang anda yang terbaik.saluttt untuk kritikannya.
BalasHapus