
Pengarang: Rosemary Kesauly
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 152 halaman
Genre: Drama
My Grade: C-
Mari kita bertanya pada Dan Brown, mengapa ia harus mengambil setting lokasi di Prancis untuk novel spektakulernya, The Da Vinci Code, padahal ia orang Amerika? Tanyakan juga pada Agatha Christie, mengapa ia sebagai orang Inggris harus repot-repot memakai kawasan Karibia sebagai setting tempat dalam A Carribean Mystery?
Jawabannya adalah, karena setting lokasi menjadi kunci jalannya peristiwa yang dituturkan di dalam plot. Misteri kode-kode lukisan Leonardo Da Vinci yang diselidiki Robert Langdon dan Sophie Neveu berawal dan berakhir di Museum Louvre yang ada di, well, di Paris.
Sedang misteri pembunuhan yang diselidiki si gaek jenius Miss Marple dalam A Carribean Mystery terjadi di Karibia saat ia menjalani hadiah dari keponakannya berupa paket tamasya gratis ke sana.
Maka kita pun ingin menanyakan pula hal yang sama pada Rosemary Kesauly, urgensi apa yang membawanya terbang jauh ke Auckland untuk menuturkan kisah hidup Kana Woodfield dalam Kana di Negeri Kiwi (KNK)? Apakah unsur setting tempat ini memegang faktor kunci? Dalama artian, apakah ceritanya lantas akan berbeda kalo dia mengambil tempat di Blora, dan bukannya Auckland?
KNK bertutur tentang si gemuk Kana. Ia seorang cewek yang (merasa dirinya) terbuang. Ia lahir secara “tak dikehendaki” dari hasil percintaan dan pernikahan kilat antara seorang wanita Yogyakarta dengan seorang arkeolog berkebangsaan Selandia Baru. Perkawinan mereka berakhir saat usia Kana baru 2 tahun.
Ia makin merasa terbuang ketika diputusin Rudy, cowoknya, yang malu pacaran dengan cewek gendut. Dan penderitaannya makin memuncak manakala ibunya yang akan menikah lagi dengan seorang pengusaha batik menyuruhnya untuk tinggal di Auckland, Selandia Baru, dengan papanya.
Di tempat tinggalnya yang baru, Kana bertemu dengan banyak teman yang menarik. Ada Jyotika Talwar, anak India yang punya masalah berat yang terpendam; ada Tsunehisa, cowok Jepang yang ditaksir Joy namun akhirnya malah dekat dengan Kana; ada si jahat Kelly Fletcher; dan ada juga Bruna, si sexy dari Brasil yang jadi incaran cowok-cowok Riverdale College, sekolah Kana.
Tensi meninggi ketika plot berkembang makin dramatis. Joy kerap bersikap misterius karena ia mengalami sexual abuse dari ayah tirinya sampai hamil dan keguguran. Sementara Kana menemukan pembebasan diri dari Rudy, ibunya, dan krisis pedenya soal berat badan dengan mendirikan R.A.S.A. (Riverdale Against Sex Abuse), sebuah lembaga konseling yang bertujuan sebagai tempat curhat para siswi Riverdale yang pernah mengalami kasus serupa Joy.
Pada dasarnya, KNK adalah sebuah cerita yang mengagumkan. Novel ini menjadi antitesis banyak novel-novel teenlit yang kerap mengumbar kemewahan metropolis tanpa tujuan yang jelas serta kegemaran para novelis belia itu untuk membuang-buang percuma materi yang brilian. Garapan Rosemary bebas dari semua kelemahan itu. Ia sangat efisien dan nggak boros materi. Nggak heran bukunya pun hanya “berusia” 152 halaman, nggak lebih.
Rose bahkan bisa sangat detail dalam menjelaskan hal yang menjadi mata garapan utama novelnya, yaitu segala sesuatu tentang Auckland. Ia dengan gamblang menjelaskan bahwa orang harus membawa sesuatu saat diundang ke pesta barbeque, ia tahu bahwa Wiscounsin Burger di daerah Ponsonby adalah warung burger terenak di Auckland, dan bisa pula ngasih kita gambaran komplet bahwa kelas II SMA di Selandia Baru disebut dengan Form 6.
Karakterisasinya juga lumayan. Tokoh-tokohnya digambarkan mengalami perkembangan dan pendewasaan yang logis. Kana yang lepas dari bayangan cinta pertamanya, Joy yang bangkit kembali dari trauma kekerasan seksual, dan terutama soal pembentukan R.A.S.A.. Jarang (dan emang hampir nggak ada!) buku-buku teenlit yang demikian kuyup dengan pesan-pesan moral bergengsi. Nggak heran semua kelebihan ini membawa KNK memenangi juara pertama Lomba Novel Teenlit Writer 2005 yang diadain GPU.
Yang mengganggu dari KNK adalah, sekali lagi, pemilihan setting lokasinya. Ini jadi penting dan genting lantaran keseluruhan plot dan fakta yang dipaparkan Rose nggak membutuhkan tempat sejauh Auckland sebagai penyokong logikanya.
Seorang wanita Indonesia bisa mengalami percintaan dan pernikahan kilat dengan sesama pria Indonesia, nggak harus dengan orang Selandia Baru. Kana bisa aja dibuang ke Jakarta atau Bandung, nggak harus ke Auckland. Tempat untuk bersekolah dengan kawan-kawan multietnis nggak hanya bisa terjadi di Auckland. Dan tempat untuk bisa membentuk sebuah lembaga konseling nirlaba kayak R.A.S.A. juga gak cuman di Auckland. Di sini pun bisa. Udah banyak malah.
Itu masih diperparah lagi dengan munculnya perbandingan yang nggak adil antara Selandia Baru dan Indonesia. Di halaman 9, Rose menuturkan bahwa harga buah kiwi di Auckland adalah 99 sen perkilo. Jauh lebih irit daripada harga buah yang sama di Indonesia yang bisa mencapai kisaran Rp 99 ribu perkilo.
Bayi yang baru lahir juga tahu kenapa kiwi lebih mahal di sini dari di sana, karena kiwi adalah buah khas Selandia Baru yang orang kita cuman bisa ngimpor. Sama aja dengan bilang orang Indonesia harus bersyukur sejuta kali pada Tuhan karena harga duren di sini jauh lebih murah daripada di Paraguay! Kenapa bukannya membandingkan harga kiwi di Auckland dengan di Wellington, misalnya?
Kesimpulannya, Rose harus bersusah payah ngambil setting sejauh Auckland hanya karena ia tengah terkena Sindrom Hollywood. Sindrom Hollywood adalah istilah untuk menyebut suatu fase dalam kehidupan kreatif seorang pengarang ketika segala sesuatu yang berbau barat (bisa AS, Eropa, atau Australia dan sekitarnya) tengah terasa begitu penting dan keren.
So, akan terasa lebih keren saat bisa menyebut Vegie World ketimbang Pasar Depok, Sally Fletcher dan Susan Saunders ketimbang Winda dan Ida, Muriwai Beach ketimbang Pantai Parangtritis, serta Riverdale College ketimbang SMA Negeri 1 Sleman.
Kesimpulannya, kehadiran Auckland sebagai setting lokasi KNK adalah sebuah kecerobohan yang fatal, terutama karena unsur ini dipasang sebagai judul.
Akan sangat lain kalo misalnya dikisahkan Kana berteman (atau pacaran) dengan seorang cowok Maori, dan lantas hubungan mereka membuat dua orang dari dua bangsa yang berlainan ini saling memahami watak kultur dan tradisi masing-masing. Terlebih bila bisa disebutkan dengan rinci pada bagian apa saja letak perbedaan-perbedaan itu serta bagaimana cara mengatasinya.
Baru dengan cara demikian, kemunculan Selandia Baru sebagai setting tempat menjadi perlu dan masuk akal. Sedang alur plot yang kini digelar Rose dalam KNK nggak akan berkurang nilainya dan nggak akan menjadi kurang keren jika berlokasi di Yogya, Semarang, Kudus, Cepu, Tasikmalaya, Sukabumi, Jakarta, Ngawi, atau Gresik…
0 komentar:
Posting Komentar