
Pengarang: Wiwien Wintarto
Penerbit: Elex Media Komputindo, Jakarta
Tebal: 225 halaman
Genre: Drama/comedy/romance
Harga: Rp 24.800
Kali ini, saya mengajak kalian semua ke lapangan hijau sepak bola. The Rain Within, novel ketiga saya ini, bercerita tentang kehidupan seorang pemain bola bernama Elan Naratama. Tentang impian, ketakutan, harapan, dan perjuangan para superhero lapangan hijau kayak Beckham, Owen, Totti, Ronaldo, Rooney, atau Super Pippo.
Tapi Elan nggak memulai semuanya dengan impian, melainkan mimpi buruk. Mimpi yang terjadi saat kesalahan fatal yang dilakukannya dalam 30 detik terakhir pertandingan krusial menggagalkan impian timnya, Persikas Kabupaten Semarang, menggapai tiket promosi ke Divisi I Liga Indonesia. Padahal, dalam 30 detik, impian itu harusnya bisa jadi kenyataan.
Elan pun limbung. Ia patah arang. Ia copot semua atribut ke-soccer-annya. Ia tanggalkan semua poster bola di kamar, semua kaos bola yang pernah ia pakai, dan impian masa depannya untuk bisa bermain di Eropa. Elan berhenti total dari bola karena takut bakal bikin kesalahan fatal yang sama. Tak ia pedulikan telepon berkali-kali dari Pak Nugi, manajer tim PSIS, yang mengajaknya balik lagi masuk skuad Mahesa Jenar untuk musim kompetisi mendatang.
Di tengah semua kegalauan itu, ia bertemu dengan dua orang perempuan spesial. Rainie, kenalan baru misterius yang hanya dalam dua hari udah langsung bisa jadi bagian dari keluarganya. Dan Wening, cinta masa lalu yang pernah membuatnya patah hati namun kini tengah limbung pula dan butuh a shoulder to cry on. Mereka menyentuhnya dengan cara yang berbeda.
Rainie mungil yang gemar mengkritik dan berkomentar menyuruhnya untuk kembali bangkit dan mengejar impiannya semula sebagai superhero lapangan hijau. Ia juga bilang ia berterima kasih karena Elan dan keluarganya telah memberikan sesuatu yang sangat penting baginya.
Sedang Wening membutuhkan kembali Elan sebagai tempatnya bersandar ketika hubungan cintanya dengan Yoga mencapai area yang sangat membuatnya uncomfortable karena terkungkung oleh sifat posesif Yoga. Wening juga perlu dorongan dari orang-orang kayak Elan untuk bersikap tegas untuk memperbaiki nasibnya sendiri yang selalu tertindas.
Ketika kemudian Elan berhasil menolong Wening untuk bangkit, kesadaran baru merasuki pikirannya. Kalo ia bisa membantu orang lain, kenapa ia nggak bisa membantu dirinya sendiri? Lalu seberapa jauh sebenernya ia bisa mengartikan lagu Go the Distance-nya Michael Bolton pemberian Rainie dan “pidato” si mungil itu tentang “Mari rayakan perjuangan!”…?
Hidup Elan kemudian sampai pada titik yang sangat menentukan ketika ia mengetahui siapa sebenernya Rainie yang misterius itu. Sebuah undangan luar biasa membawanya ke tempat, masa lalu, kehidupan, dan juga masa depan yang sangat luar biasa. Rainie menjadi awal dan akhir semua keluarbiasaan itu.
Lain dari novel-novel remaja lain yang hanya berkisar di seputar sekolahan, sahabatan, dan perpacaranan, The Rain Within membawa kita ke banyak dunia besar sekaligus. Elan ke dunia sepak bola profesional, Rainie ke dunia bisnis multinasional, dan Wening ke gemerlapnya jagad modelling.
Yang jelas satu hal yang jadi tema global buku ini adalah “how we handle our own life”. Masing-masing dari kita punya kehidupan yang saling berbeda satu dengan yang lain. Kita pengin mencapai sesuatu dalam kehidupan itu. Ketika hambatan datang, kita dituntut untuk melewatinya dengan bekal apapun yang Tuhan berikan pada kita. Elan, Rain, dan Wening adalah contoh-contoh kecil tentang perjuangan itu. Tentang seberapa besar arti “Mari rayakan perjuangan!” seperti yang dikatakan Rain pada Elan.
The Rain Within tampil lebih tebal dan lebih lebar dari buku-buku serial Teen’s Heart sebelumnya. Harganya otomatis juga naik dari Rp 17.800 jadi Rp 24.800. Tapi, seperti kebanyakan pepatah kaum pebisnis, the more you pay, the more satisfaction you get.
Saya sendiri cukup puas karena bisa masuk ke inti persoalan yang jauh lebih dalam dan padat daripada dalam dua novel saya sebelumnya, Kok Jadi Gini? dan juga Waiting 4 Tomorrow. Tokoh-tokohnya juga berinteraksi dan bereaksi dengan jauh lebih natural dan fresh. Kelebihan lain, saya mencoba lebih detail memaparkan dunia-dunia yang saya singgung dalam buku ini, yaitu sepak bola, bisnis, dan model. Ada juga sepintas tentang dunia kewartawanan, tapi nggak terlalu mendalam. Urusan ini baru akan lebih saya gali dalam novel keempat dan kelima yang sekarang lagi diketik.
Ada lagi hal baru yang coba saya tawarkan lewat buku ini, yaitu pembentukan “dunia paralel”. Karena bukan merupakan pelaku langsung di dunia bola, bisnis, dan modelling, otomatis saya (harusnya) butuh riset untuk memaparkan dunia-dunia itu segamblang dan sedetail mungkin. Tapi saya nggak melangkah ke riset. Sebagai gantinya, saya menggunakan pengetahuan yang saya miliki sebagai fondasi, dan lantas sisanya dengan memakai imajinasi sesuai dengan pengetahuan-pengetahuan itu.
Maka yang tercipta adalah “dunia paralel” soal bola, bisnis, dan modelling itu tadi. Elemen dan informasi dasarnya sama, tapi pemaparan yang ada di buku ini adalah murni fictional dan imajinatif. Ketika dibaca oleh para praktisi lapangan di sepakbola, dunia bisnis, dan juga modelling, fakta-fakta “fiktif” yang saya bawa di sini akan jadi sebuah fenomena yang menarik, karena (sepertinya) sama tapi nggak sama, beda tapi (sepertinya) sama.
Dengan sedemikian banyak materi baru yang tampil, yakin deh nggak ada ruginya mengoleksi buku ini. Kamu nggak hanya mendapatkan cerita soal orang-orang pacaran, tapi tambahan pengetahuan baru tentang apa itu defensive midfielder, taktik formasi 3-5-2, chief executive officer, dan, of course, soal “dunia paralel” yang tadi.
Serta yang terpenting, memahami mengapa orang seperti Rain selalu bilang “Hidup baru berharga bila diperjuangkan. Menang atau kalah ada di tangan Tuhan. Karenanya marilah kita rayakan perjuangan!”…
0 komentar:
Posting Komentar