(Foto: Wikipedia) |
Pernahkah Anda bepergian ke suatu arah untuk suatu
keperluan, dan ujung-ujungnya, setelah berputar-putar kian-kemari seharian
mengerjakan hal-hal terkait kepentingan itu, Anda ternyata sampai ke rumah
teman lama yang sudah lama tak Anda jumpai? Fenomena semacam itulah yang
terjadi padaku begitu film Rogue One (atau judul resminya Rogue One:
A Star Wars Story) mencapai bagian ending.
Film ini memang menghadirkan cerita lain yang
tersendiri (standalone) di dalam cerita serial Star Wars yang
legendaris itu, namun ternyata nyambung dengan alur utamanya, terutama ke film
pelopornya, Star Wars: Episode IV – A New Hope (1977). Dan efek ini
hanya bakalan bisa dirasakan oleh mereka-mereka yang secara komplet mengikuti
keseluruhan ceritanya. Bagi yang belum, Rogue One ya hanya sekadar acara
tembak-menembak sinar laser selama 1 jam 13 menit.
Tokoh utama film ini adalah Jyn Erso (Felicity
Jones), putri dari Galen Erso (Mads Mikkelsen), ilmuwan perancang senjata
penghancur planet milik Kekaisaran Galaksi, Death Star. Saat masih kecil, Jyn
berhasil melarikan diri dari kejaran Orson Krennic (Ben Mendelsohn), Direktur
Riset Persenjataan Canggih Kekaisaran yang datang untuk menangkap Galen.
Merasa bersalah karena ciptaannya adalah senjata pemusnah
massal (semacam bom atom gitu, kalau di dunia sini), Galen melarikan diri ke
planet Lah’mu agar tak lagi bekerja untuk Kekaisaran yang jahat. Untuk itulah
Krennic mengejarnya, karena Galen harus menyelesaikan pembangunan Death Star.
Dalam konflik di Lah’mu, Galen tertangkap dan dibawa kembali ke Kekaisaran.
Lyra (Valene Kane), istri Galen, tewas. Sedang Jyn diselamatkan tokoh
pemberontak bernama Saw Gerrera (Forest Whitaker).
Lima belas tahun kemudian, Jyn yang ditahan
Kekaisaran dibebaskan oleh tentara Aliansi Pemberontak. Ia dimintai bantuan
untuk membawa petugas intel Aliansi, Kapten Cassian Andor (Diego Luna), menemui
Saw di markasnya bulan Jedha untuk mencari keterangan dari seorang pilot
Kekaisaran pembelot yang ditahan Saw. Bodhi Rook (Riz Ahmed), pilot itu, diduga
membawa pesan dari Galen soal Death Star yang sudah bisa difungsikan.
Jyn terpaksa mau, karena misi itu memberinya
kesempatan untuk bertemu lagi dengan ayahnya. Di luar sepengetahuannya,
penugasan Cassian sebenarnya adalah untuk langsung membunuh Galen andai ketemu,
dan bukan sekadar mengambil informasi. Namun situasi berubah sesudah Jyn
akhirnya berhasil membaca pesan hologram dari Galen yang dibawa oleh Bodhi.
Ia, Cassian, robot K-2SO, Bodhi, dan dua petarung
yang ia kenal di Jedha, yaitu pendekar buta Chirrut Imwe (Donnie Yen) serta
Baze Malbus (Jiang Wen), kemudian terlibat dalam misi berani mati untuk mencuri
denah Death Star yang tersimpan di perpustakaan Kekaisaran di planet Scarif.
Pertempuran seru baik di darat, udara, maupun luar angkasa orbit planet
kemudian meletus di tempat itu.
Rogue One menghadirkan cerita dengan rute beda
dari alur utama Star Wars sejak episode pertama (Phantom Menace
tahun 2001) hingga episode terbaru (The Force Awakens tahun 2015).
Kaitannya berada pada senjata pemusnah Death Star itu, yang kali pertama kita
lihat di A New Hope. Ini merupakan bagian pertama dari seri antologi Star
Wars (Star Wars Story) yang juga akan menghadirkan film tersendiri tentang
Han Solo serta Boba Fett.
Menyaksikan film ini tanpa bekal pengetahuan yang
memadai tentang dunia Star Wars akan menimbulkan efek serupa seperti
jika anak-anak kekinian menertawakan para ordew (orang dewasa) yang tak mudeng
saat ujug-ujug nonton Harry Potter and the Order of the Phoenix
tanpa nonton judul-judul Harpot sebelumnya. Jika tak sempat mengonsumsi
semuanya (karena total ada tujuh film), cukuplah membaca sinopsis-sinipsisnya
terlebih dulu. Itu cukup membantu.
Bahkan aku pun, yang sudah ngelotok Star Wars
sejak zaman masih SD, masih harus bekerja keras mengingat tokoh-tokoh di Rogue
One dan keterkaitannya dengan cerita alur utama. Salah satunya adalah tokoh
yang dimainkan Jimmy Smits, yang terlihat bersama para pemimpin Aliansi di
banyak adegan. Baru menjelang keberangkatan Jyn dkk. ke Scarif, aku ingat
kembali dia tak lain adalah Senator Bail Organa, ayah tiri dari Princess Leia.
Berkaitan dengan tokoh-tokoh, hal pertama yang kurasakan
sejak pembukaan dikenalkan pada Jyn adalah bahwa mereka—entah kenapa—tidak
menimbulkan perasaan kedekatan dan ketertarikan. Felicity Jones tak semenarik
Daisy Ridley sebagai Rey di The Force Awakens, Carrie Fisher di A New
Hope dan dua sekuel sesudahnya, atau bahkan Natalie Portman di trilogi
prekuel. Tokoh cowoknya pun setali tiga uang. Aku seperti tak berkepentingan
dengan nasib mereka.
Namun ternyata itu kemudian sesuai dengan ending-nya,
yang tentu tak sopan bila kuceritakan dalam kesempatan ini. Yang jelas, pada
bagian akhir, terutama bagi para fans Star Wars, kepedulian utama justru
berada pada bagaimana nasib Death Star, dan bukan tokoh-tokoh utamanya. Death
Star akan dihancurkan, karena kelemahannya sudah ketemu, namun nyatanya, benda
raksasa itu masih ada di trilogi A New Hope, The Empire Strikes Back,
dan Return of the Jedi.
Suguhan paling menarik jelas datang dari
sekuen-sekuen eksyennya, terutama pertempuran luar angkasanya, yang tak terlalu
banyak kita dapatkan di The Force Awakens. Juga adegan penghancuran
planet oleh Death Star, baik yang terjadi di Jedha maupun di Scarif. Apalagi
jika disaksikan di teater yang ber-sound system canggih dan kursinya
bisa dibikin bergetar, kita pasti batal ngantuk.
Dan ada terobosan terbaru dunia perfilman yang bisa
kita nikmati di Rogue One, yaitu kehadiran tokoh-tokoh yang pemerannya
tidak ada. Mereka adalah karakter Gubernur Tarkin dan Princess Leia,
tokoh-tokoh pakem dari trilogi awal (A New Hope hingga Return of the
Jedi). Tarkin muncul sebagai atasan dari Kekaisaran yang sibuk memarahi
Krennic soal Death Star, dan Leia hadir di scene terakhir yang
mengagumkan.
Pemeran Tarkin, yaitu Peter Cushing, tak mungkin available
karena aktor legendaris itu telah meninggal tahun 1994. Carrie Fisher juga impossible,
karena tahun ini ia sudah berusia 60 tahun (bahkan tempo hari terkena serangan
jantung), sedang yang muncul di Rogue One adalah Leia saat masih umur
20-an.
Maka sutradara Gareth Edwards pun menggunakan pemeran
pengganti, yaitu Guy Henry untuk Tarkin dan Inglivid Deila untuk Leia. Baru
kemudian wajah mereka diganti secara digital dengan wajah Peter Cushing dan
Carrie Fisher muda setelah mendapat izin dari kerabat (estate)
masing-masing. Teknik ini juga dipakai di Captain America: Civil War
sewaktu wajah Robert Downey, Jr. bisa dibikin seperti waktu ia masih main di Weird
Science tahun 1985.
Kalau diibaratkan acara pergi-pergi, Rogue One
mirip seharian berkelana ke kafe, resto, dan mal terbagus di Jakarta. Semua
menghadirkan pengalaman yang seru dan menyenangkan. Namun sajian terbaiknya
justru pada bagian akhir, yang menuntun kita ke—itu tadi—rumah sederhana
seorang kawan lama yang telah lama tak bertemu.
Tepat pada bagian penutup, setelah Darth Vader gagal
menjalankan misinya, para fans Star Wars bakalan langsung bersorak
begitu nemu keterkaitannya secara langsung dengan A New Hope yang
dirilis 39 tahun yang lalu. Sedang yang bukan pasti juga serupa dengan warga
yang tak mengerti makna dan sejarah dibalik keriuhan “Om telolet Om” yang
fenomenal itu. Clueless.
0 komentar:
Posting Komentar