scribo ergo sum

Rabu, 11 Juli 2018

"Discovery", Star Trek yang Beda

10:56 Posted by wiwien wintarto No comments
(Foto: CBS)

Judul Star Trek sudah menjadi legenda di kalangan pencinta fiksi ilmiah dan petualangan luar angkasa. Selama setengah abad sejak serial perdana serial Star Trek mengudara tahun 1966 (Star Trek: The Original Series), telah muncul banyak judul serial sempalan dan juga berseri-seri film layar lebar. Setelah sekian lama, tak heran inovasi dan pembaruan diperlukan tiap kali satu judul baru Star Wars muncul. Dan itu diaplikasikan oleh produk terbaru waralaba media satu ini, yaitu Star Trek: Discovery.

Tayang di sasiun TV internet CBS All Access mulai 24 September 2017 hingga 11 Februari 2018, Star Trek: Discovery menempuh jalan berbeda dalam model penceritaan dibanding serial-serial pendahulunya. Jika produk lama, sejak Star Trek: TOS hingga Star Trek: Enterprise (2005) diceritakan dalam format serial (satu episode tamat, cerita berbeda-beda), maka Discovery bertutur dalam gaya berkelanjutan alias bersambung. Kelimabelas episode dalam musim pertama mengisahkan satu cerita tunggal terkait perang besar antara Federasi Antarplanet melawan bangsa Klingon.
Cerita Discovery sendiri berlatar satu dekade sebelum latar waktu di Star Trek: TOS, yaitu pada zaman USS Enterprise dipimpin Kapten James T. Kirk (William Shatner) dan Mr. Spock (Leonard Nimoy). Mantan wakil kapten USS Shenzou, Michael Burnham (Sonequa Martin-Green) yang menjadi narapidana militer karena kasus pemberontakan, direkrut oleh Kapten Gabriel Lorca (Jason Isaacs) untuk menjadi spesialis sains di kapalnya, USS Discovery, dalam berperang menghadapi Klingon.
Discovery sebetulnya bukan kapal perang, melainkan kapal penelitian ilmiah. Ia terpaksa berubah fungsi sejak komandan sainsnya, Letnan Paul Stamets (Anthony Rapp), menemukan teknologi baru dalam hal bepergian jarak jauh secara cepat melebihi teknologi mesin warp, yaitu dengan spora. Kemampuannya melompat-lompat secara kilat menjadikan Discovery sebagai mesin perang garda terdepan dalam perang besar tersebut.
Gara-gara satu kesalahan saat melakukan lompatan, Discovery terlempar ke semesta paralel. Tak ada Federasi di sana, melainkan Kekaisaran Terran di bawah pimpinan Kaisar Philippa Georgiou (Michelle Yeoh) yang luar biasa sadis. Burnham dan kawan-kawan pun menghadapi situasi pelik antara hidup dan mati, sekaligus fakta-fakta mengejutkan mengenai dua kawan mereka, yaitu Kapten Lorca dan pacar Burnham, Letnan Ash Tyler (Shazaad Latif).
Star Trek: Discovery dibidani oleh Bryan Fuller dan Alex Kurtzman, meneruskan warisan kisah yang awalnya dikerjakan oleh mendiang Gene Rodenberry. Ini menjadi kelanjutan seria-serial Star Trek sebelumnya, yaitu Star Trek: The Next Generations (1987-94), Star Trek: Deep Space Nine (1993-99), Star Trek: Voyager (1995-2001), dan Star Trek: Enterprise (2001-05). Kesemua judul tersebut, kecuali yang terakhir, pernah ditayangkan di stasiun-stasiun TV swasta Tanah Air yang sekarang melulu dimabok sinetron, infotainemt, dan reality show "setting"-an.
Perbedaan cara bertutur dari format serial menjadi bersambung ditempuh karena tuntutan zaman. Perlu diketahui, dunia sinetron Amerika Serikat saat ini tengah menjalani Golden Age alias puncak keemasaannya. Ini terjadi sejak kemunculan serial legendaris Breaking Bad dan apalagi setelah HBO memunculkan Game of Thrones. Karakteristik serial-serial gaya baru adalah cerita yang terus berkelanjutan dalam satu musim dan tokoh-tokoh “lakon” yang bisa saja mati mendadak (seperti adegan Red Wedding di musik keempat Game of Thrones yang menggemparkan itu!).
Bryan Fuller merasa Discovery harus mengadaptasi format ini, dan tak mempertahankan format serial Star Trek lama, yang tiap episode pergi ke planet baru dan dengan persoalan beda-beda dan semuanya tuntas dalam satu episode tunggal tersebut. Ia sudah memikirkan hal ini sejak Deep Space Nine tayang pada era 1990-an lalu, dan baru terwujud tahun 2015 saat kali pertama ia merintis gagasan Discovery.
Dan hasilnya tidaklah mengecewakan. Selain mendapatkan skor 82% di Rotten Tomatoes dan 72 di Metacritic, Star Trek: Discovery mendapat tanggapan yang sangat baik di kalangan Trekkies (sebutan bagi para penggila franchise Star Trek, termasuk saya). Pujian para kritikus terutama dialamatkan pada penampilan akting Sonequa Martin-Green, yang sangat sukses memainkan karakter Michael Burnham, tokoh utama kedua yang berlatarbelakang Afro-Amerika sesudah Benjamin Sisko (Avery Brooks) di Deep Space Nine. Tak aneh bila CBS langsung meluncurkan musim kedua, yang kemungkinan akan dirilis akhir tahun 2018 ini.
Faktor kesuksesan lain ada pada set dekorasi dan efek visual yang prima. Teknologi CGI memungkinkan penampakan kapal-kapal bintang secara jauh lebih detail dan realistis. Favorit saya adalah pengambilan long shot USS Discovery yang kemudian mendekat hingga titik ekstrem pada jendela anjungan kapal tempat kapten dan awak kapal bekerja. Dan untuk kali pertama juga dalam sebuah serial Star Trek terdapat pemandangan landscape kota Paris abad ke-23 yang bermandikan cahaya. Spektakuler!
Namun tak seperti hasil pekerjaan Joss Whedon dkk. di Marvel Cinematic Universe (MCU), semesta Star Trek di TV tidak berkenaan atau saling berkaitan dengan rekan sejawatnya di layar lebar, yaitu pada versi reboot sejak film Star Trek tahun 2009 hingga yang terbaru, Star Trek Beyond (2015).
Padahal akan sangat bagus jika semesta fiktif TV nyambung dengan versi bioskop seperti di MCU, sebab tokoh yang ditemui para awak USS Discovery di adegan penutup musim pertama adalah tokoh penting yang muncul pada bagian awal film Star Trek, dan diperankan oleh Bruce Greenwood. Well, mungkin belum tersambung saja, sementara nunggu para kru marketing dan lawyer saling bernegosiasi soal rights.
Yang jelas Star Trek: Discovery adalah tontonan yang tak boleh dilewatkan oleh para penggemar kisah-kisah science fiction dan space opera. Ia membuka mata hati bahwa urusan duniawi lebih gede dari seputar asmara dan konflik tingkat planet Bumi.

0 komentar:

Posting Komentar