scribo ergo sum

Kamis, 24 Maret 2016

Himpena dan Busy Weekend

09:51 Posted by wiwien wintarto No comments
Suasana deklarasi Himpena di Desa Bahasa Borobudur, Kabupaten Magelang, Jateng
Sebagai penulis, jadwal kerjaanku mirip pengangguran: sak karepku dhewe alias semauku sendiri. Hampir tak bisa disebut kerja sama sekali wong tak ada beban dalam segala dimensi. Kalau pas harus isi acara di luar kota pun lebih terasa kayak piknik, dan bukan aktivitas yang terjadwal padat seperti jadwal meet and greet, seminar, atau roadshow para penulis sekaliber Andrea Hirata, Dee, atau Tung Desem Waringin.

Maka ketika weekend kemaren jadwalku agak padat, baru aku mencicipi serba sedikit kehidupan mereka-mereka itu, yang sudah mengarah ke kesibukan ala seleb dunia hiburan. Kebetulan memang ada dua event bedah buku novel teranyarku, Remember December, yang berdekatan tanggalnya tapi berjauhan koordinatnya. Jumat 11 Maret di Surabaya, lalu Minggu tanggal 13 di kampung halamanku, Borobudur. Ini melengkapi jadwal sebelumnya, yaitu 27 Februari lalu di Tekodeko Koffiehuis, Semarang.
Dan lebih oke lagi karena aku berangkatnya dari Jakarta, soalnya sejak Senin pekan lalu aku berlibur di Ibukota—menikmati sup kaki kambing, omelet ala Spanyol, salmon steak, dan ngicipi bekicot. Maka saat cabut ke Surabaya hari Jumat siang, aku sudah menyiapkan fisik dan mental untuk menjalani jadwal padat yang melelahkan. Jumat ke Kota Pahlawan, Sabtu balik Magelang via Semarang, dan Minggu manggung lagi.
Mendarat di Juanda sekitar pukul 16, aku dijemput Agung, mantunya Mbak Wina Bojonegoro, panitia acara di Surabaya. Ngeteh sejenak di rumah Mbak Wina di bilangan Waru, baru sekitar sejam kemudian kami cabut ke lokasi acara, yaitu Kedai Kreasi, di Jalan Ketintang Baru Selatan. Sebelum bedah buku dimulai, aku makan dulu dengan menu nasi kucing bakar yang sungguh yummy.
Di kedai, aku ketemu seorang wanita yang biasa dipanggil Simbok. Ia juru masak di kedai, yang adalah seorang aktivis pesepeda. Berdasar penuturannya, ia seorang tukang becak, dan pernah bersepeda Surabaya-Semarang. Aku terpana. Surabaya-Semarang naik sepeda onthel? Sebuah tamparan bagi sebagian besar di antara kita yang begitu masuk usia 40-an langsung merasa “sudah tua, gampang capek, nggak boleh terlalu beraktivitas fisik, inget umur!”, dan lain sebagainya.
Simbok juga yang pertama kali baca Remember December sampai komplet, karena ia jaga di kedai, dan menerima pertama kali novel yang kukirim ke sana. Kata Simbok, ceritanya mengesankan. Pas ending justru bikin mikir, bukan senang bahagia. Ia menyangka, penulsnya pasti perempuan cantik karena sepertinya bisa memaparkan dunia perempuan dengan detail. Jebule lanang!
Bedah buku dimulai pukul 19.30 dan dipandu Mbak Wina sebagai moderator. Narasumbernya sendiri adalah cerpenis Vika Wisnu, yang pekan lalu cerpennya baru saja nongol di Jawa Pos. Bertiga, kami mendiskusikan cerita Remember December dan proses penulisannya. Aku pun mengungkap bahwa penggarapan novel ini adalah yang terlama, karena kumulai sejak tahun 2006 dan melalui dua kali penolakan serta sekian kali proses revisi yang tidak simpel.
Seusai acara yang seru meski dihadiri tak terlalu banyak audiens, aku makan lagi. Kali ini mi ayam yang tak kalah nendang dari naskucbar yang tadi. Malam makin romantis oleh guyuran hujan dan juga sebotol coffee beer yang sangat menggetarkan jiwa raga. Next time mampir ke Kedai Kreasi lagi, aku pasti akan langsung mengincar minuman satu ini.
Malam itu, aku menginap di guest house La Bownde, tak jauh dari Kedai Kreasi. Paginya aku langsung ke bandara, karena pesawatku berangkat pukul 10.20. Sempat ngopi dulu bareng Mbak Wina dan anak cowonya (risolesnya was so bloody fantastic). Dan ia menyatakan positif ikut acara Minggu, berangkatnya pakai pesawat juga tapi yang jam tiga sore ke Jogja. Janjian ketemu malem Minggu di Desa Bahasa.
Karena tiba di Semarang tengah hari, dan aku ada urusan sedikit, maka baru bisa naik bus ke Magelang pukul 15. Pasti sudah susah menemukan angkutan umum dari Magelang ke Borobudur kalau berangkatnya jam segitu. Benar saja. Bus dan angkot sudah tidak ada saat aku sampai Terminal Magelang sekitar pukul 17. Yang ada tinggal angkot dan bus kecil ke Muntilan. Udah gitu, hujan pula.
Maka sambil berbasah-basah, aku naik angkot dan turun di pertigaan Blondo. Dari sana, perjalanan dilanjutkan naik ojek. Hujan masih menderas, sementara—tak seperti Gojek yang selalu ada stok jas hujan buat klien—kru opang (ojek pangkalan) di Blondo hanya ada jas hujan untuk dirinya sendiri. Otomatis aku pun kehujanan, dan sebisa mungkin melindungi tas yang di dalamnya memuat laptop. Parahnya, entah kenapa si opang kok kalau berkendara cenderung ke tengah sehingga berkali-kali diklakson mobil.
Kira-kira pukul 18 lebih baru aku sampai rumah. Soaked dan HP mati karena baterai ludes. Baru kemudian aku bisa kontak-kontakan lagi dengan Mbak Wina dan Desol. Yang pertama sudah otewe dari Jogja dengan mobil sewaan. Yang kedua malah sudah duduk manis homestay di Ngargogondo sejak siang. Aku pun cabut ke sana setelah terlebih dulu beliin mi goreng buat Desol.
Setelah ketemu dia untuk pertama kalinya (juga Vika, temannya yang dari Jogja), kami pun nongkrong di Desa Bahasa bareng Pak Hani Sutrisno, owner dan pendiri Desa Bahasa. Tak lama kemudian Mbak Wina datang. Lalu malah dia mewawancarai Pak Hani untuk laman beritanya, PadMagz. Dan ketika dua pebisnis bertemu, udah pasti banyak rencana keren yang muncul. Mbak Wina yang seorang pebisnis travel organizer di Padma Tour langsung merancang paket-paket tur edukatif dan kultural bareng Desa Bahasa.
Obrolan bisnis masih berlanjut hari Minggu pas diskusi dimulai pukul 11. Acara dipandu Miftah, salah satu kru Desa Bahasa. Yang spesial, seluruh rangkaian acara dilakukan dalam bahasa Inggris, sejak panduan acara oleh moderator, sambutan-sambutan dari Pak Hani dan Mbak Wina, plus dongengan soal Remember December olehku.
Setelah dulu pernah ngocol ngenggres di hadapan cah-cah cilik bule di SIS (Semarang International School), speaking in front of an audience tak terlalu menggrogikan lagi bagiku, apalagi yang ini audiensnya masih warga kita juga. Salah yo gak popo. Dulu itu pas di SIS aku sampai ngapalke skenario, tapi malah bubrah karena aku kemudian cerita-cerita soal pocong dan wewe gombel... in English.
Diskusi ditutup dengan istirahat makan siang dengan menu mangut yang sangat lezat karya katering Mrs. Hani. Sungguh, makanannya uenak bingits sehingga aku bilang ke Mbak Wina, “The meal is so delicious, so I will eat it as long as possible!”.
Pascamakan, acara kedua digelar, yaitu deklarasi awal Himpena (Himpunan Penulis Indonesia). Ini kelanjutan tulisanku beberapa waktu lalu di Kompasiana, soal organisasi profesi bagi para penulis dan pengarang. Setelah melalui sekian kali diskusi baik melalui internet maupun ketemuan langsung, akhirnya disepakati nama yang dipakai adalah Himpena, sebab singkatan awalnya, HPI, sudah dipakai beberapa organisasi lain.
Terpilih sebagai ketua adalah sang owner Desa Bahasa yang juga penulis buku-buku bahasa Inggris, Hani Sutrisno. Wakilnya adalah Yozar F Amrullah. Aku sendiri dan Aulia Hazuki menjabat sekretaris dan bendahara, respectively. Pengurus awal ini akan bertugas maksimal dua tahun dan salah satu pekerjaan utamanya adalah menggelar semacam musyawarah atau kongres nasional untuk membentuk kepengurusan sesungguhnya dewan pimpinan pusat (DPP) Himpena periode masa bakti pertama.
Dalam jangka pendek ini, program kerja Himpena adalah rekrutmen anggota, pembuatan AD/ART, legalitas organisasi khususnya pengakuan pemerintah bahwa Himpena adalah organisasi profesi untuk penulis/pengarang, dan sosialisasi lembaga. Salah satu kerja terpenting juga adalah menentukan kategori penulis apa yang dapat bergabung ke dalam Himpena.
Acara bedah buku dan deklarasi sendiri dihadiri sekitar 20 orang, termasuk Pak Budi Susilo, guru SLB YPPALB Magelang dan Agus Surawan yang datang dari Ambarawa. Pukul 14, Mbak Wina bertolak kembali ke Jogja. Desol dan Vika turut bersamanya, karena tujuannya setali tiga uang. Yah, terpaksa harus mengucap salam perpisahan dengan Desol. Janji nanti ketemu lagi di Malang, makan bakwan, atau Semarang, makan tahu gimbal.

Maka selesai sudah rangkaian weekend yang melelahkan buatku. Senang dan bersyukur karena semua berjalan lancar, terlebih soal Himpena. Berbagai rencana bagus langsung bermunculan, dan para penulis bisa langsung join. Nanti kita kerja bareng meningkatkan taraf kesejahteraan kita semua plus memperkuat dunia perbukuan di Indonesia biar bangsa ini jadi bangsa gemar membaca.

0 komentar:

Posting Komentar