scribo ergo sum

Selasa, 15 April 2014

GTA dan Banjir Dopamin

11:07 Posted by wiwien wintarto No comments
Kover GTA V.
Salah satu hal terpenting yang dibahas Aulia dalam diskusi Rumah Media hari Minggu (13/4) lalu adalah mengenai game berjudul GTA alias Grand Theft Auto. Game ini termasuk di antara judul-judul game yang membuat otak menyuruh dopamin membanjir keluar dan memengaruhi prefrontal cortex (PFC), bagian otak yang merupakan “cetak biru ketuhanan” dalam diri Homo sapiens.
GTA adalah game komputer (bukan game PlayStation, meski ada versi PS-nya) yang dibuat oleh developer Rockstar Games dan diedarkan studio Take-Two Interactive. Edar pertama kali tahun 1997, hingga kini seri game ini sudah terdiri atas tujuh judul (yang terbaru GTA V tahun 2013 lalu). Sebagai pengamat game kelas nuswantoro, aku sudah sejak bertahun-tahun yang lalu khatam memainkan salah satu serinya, yaitu GTA: Vice City—dan sangat menikmatinya!
Sebagaimana judulnya, GTA berkaitan dengan pencurian mobil. Tokoh yang kita mainkan (dalam Vice City namanya Tommy Vercetti, seorang anggota mafia) berkeliaran bebas di belantara sebuah kota (Vice City, atau San Andreas dan Liberty City di seri lainnya—semuanya kota fiktif) dan bisa mencuri mobil apa pun yang kita mau, baik yang sedang diparkir maupun yang lagi lewat (dicegat trus sopirnya kita lempar keluar!).
Dengan menuju ke lokasi-lokasi tertentu di dalam kota itu (biasanya berupa rumah, kantor, atau hotel), kita bisa bertemu dengan tokoh-tokoh NPC (non-playable character) yang akan memberi tugas-tugas tertentu, bervariasi sejak dari nyolong sesuatu, menyelamatkan seseorang, hingga menculik dan membunuh.
Jika satu misi berhasil dituntaskan, kita akan mendapatkan hadiah berupa uang. Itu bisa kita pakai untuk beli senjata dan amunisi, belanja pakaian dan aksesori, membeli mobil, serta membeli rumah. Makin jauh semakin dalam ke storyline-nya, kita akan semakin kaya dan semakin ahli. Pada akhirnya, jika berhasil menaklukkan keseluruhan misinya, kita akan menjelma menjadi pucuk pimpinan organisasi mafia yang disegani para culik, begundhal, begal, rampok, pandung, dan sebangsanya.
Tanpa mengikuti alur ceritanya, kita bisa dengan bebas menjelajahi kota dan melakukan apa pun yang kita mau. Latar tempat GTA adalah sebuah kota virtual yang amat kompleks dan mengasyikkan untuk dijelajahi, mirip berada di kota sungguhan. Terdapat zona elit, areal perumahan, kawasan pabrik, wilayah kumuh, daerah perkantoran, dan juga sungai, danau, serta lautan luas.

Suasana kota di GTA V. Amazing detail-nya!
Kita bisa menjelajah kota dengan kendaraan apa pun yang kita punya (atau kita temukan di jalan!). Bisa dengan sedan, van, tank, helikopter, sepeda motor, truk tronton, skuter pengantar pizza, dan favoritku: membajak bus kota! Desain kota dilengkapi juga dengan jalur jalan dan persimpangan-persimpangan berlampu bangjo, trotoar, jalur pedestrian, jalan tol, serta peta ala GPS.
Cara main yang serba bebas roaming keluyuran semaumu ini membuat GTA dimasukkan ke dalam genre sandbox. Dalam kotak terdapat pasir, yang bisa kita bentuk menjadi apa saja (istana pasir, patung putri duyung, ditulisi “AZZAM LOVES ANNA”, dll.). Begitu pula “kotak pasir” dalam GTA bisa kita bentuk dan jelajahi dengan cara apa saja.

Kebebasan mutlak inilah menurutku yang membuat otak mengalirkan dopamin dalam jumlah besar. Pasalnya kita memang bisa bereksperimen seliar mungkin untuk mewujudkan khayalan terbesar soal kekerasan yang tak mungkin kita praktikkan di dunia nyata. Mau mencacah-cacah polisi pakai golok? Atau membeli gergaji mesin dan sibuk menggergaji ibu-ibu yang lewat di jalan sehabis belanja (lengkap dengan muncratan darah!)? Atau melindas para pengunjung mal pakai truk tronton?

Mari menggergaji warga!
Yang lebih parah, untuk tiap pembunuhan yang kita lakukan, kita dapat duit. Jadi kita bisa dapat banyak duit cukup dengan, itu tadi, menggergaji ibu-ibu atau melindas para pengunjung mal. Mau yang lebih seru? Kita bisa mencuri sebuah mobil sport mewah lalu menghentikannya di areal pantai. Nggak sampai satu menit, mobil kita akan dikerubuti PSK yang menawarkan jasa!
Di dunia internasional, GTA dianggap sebagai game kontroversial yang mendorong para pemainnya untuk berperilaku buruk. Susahnya, sebagaimana pornografi, benda satu ini juga laris pol. Lembaga sensor software Amerika, ESRB (Entertainment Software Rating Board) memberi label “M” (mature) pada game ini, yang mana hanya orang dewasa umur 18 tahun ke atas yang boleh memainkannya (setara dengan film-film Korea 18+!).
Karena itu menjadi tugas ortu untuk benar-benar mengawasi game-game yang dimainkan anak-anak. Adalah keliru bila menganggap dunia video game adalah mutlak dunianya anak-anak sebagaimana boneka Barbie atau action figure Finn dan Jake dari serial Adventure Time. Game sama dengan buku, film, dan musik—berlaku untuk seluruh golongan usia, dan peruntukannya bisa dilihat dari rating yang diberikan pihak berwenang.

Rating ESRB.
Di Amerika Serikat, pihak berwenang itu adalah ESRB. Tiap judul game di-review berdasarkan content, bahasa, dan gameplay-nya, untuk menyaring kemunculan segala hal yang berkaitan dengan kekerasan, seks, profanity (bahasa jorok), dan drugs. Lalu rating akan ditempelkan di kemasan produknya saat dirilis ke toko, sehingga pihak toko bisa bekerja sama dengan cara selektif mengaitkan antara pembeli dengan barang yang dibeli.
Total ada enam jenis rating game yang ditempelkan ESRB. Rating “EC” berarti early childhood; dimainkan anak-anak umur 3 tahun ke atas. Rating “E” berarti everyone; bias dimainkan siapapun. Rating “E10+” berarti boleh dimainin siapapun asal sudah berumur di atas 10 tahun. Rating “T” berarti teens; game khusus untuk ABG yang sudah mengandung muatan romans dan seksualitas. Rating “M” untuk adult. Dan ada lagi rating “AO” (adult only); berarti game bersangkutan hanya untuk usia 21 tahun ke atas karena sangat kemproh.
Ada beberapa hal praktis yang dapat dilakukan untuk melindungi anak-anak dari bahaya games (from an accute gamer's perspective!):

Kontrol Ketat
Karena games bukan sepenuhnya teritori anak-anak, jangan lepas tangan dalam soal satu ini. Kalau komputer atau laptop kita sering dipakai ngegame anak-anak, pastikan game-game yang terinstal di situ masuk kategori aman. Kalau anak-anak sudah disangoni smartphone, geledah HP dia secara rutin untuk mendaftar game-game apa saja yang ada di dalamnya, lalu cari info soal rating masing-masing game di internet dan tinggal uninstall judul-judul game yang tak sesuai dengan umurnya.
Yang paling aman buat anak-anak pra-SMP memang cukup dikasih HP jenis feature phone dulu, yang cuman bisa buat telpon dan SMS.

Game Edukatif
Sebagaimana ada film dan mainan edukatif, game yang edukatif pun ada. Biasanya dijual resmi original di toko-toko buku, terutama yang menampilkan tokoh-tokoh kartun edukatif kayak Diego, Dora, atau dari serial Sesame Street.
Game-game yang berhubungan dengan film animasi Disney seperti Toy Story, Finding Nemo, atau Cars juga relatif aman buat anak-anak.

Game Time
Sediakan game time secukupnya tempat anak-anak bisa (merasa) bebas main game. Alokasi waktunya bisa divariasi sesuai kebutuhan. Bisa 60 menit tiap hari sebelum atau sesudah jam belajar, bisa 2-3 jam cuman pas tanggal merah tok, atau bisa juga dijadikan bagian dari sistem reward & punishment (kalau selesai baca buku tertentu, kalau dapat nilai ulangan bagus, boleh main; kalau bikin kesalahan, game time disita selama beberapa periode tertentu, etc.).
Ini untuk membatasi tanpa mereka merasa tengah dibatasi. Makin dewasa, anak-anak akan bisa mengendalikan diri masing-masing soal game (aku dulu lulus pas kelas II SMP). Atau mereka lama-lama akan kehilangan interest sama sekali begitu nemu hal berikutnya yang lebih bikin sibuk: nyari pacar!

Ikut Main
Luangkan waktu agar sesekali atau duaduakali bisa ikut anak-anak ngegame. Anak-anak akan senang kalo ortu bisa terlibat dalam aktivitas main mereka. Efektivitas hal ini sudah berkali-kali terbukti lewat riset. Tujuan kedua, bisa melakukan fungsi BO berkaitan dengan content game. Plus kontrol juga. Kalau jebul yang dimainin anak adalah jenisnya 7 Sins atau Bully, kita harus tega bertindak dengan tangan besi (lalu kita mainin sendiri!).
Tak ada alasan bahwa kita sebagai ortu nggak hobi ngegame. Bayar rekening PLN dan PDAM juga bukan hobi, nyatanya mau, dan selalu bisa.

Safe Games
Selain game-game edukatif, yang termasuk paling aman buat anak-anak adalah game olahraga populer, terutama sepakbola (seri FIFA Soccer, Winning Eleven/Pro Evolution Soccer, atau game manajer bola). Tak ada bahaya dalam content game-game sport. Yang berpotensi membahayakan adalah kalau sampai kecanduan (lalu terseret peer group untuk totohan!).
Dan probabilitas ayah gila bola adalah sangat tinggi di Indonesia, jadi sekalipun nggak hobi ngegame, obrolan ortu-anak masih akan ngeklop soal pemain, klub, liga, kompetisi Eropa, “Moyes out!”, transfer news, de-el-el. Anak-anak masih bisa diawasi dari angle ini.

No Rental PS or Game Online!
Keberadaan rental PS dan warnet game online adalah mirip hukum makruh: didatangi gakpapa, ditinggalkan mendapat pahala. Melepas anak secara bebas ke rental PS dan warnet game online sama saja dengan membiarkan anak kebanjiran dopamin. Kemungkinan bakal kecanduan nyaris mencapai 100% alias pasti!
Kalaupun mereka boleh ke PS, pastikan ortu atau wali mendampingi (aku sering ngawal ponakanku ke rental PS—main sendiri-sendiri, tapi at least dia terawasi penuh) dengan waktu kunjungan yang sangat langka. Yang lebih aman adalah mencukupi kebutuhan games di rumah secara proporsional biar mereka nggak mencarinya di luar.

Game Komputer
Sama-sama games, jenis game komputer jauh lebih aman dikonsumsi daripada game-game konsol (PS, Wii, Xbox, dll.). Bukan soal content atau gameplay, melainkan lebih karena fungsi perangkatnya. Karena komputer bisa multimedia, akan lebih gampang mengalihkan perhatian anak ke fungsi hiburan lainnya saat dirasa dia sudah cukup ngegame. Misal disuruh nonton film, internetan ke website NGC, diajari trading Forex, baca e-book, atau diajari Photoshop dan Ulead.

0 komentar:

Posting Komentar