scribo ergo sum

Sabtu, 20 Agustus 2011

The Unfunniest Comedy

13:44 Posted by wiwien wintarto 2 comments

Bertahun-tahun yang lalu, saat masih mahasiswa di STIK Semarang (STIKOM), aku pernah sesaat menjadi pelawak. Waktu itu aku tergabung dalam grup Gojeg Semarangan bareng Puguh dan Timbul, bahkan pernah akan mengikuti kontes melawak Temu Lawak 1992 di TBRS (Taman Budaya Raden Saleh). Sayang akhirnya gagal ikut karena Puguh sakit.
Sebelumnya, aku juga pernah menjadi pelawak tingkat RW di Blok F Perumahan Genuk Indah. Bareng Karang Taruna RW yang aku pimpin, aku rajin tampil di pensi Agustusan, terutama tahun 1989, 1991, dan 1992 dengan cerita ketoprak mBambung Joko Tarub, Ande-ande Lumut, dan Jongos Gila respectively.

Oleh karena itu, sudah cukup lama aku bercita-cita menulis tentang dunia para pelawak buat bahan novel. Maka muncullah cerita The Unfunniest Comedy ini. Dan ini melengkapi koleksi temaku yang menolak unsur NDS (Novelis Diri Sendiri) alias maunya (atau bisanya) hanya cerita-cerita tentang dunia keseharianku biar mudah.
Setelah novel tentang sepakbola, anak band indie, wartawan majalah sekolah, sekretaris, sepakbola lagi, dan badminton, kini giliran soal para pelawak. Desember nanti insya Allah terbit novel teenlit-ku yang ber-genre horor misteri, lalu ada novel anak-anak tentang perkereta apian, metropop tentang sinetron, thriller mengerikan ala Silence of the Lambs, novel Thanks To, novel religi, novel sesat... komplet lah! Rugi kalo ndak baca novel-novel WW, hehe...!
Dan agar temanku Hisagi Wulz senang, novel tenis juga sudah siap disuting!
TUC mulai kutulis tahun 2008, hampir berbarengan dengan saat tim Majalah Gradasi menggarap sinetron Hujan di Hati Stephie itu dulu. Setelah mengalami berbagai perombakan, naskahnya baru sempat kukirim ke GPU sekitar bulan Oktober 2010. Bulan April 2011 desain kaver jadi, Juni-Juli editing, dan akhirnya Agustus ini rilis berbarengan dengan bulan puasa dan Idul Fitri.
Secara umum, TUC berkisah soal Teater Obah, kelompok ekskul teater SMA Negeri 25 Semarang. Oleh pelatihnya, Bimo, grup itu kemudian dipecah menjadi grup lawak yang bernama Ora Obah, beranggotakan empat personel: Vian si tomboi, Ardi, Odi, dan Ruben. Selain para anggota inti, ada pula dua cewek yang ikut sibuk sebagai kru, yakni Rita dan Nena.
Setelah sukses menjuarai kontes Temu Lawak di TBRS, Ora Obah segera dihadapkan dengan berbagai proyek pementasan yang menjanjikan. Salah satunya datang dari Pak Ramzi, pengusaha kaya raya yang akan membawa mereka ke pentas lawak nasional. Masalah timbul ketika Nadia, puteri Pak Ramzi yang juga sekaligus sepupu Ruben, naksir Vian karena dia salah mengira Vian sebagai cowok akibat gayanya yang terlalu tomboi!
Urusan kian rumit oleh masalah percintaan yang kompleks antara Odi, Vian, Ardi, Rita, dan Bimo. Berikutnya ada Danty, kenalan baru Bimo yang mencurhatkan problem percintaannya pada Bimo dan berakhir pada hasutan yang bikin pusing meski tujuan Danty sukses tercapai.
Bimo sendiri, yang tengah dilanda krisis kepercayaan akan cinta, pada akhirnya menemukan apa yang dicarinya selama ini—termasuk hati milik siapa yang sebenarnya paling berarti buatnya.
Lewat TUC, aku pengin bercerita bahwa cintalah yang benar-benar membuat dunia ini berputar. Bisa cinta pada lawan jenis, cinta pada sahabat, cinta pada profesi, dan terutama cinta yang membuat kita mau menjadi orang yang lebih baik daripada sebelumnya. Cinta juga yang membuat hidup ini bisa terasa amat lucu dan tidak lucu pada saat yang bersamaan.
Cinta—terutama yang dialami oleh remaja dan orang-orang muda—dapat pula membikin kita bingung, pelik, kehilangan arah, dan ujung-ujungnya terlibat dalam suatu rentetan kejadian yang aneh seperti yang dialami Nadia. Tapi apa dan bagaimanapun jalan masuknya, cinta tak akan menjadi sesuatu yang merusak andai kita tak memaksakan diri untuk selalu harus dapat memiliki—atau dimiliki.
Dan sumbangan terbesar yang pengin kuberikan ke dunia lawak Indonesia adalah seperti yang dilakukan Bimo terhadap Ora Obah, yaitu pentas lawak ala Srimulat, Jayakarta Grup, Tom Tam, Empat Sekawan, atau Bajaj yang full scripted. Semua adegan dan dialog sudah tertata rapi di naskah, sehingga para pemainnya pun tak harus orang yang lucu (atau sok lucu) macam Olga, Ruben, atau Komeng. Orang seserius Presiden SBY pun bisa pula memainkannya karena cuman tinggal melakonkan naskah.
Saat awal kutulis, cerita ini sebenarnya akan kuikutkan ke Lomba Cerita Konyol Gramedia 2008. Maka aku memilih genre komedi yang 100% komedi karena berkisah tentang grup lawak. Tapi karena malas sehingga naskah nggak jadi-jadi dan deadline lomba terlewat, akhirnya TUC kujadikan cerita teenlit biasa. Betewe, lomba itu akhirnya dimenangi oleh The Kolor of My Life-nya Netty Virgiantini.
Yang jelas TUC adalah persembahan buat kita semua yang memandang cinta sebagai sarana untuk lebih memahami dan menyayangi sesama, bukan hanya sekadar alat untuk memuaskan keinginan-keinginan palsu yang bersifat sementara.

2 komentar:

  1. ciyeeeh asik bukunya udah keluar

    BalasHapus
  2. nabila: silakan dibeli! awas kalo nggak! haha...

    BalasHapus