
Judul: The Sweetest Kickoff
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Cetakan: Ke-1 (Juli 2009)
Tebal: 311 halaman
Genre: Comedy/romance
Kalau sudah bicara soal sepak bola, sepertinya yang namanya ide nggak akan pernah ada habis-habisnya. Maka setelah The Rain Within (2005), aku kembali mengambil sepak bola sebagai latar belakang cerita dalam buku terbaruku ini, The Sweetest Kickoff, yang persis dirilis Juli 2009 ini, saat sebagian besar dari kita bener-bener berduka gara-gara pembalatan kunjungan The Red Devils ke Indonesia.
Buku ini bertutur soal Farah, sosialita jet set yang menerima warisan tak terduga dari kakeknya. Bukannya mendapat uang, tanah, pangkat di perusahaan, mobil, atau saham, Farah justru menerima Magelang FC, klub sepak bola yang berlaga di Divisi II Liga Indonesia .
Langganan kalah dan kini bahkan tanpa pelatih, Magelang FC berada di jalan tol menuju degradasi ke Divisi III. Tugasnya sebagai pemilik baru adalah menyelamatkan klub. Dan langkah tersulit pertama yang harus dikerjakannya adalah merekrut pelatih baru, yang terasa jadi mission impossible karena ia memang tak tahu apa-apa soal bola.
Yang dimaksud sang kakek sebelum wafat sebenarnya cuma satu: fokus. Dengan gaya hidup hedonistis yang penuh dengan jadwal pesta, clubbing, dan belanja royal gila-gilaan, Farah betul-betul bikin pusing banyak orang. Magelang FC diharap bisa memberinya arah baru untuk bekerja, berkarier, dan serius mencari penghasilan sendiri seperti orang lain.
Tentu, banyak aral melintang. Ia langsung terlibat perang dingin dengan Danu Mananta, mantan pemain nasional yang direkrut sebagai pelatih baru Magelang FC. Danu sendiri tengah berada di titik nadir kehidupan setelah karier bolanya berakhir tragis dan demikian pula kisah cintanya.
Urusan jadi kian complicated ketika Danu kemudian saling suka dengan Achie, sepupu Farah. Danu yang rapuh berusaha bangun lagi dari puing-puing kehancurannya terhadap kaum Hawa, sedang Achie juga sedang berusaha keras membebaskan diri dari penyakit “amnesia perasaan” yang selama ini menghantuinya.
The Sweetest Kickoff kubangun dari salah satu kritik terhadap Say No to Love (2007). Dalam salah satu resensi di internet, novel itu dikritik karena nggak memberi ruang development untuk tokoh-tokohnya. Dewi, Wisnu, dan siapapun nggak berkembang jadi manusia yang berbeda. Hanya sekadar jadian, nggak lebih.
Itu sebabnya, saat hendak memulai nulis The Sweetest, aku sudah berpatokan untuk menulis tentang seseorang yang remuk dan belakangan menjadi baik setelah kecemplung di kawah Candradimuka. Kawah itu bernama Magelang FC, sesuatu yang benar-benar berada di luar semesta yang diketahui seorang Farah.
Premisnya sih, Hollywood banget. Khas film-film komedi romantis. Sang tokoh utama terpaksa harus berhadapan dengan sesuatu yang amat tak disukainya. Meski awalnya buruk, perjalanan nasib kemudian membawa sang tokoh bergelut dengan hal yang tak disukai itu. Tempaan dan pendewasaan terjadi, hingga akhirnya keakraban terbentuk. Benci pun lantas berubah jadi suka. Bahkan cinta.
Di film Hollywood , biasanya dikisahkan soal cowok dan cewek yang tak saling suka. Kerjaan mereka bertengkaaaaar terus. Tapi ketika berpisah, baru mereka merasa kesepian karena sebetulnya saling membutuhkan satu sama lain. Di sini, unsur cowok kuganti dengan klub sepak bola.
Satu lagi elemen yang kubangun berdasar kritik adalah setting lokasi. Novel pertama hingga keenam selalu bertempat di Semarang. Lalu salah seorang teman berkomentar agar aku keluar dari the comfort zone itu dan nyari tantangan baru di tempat lain di luar Semarang .
Aku lantas bilang, novel berikut akan berlokasi di sebuah kota yang telah berusia satu milenium lebih dan letaknya mengitari sebuah gunung. Maka kita berada di Magelang dalam The Sweetest Kickoff. Dari Prasasti Mantyasih diketahui, Magelang sudah ada sejak tahun 990 Masehi, yang berarti usianya kini adalah 1.019 tahun. Dan meski hanya berupa sebuah bukit kecil, Tidar lebih populer disebut sebagai gunung, dan memang berada tepat di titik tengah kota Magelang. Kota yang berslogan Kota Harapan itu dibangun mengelilingi Gunung Tidar.
(Padahal Magelang juga masih masuk the comfort zone-ku, karena aku lahir di sana dan mengenali kota kecil itu dengan baik seperti Semarang , hehe…!)
Secara umum, The Sweetest Kickoff adalah cerita tentang perubahan. Bagaimana hidup mengubah kita menjadi manusia yang lebih baik dari sebelumnya. Juga tentang kenyataan bahwa anugerah terbesar dalam hidup adalah bila kita selalu punya teman di sisi kita, dan kemudian kita akan mengucap “thank you for being a friend” pada siapapun yang selalu mau menemani kita menjalani hidup…
mas, mau dong novelnya?
BalasHapushmm....belum beli nih....moga wiken ini bisa mampir ke toko buku langganan...udah ngebet pengin baca. Btw, menurut saya Say No To Love keren kok...(saya pernah comment di blog mas Wien)...pernah juga bilang, saya malah dari dulu pengen buat novel kek gitu, tapi ga bisa-bisa....
BalasHapus...
Okelah, bravo mas...moga tetep produktif....
reval: lha ini, cepetan adu balap ama yg lain2!
BalasHapusyuliono: yg ini dijamin lebih keren, heheh...! silakan beli. bravo novel Indonesia!
Kali ini, aku mau beli!
BalasHapusini cerita tentang novel ato tentang dunia nyatakah mas win ?
BalasHapuswebmaster stimulus: yg ini novel tok, gak ada dunia nyatane..
BalasHapus