
Pengarang: Wiwien Wintarto
Penerbit: Elex Media Komputindo, Jakarta
Tebal: 253 halaman
Cetakan: Ke-1 (Maret 2006)
Genre: Romance/comedy
Harga: Rp 28.800
Apa yang jauh lebih berharga daripada harta semahal apapun? Pangkat setinggi apapun? Atau petualangan sedahsyat apapun? Dari segala jawaban yang mungkin nyantol di kepala kita, ujung-ujungnya kita akan kembali ke jawaban paling simpel yang bisa kita pikirkan, yaitu keluarga. Tanpa mereka, kita bukan apa-apa. Hidup bukan hidup jika kita nggak punya tempat untuk pulang, baik dalam bentuk fisik maupun dalam wujud hati orang-orang yang peduli.
Novel keempat saya, Rendezvous at 8, adalah hadiah sederhana buat orang-orang yang mencintai keluarga dan bagi mereka yang merindukan hadirnya keluarga, seperti tokoh-tokoh dalam cerita ini. Jika kamu selalu merasa dirimu adalah bagian dari sebuah keluarga, maka inilah buku yang akan membuatmu kian menyayangi mereka.
Kisah dibuka saat Vida diaudisi menjadi vokalis band indie lokal Semarang, Rendezvous. Vida yang masih duduk di kelas XI SMA Lazuardi langsung diterima, dan ia segera menjadi bagian dari Rendezvous yang terdiri atas Erland pada keyboard, Tika (bass), Okan (drum), dan Bima (gitar). Rendezvous beraliran smooth jazz dan R&B. Mereka baru aja ditinggal cabut vokalis lama mereka, Eva.
Keberhasilan itu udah pasti bikin Vida gembira bukan main. Yang lebih histeris adalah Leia, sobat karibnya. Leia sudah sejak lama ngefans berat sama Erland. Dan perasaan itu kemudian berubah jadi sesuatu yang dalam manakala ia putus dari Diko, cowoknya, dan mulai berteman baik dengan Erland.
Sayang euforia Vida dan Leia nggak berumur panjang. Terutama Vida sebagai personel tergres, ia langsung berhadapan dengan realitas yang terpampang bahwa Rendezvous sebenarnya tengah terancam bubar karena digerogoti permasalahan internal yang amat parah. Dan semua persoalan itu bersumber dari diri Erland yang arogan, sok ngatur, kepala batu, dan nggak pernah mau mendengar pendapat orang lain.
Nggak hanya itu, masing-masing personel pun membawa problem-problem pribadi yang amat gawat. Meski beda-beda, tapi ujung pangkal permasalahan mereka cuman satu. Mereka kesepian, hidup sendiri, dan nggak punya keluarga yang manis, rukun, dan hangat kayak keluarga Vida.
Lucunya, tanpa dikomando, mereka seperti menemukan pelabuhan pencarian mereka pada diri Vida. Untuk pertama kalinya seumur hidup, mereka menemukan rumah dan keluarga tempat pulang, biarpun itu bukan rumah dan keluarga mereka sendiri. Buat pertama kali, akhirnya ada yang selalu mau bikinin mereka nasi goreng lezat dan ngasih ruang untuk tidur pulas meski berdesak-desakan.
Perlahan tapi pasti, sekalipun nggak disengaja, Vida akhirnya bisa mengurai benang kusut permasalahan mereka satu demi satu. Ia berhasil merekatkan kembali Rendezvous dan mengubah nama band itu jadi Rendezvous at 8. Selain itu, ia juga langsung bisa menulis dua lagu berlirik bahasa Inggris buat mereka, yaitu Even If the Stars Would Fall dan Rendezvous at 8.
Di pihak lain, ada jalinan cinta agak rumit yang semua bersumber dari dirinya. Erland langsung suka sejak pertemuan pertama, karena wajah Vida mirip sekali dengan wajah mendiang mamanya. Ada juga Wira, editor Tabloid Remaja Abege, yang jatuh cinta pada pandangan pertama. Terakhir ada Rudi, teman Vida sejak kecil, yang tahu-tahu saja, nggak ada hujan nggak ada angin, terpanah asmara gara-gara sindrom waiting traisn jalaran saka kulaiyen (witing tresna jalaran saka kulina-Red).
Vida yang polos nggak menyadari semua pusaran yang sangat menguras emosi itu. Yang tahu justru sobat-sobat karibnya itu, Leia dan Rudi. Mereka pula yang paling menderita gara-gara urusan ini. Rudi lunglai karena Vida kayaknya nggak ada rencana untuk balas menganggapnya secara khusus pula. Sedang Leia yang bener-bener kasmaran pada Erland sepeninggal Diko, dengan berat hati harus menerima kenyataan bahwa hati Erland udah kadung tertambat ke orang lain.
Tapi seperti ungkapan “hidup ini mirip pasar kaget karena selalu penuh dengan barang-barang yang mengagetkan”, akhirnya tetep aja akan ada kejutan manis buat semua orang, terutama bagi mereka yang menderita dan nelangsa karena asmara.
Rendezvous at 8 adalah sebuah pengingatan (remembrance) terhadap keluarga tersayang kita masing-masing. Bukan hanya keluarga serumah, tapi juga keluarga dalam bentuk apa aja. Bisa geng sekelas, teman satu band, kru majalah sekolah, sobat dekat sejak kecil, kekasih, teman baru yang udah langsung nyetel, atau apapun tempat kita dikelilingi oleh orang-orang yang selalu sayang dan peduli pada kita.
Kadang kita lupa dan nggak menyadari betapa penting kehadiran mereka buat kita selama ini. Lantas, kita baru ngeh saat mereka udah nggak ada lagi, mirip “but u don’t know what u got till it’s gone” dari Big Yellow Taxi-nya Counting Crows & Vanessa Carlton. Buku ini akan membuat kita menyadari keajaiban mereka selagi mereka masih ada di sekitar kita dan masih bisa kita temui kapan saja kita mau.
Seperti biasa, Rendezvous at 8 masih berkaitan dengan ketiga novel saya terdahulu. Bella dan Emma teman akrab Vida & Leia di sini adalah Bella dan Emma dari novel kedua, Waiting 4 Tomorrow. Elan Naratama pemain yunior PSIS yang akan diwawancarai Wira adalah Elan tokoh utama novel ketiga, The Rain Within. Rainie Febri, marketing Radio Ozone yang mensponsori event jurnalistiknya Leia, adalah Rain pacar Elan dalam The Rain Within. Dan Tabloid Liga adalah kantor tempat bekerja Adi, tokoh utama novel pertama, Kok Jadi Gini?.
Wira dan Adi sendiri nongol jadi “cameo” di The Rain Within, yaitu ketika Elan menonton sesi pemotretan Wening di Redaksi Abege. Vida bareng Rendezvous at 8 juga nongol sekilas dalam The Rain Within. Mereka tampil sepanggung dengan Romantic Tractor dan Paprika dalam pensi SMA Lazuardi yang dihadiri Elan & Rainie.
Nah, di bagian akhir Rendezvous at 8, yang gantian jadi cameo adalah Dini dan Maya, anak SMA Negeri 25 yang jadi reporter magang Tabloid Abege. Mereka ini akan jadi dua tokoh utama dalam novel kelima nanti yang udah jadi dan akan nongol as soon as possible.
So, here it is—sebuah novel sederhana yang akan membuat kita, at least for once in our life, bilang “I love u” pada keluarga kita masing-masing sebelum nggak sempat lagi dan waktu keburu membawa mereka pergi entah ke mana…
Untuk info lebih detail, silakan ke BookWorms (http://wiwienbooks.blogspot.com).
walah..panjange rek ..
BalasHapuspenulis kalo nulis emang gak habis ya kata2nya...
lucu gak tuh bukunya???
kalo lucu ntar aku beli getooo...
lucu dong. one of the funniest in the whole world. cuman kalah lucu dari seandainya basuki, timbul, atau tessy juga bikin buku. krn mereka belum bikin, berarti punyaku masih yg paling lucu.
BalasHapusayo beli! beli! ayo tho! belio!