![]() |
Richard Roeper & Roger Ebert |
Dalam dunia pertelevisian,
Amerika Serikat adalah trendsetter dan “suri tauladan” yang harus ditiru serta
diikuti demi kesuksesan, baik dalam reputasi maupun dalam urusan gemerincing
uang. Jaringan-jaringan TV di seluruh dunia relatif hanya menunggu apa yang
meroket di sana untuk diterapkan secara lokal, dan hanya segelintir yang
merupakan kreasi asli buatan sendiri.
Di Indonesia pun, stasiun TV,
produser, dan kreator layar kaca cenderung untuk selalu pasif dan hanya siap
sedia menjadi “mesin fotokopi” bagi apapun yang menghasilkan rating tinggi di
AS. Itu berlaku sejak mulai film seri, acara dokumenter, reality show, variety
show, hingga talk show dan kuis.
Namun di antara sederetan jenis
acara TV Amerika yang ditiru di sini, tetap ada beberapa programa yang tak juga
kunjung disadur meski seharusnya pantas dan bahkan harus secepat mungkin
diindonesiakan, atau setidaknya ditayangkan di sini. Salah satunya adalah acara
talk show unik yang berjudul Ebert
& Roeper.
Disebut unik karena programa ini
menampilkan obrolan yang tak dipunyai acara lain sejenis, yaitu kritik film.
Dipandu dua kolumnis dari koran Chicago
Sun-Times, Roger Ebert dan Richard Roeper, Ebert & Roeper memberikan ulasan dan analisis secara
mendalam terhadap film-film terbaru yang dirilis di Amerika, baik produksi
Hollywood sendiri maupun film-film berbahasa asing dari negara lain.
Dalam tiap episode yang berdurasi
30 menit, mereka biasanya mengulas antara tiga hingga lima judul film
sekaligus. Dengan cita rasa dan penilaian yang objektif namun tajam, Ebert dan
Roeper akan memberikan predikat “thumbs up” untuk film-film yang mereka anggap
berkualitas dan “thumbs down” untuk film-film yang bermutu seadanya.
Unsur paling menarik dalam talk
show ini bukan hanya mengetahui penilaian akhir mereka terhadap satu judul
film, melainkan juga proses ke arah tersebut. Ya, Ebert dan Roeper tidak
langsung bersepakat mengajukan penilaian, melainkan mendahuluinya dengan debat
dan adu argumen yang sangat seru, sebelum pada akhirnya sama-sama sampai pada
kesimpulan yang sama.
Perdebatan yang pedas dan kadang
menyertakan ejekan-ejekan sarkastis inilah yang membuat Ebert & Roeper begitu digilai pemirsanya. Hebatnya, meski di
layar kaca keduanya saling adu mulut dengan keras, di luar studio mereka tetap
menjadi rekanan dan sahabat yang sangat dekat dan selalu tampil bareng dalam
berbagai kesempatan.
Kini, acara tersebut tak hanya
mampu meraih popularitas tinggi namun juga pengaruh besar secara “politis”
dalam industri perfilman Hollywood. Ketika sebuah judul film menghasilkan
ulasan positif dari mereka dalam acara screening (pemutaran khusus untuk
konsumsi pers dan kritikus film), pihak studio selalu memajang kutipan
kata-kata Ebert dan Roeper terhadap film tersebut di poster-poster, iklan
media, dan trailer-nya.
Dan sebagaimana yang sudah
terbukti selama kira-kira satu dasawarsa terakhir, pujian dari kedua kritikus
kenamaan itu memang selalu berbanding lurus dengan angka penjualan tiket.
Penonton berbondong-bondong menyaksikan sebuah film yang mendapat “thumbs up”,
entah karena merasa mendapatkan “restu” untuk menonton entah itu hanya karena
penasaran untuk membuktikan kebenaran analisis Ebert dan Roeper.
Tahun 2005 kemarin, acara Ebert & Roeper merayakan hari jadinya yang ke-30.
Embrio programa tersebut dimulai pada tahun 1975 oleh Ebert bersama partner
lawasnya, almarhum Gene Siskel. Sebagai sesama kritikus film, waktu itu mereka
membawakan acara ulasan film Coming
Soon to a Theater Near You buatan
stasiun TV pendidikan PBS yang diproduksi oleh stasiun TV lokal
Chicago, WTTW.
Tahun 1978, nama acara itu diubah
menjadi Sneak Previews dan dengan cepat mampu mengumpulkan
pemirsa setia di lingkup nasional. Tiga tahun kemudian, Ebert dan Siskel cabut
karena masalah ketidaksepakatan kontrak dengan PBS dan membentuk perusahaan sendiri
bernama Tribune Entertainment. Dengan bendera baru, mereka memproduksi acara
ulasan film yang diberi titel At
the Movies.
Eksperimen ini tak berlangsung
lama karena pada tahun 1986 mereka sepakat untuk bergabung dengan Buena Vista Entertainment,
divisi televisi dari studio besar Disney. Di situ, mereka membintangi programa
baru lagi yang bernama Ebert
& Siskel and the Movies.
Kebersamaan Ebert dan Siskel
berlangsung selama 13 tahun sampai Siskel mulai terserang tumor otak tahun 1998
dan harus menjalani operasi. Meski demikian, the show must go on dengan Siskel
memberikan ulasan dan argumen lewat pesawat telepon dari rumah sakit.
Episode tertanggal 23 Januari
1999 menjadi saat terakhir Ebert dan Siskel masih bersama-sama mengkritik film.
Saat itu film-film yang mereka ulas adalah At
First Sight, Another Day
in Paradise, Hi-Lo
Country, Playing by
Heart, dan The Theory of
Flight. Awal Februari 1999, Siskel memutuskan untuk cabut secara permanen
dan tiga pekan kemudian meninggal karena komplikasi parah.
Pascakepergian Siskel, nama acara
diganti menjadi Roger Ebert
& The Movies. Sepanjang musim 1999, Ebert memandu acara seorang diri
dan hanya didampingi para kritikus tamu. Memasuki musim 2000, salah seorang
kritikus tamu tersebut, Richard Roeper, akhirnya terpilih sebagai mitra tetap
untuk menggantikan posisi Gene Siskel.
Dalam musim terbaru saat ini,
salah satu segmen paling menarik dari Ebert
& Roeper adalah The
Wagging Finger of Shame. Dalam segmen ini, mereka mengolok-olok beberapa judul film
yang tidak diputar dalam screening untuk para kritikus. Ini terjadi biasanya
karena pihak studio sejak awal sudah menyadari film mereka benar-benar
berkualitas rendah sehingga menyajikan screening untuk kolumnis sama saja
dengan tindakan bunuh diri!
Film-film yang mendapat
“kehormatan” untuk dipajang dalam segmen The Wagging Finger of Shame beberapa
di antaranya adalah The
Amityville Horror, The
Fog, In the Mix, Aeon Flux, Underworld: Evolution, dan Date Movie. Lucunya, terlepas
dari label “thumbs down” yang disematkan Ebert dan Roeper, judul-judul ini
sama-sama sukses mengeruk dolar dalam daftar box office.
Secara umum, kritik yang
disajikan keduanya (dan para kritikus lain) memang boleh dibilang tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap angka penjualan tiket semua film.
Sebuah film yang dicerca para kritikus tetap dapat mengumpulkan penonton dalam
jumlah besar, karena sebagian besar penonton memang lebih gampang terpikat
dengan sekuen laga, pamor bintang, animasi komputer, serta efek visual yang
canggih.
Dan fenomena ini dibenarkan oleh
Ebert sendiri. “Kata-kata kritikus tak punya arti untuk film-film berbujet
besar yang didukung dana promosi melimpah,” katanya. “Tugas kami sebetulnya
hanyalah menunjukkan pada penonton, film-film kecil berbiaya murah serta
film-film asing berkualitas yang selama ini tak pernah Anda dengar dan lihat
melalui media.”
Namun pada gilirannya, sebuah
acara TV seunik Ebert &
Roeper tetap akan membantu
meningkatkan apresiasi penonton pada film. Penonton bakal menjadi sedikit lebih
terpelajar untuk melek terhadap batasan mana film bagus dan mana yang bukan,
serta tak hanya sekadar melahap mentah-mentah apa yang tersaji di gedung
bioskop.
Kita jelas-jelas amat memerlukan
programa seperti ini. Sejauh ini, acara-acara sinema di TV kita seperti Cinema Cinema (RCTI), Layar Lebar (Metro TV), atau Nomat (Trans TV) hanya mengumbar
informasi mentah belaka tanpa ada satupun unsur pembelajaran untuk membuat kita
paham mengapa Crash menang Oscar dan mengapa Stealth serta Fantastic 4 masuk nominasi saja tidak.
(Dimuat di
rubrik hiburan Suara Merdeka Edisi Minggu)
0 komentar:
Posting Komentar