Sebelum pertandingan Kualifikasi Piala Asia 2011 antara Indonesia dan Oman semalam, aku memprediksikan skor adalah 2-1. Hasil skor akhir ternyata betul, tapi tim pemenangnya keliru, bukan Indonesia . Prediksiku yang sebelumnya pun betul juga, kita gagal menang lagi.
Nggak cuman gagal maju ke Qatar tahun depan, Indonesia juga satu-satunya tim di Grup B yang belum pernah menang. Pertandingan terakhir adalah lawan Australia di sana , jadi ya harus realistis wae. Apalagi kalau nanti Brad Jones, Lucas Neill, Tim Cahill, Harry Kewell, atau Vince Grella ikut main. Pastinya jadi mirip kalau Kidderminster Harriers ketemu Chelsea di Piala FA Inggris!
Melihat cara main timnas bola kita dalam beberapa pertandingan terakhir, yang bikin aku gemas bukanlah soal skill individu, tapi mental dan sikap (attitude). Penyakitnya adalah tidak “titis” (dalam ngasih umpan), grogi (sehingga terlalu gampang kehilangan bola atau melenceng saat memanfaatkan peluang emas), dan kurang ngotot.
Penyakit lain adalah ceroboh (clearance bola sembarang sehingga malah mendarat empuk di kaki lawan atau kayak insiden Ismed di pertandingan lawan Kuwait di Jakarta), terlalu cepat emosi (nggak cool kayak Frank Martin di film The Transporter), serta kurang kreatif (sehingga nggak pernah bisa bikin umpan atau pergerakan “ajaib” yang nggak ada di buku teks).
Di game Championship Manager atau Football Manager, atribut pemain yang dihitung nggak cuman soal skill, tapi juga mental dan kekuatan fisik. Aku nggak tahu persis gimana cara pelatihan bola di Indonesia (baik di timnas maupun klub) karena nggak pernah jadi wartawan olah raga, tapi melihat hasil akhir cara bermain di lapangan, sepertinya soal mental sikap kurang mendapat sentuhan yang dalem.
Di dunia orang kerja kantoran, skill individu juga bukan satu-satunya yang paling menentukan. Pasti ditambah dengan sisi produktivitas, etos kerja, kedisiplinan, kreatifitas, kepribadian optimistis positif, dan lain sebagainya. Untuk menumbuhkan itu, perusahaan biasanya kan lantas mengikutkan karyawan-karyawannya dalam training ESQ-nya Ary Ginanjar Agustian atau mengundang Mario Teguh Golden Ways untuk menyuntik motivasi.
Sepertinya selama ini pelatih (timnas) hanya ngumpulin pemain-pemain ber-skill terhebat (jenisnya Boas, BP, Budi Sudarsono), lalu digembleng fisik, dan dikasih tahu soal taktik (mirip gelar perang Cakra Byuha, Supit Urang, atau Dirada Meta di cerita-cerita silat). Tapi pas terjun ke medan perang, semua nggak keluar karena mereka nggak titis, grogian, kurang ngotot, ceroboh, cepat emosi, dan kurang kreatip.
Maka kalau klub atau timnas itu perusahaan, para karyawannya (pemain, pelatih, manajer, kru) perlu diikutkan pendidikan-pendidikan mental serupa. Ikut ESQ, latihan militer bareng Kopassus, mengundang Mario Teguh atau Tung Desem, ikut sekolah kepribadian, dan ikut program anger management di bawah bimbingan para psikolog top.
Dan itu masih harus ditambah lagi dengan pelatih timnas yang nggak hanya pintar tereak plus marah-marah, tapi juga bertipe orator dan motivator ulung seperti Jack Lengyel (Matthew McConaughey) di film We are Marshall yang bisa membakar semangat para pemainnya sebelum pertandingan sehingga turun ke lapangan mirip banteng ketaton.
Sejarah membuktikan, sikap mental menentukan segalanya. Jika bukan karena sikap mental patriotik, Indonesia akan dengan mudah digulung Belanda di perang kemerdekaan 1947-1949. Dan kalau bukan karena sikap mental, Gajah Mada tak akan bisa mewujudkan mission impossible menaklukkan seluruh Nusantara.
0 komentar:
Posting Komentar