scribo ergo sum

Sabtu, 20 Juni 2009

Karya Orang-orang Gatal

18:32 Posted by wiwien wintarto 6 comments

Selalu, tiap kali ke Jakarta, aku pasti dapet anugerah tontonan gratisan yang kalau dirupiahkan bisa jadi antara jutaan perak sampai tak ternilai. September tahun lalu, aku bisa nonton gratis pentas Al Jarreau dan George Benson di JCC. Lalu, Kamis 18 Juni kemarin, aku menyaksikan penampilan band baru yang bernama YWF Band.
Aku ke Jakarta hari Rabu (17/6) malam dalam rangka kelanjutan proyek Pak Bei. Kamis magrib, setelah selesai rapat, aku ngikut Gotri ke kantornya di Palmerah. Nah, di Bentara Budaya, yang terletak persis di seberang jalan kantor Kompas, ada pertunjukan rutin Kamis malam yang menampilkan YWF.

Apa itu YWF? Nggak lain adalah Yovie Widianto Fusion—proyek “kembali ke khittah”-nya Yovie menuju lahannya yang sesungguhnya, yaitu fusion jazz. Kalau ada yang masih ingat, dulu Kahitna kan awal-awalnya band fusion jazz modelnya Krakatau dan Karimata gitu, lalu membelok ke pop progresif untuk mengikuti selera pasar.
Digeber mulai pukul 19.45 WIB (jadwal aslinya pukul 19), Yovie main bareng Gerry Herb (drum), Iwan Wiradz (perkusi), Kadek Rihardika (gitar), Bambang “Kahitna” (keyboard), Yoyok (saksofon), dan Adi Darma (bass). Dua bintang tamu yang ikut main adalah Unique pada vocal layer dan Aria Baron (Baron & Soulmate) yang duel gitar melawan Kadek di lagu Speed Driver.
Pertunjukan digeber gratisan di halaman Bentara Budaya, dan disaksikan tak kurang dari 160-an penonton. Sebagian besar adalah para muda-mudi “Top 40-an” yang datang hanya untuk melihat Yovie dari dekat, dan hanya segelintir kecil tok yang bisa menikmati musik jazz yang mereka mainkan.
Makanya nggak banyak yang bisa ikut lebur menikmati suguhan YWF. Ada seorang ibu yang duduk di kiriku, yang mengaku sebelumnya nonton pentas Gigi di tempat yang sama, dan langsung ngacir melarikan diri selewat dua lagu begitu melihat jenis musik YWF sangat tak “ramah lingkungan” untuk dirinya!
Aku sendiri merasa seperti back to eighties, karena pada zaman aku ABG—dua dekade lalu—jenis musik-musik beginilah yang jadi Top 40 dan pasti tampil tiap hari di ring back tone atau Inbox atau DeRings atau Dahsyat (umpamanya udah ada RBT!). Dulu juga enak sekali musisi kita berlolaborasi dengan musisi Amerika bukan untuk pemasaran kayak Andre Hehanusa & Julio Iglesias atau Glenn Fredly & Kenny G, tapi untuk sungguh-sungguh main musik karena punya level skill yang setara.
Di album Karimata (1990), Chandra Darusman cs menampilkan Dave Valentine. Kemudian di album Jezz (1991), mereka gantian menghadirkan Phil Perry dan Lee Ritenour dalam nomor Rainy Days and You yang kalau didenger sepintas bakalan dikira asli produk bule. Lalu di album R.E.S.T.U (1993), Henry Restoe Poetra tampil bareng James Ingram dan Tori Amos.
Kini? Ya bagaimana artis-artis semodelnya Justin Timberlake, Usher, Rihanna, atau Timbaland akan melirik lagu-lagu RBT-an kalau kualitasnya berkategori sakgeleme dhewe begitu? Ada yang “Bapak-bapak, ibu-ibu…”, ada yang “Lupa-lupa ingat…”, dan ada lagu band anak kecil binaan Moldy “Radja” yang jelas-jelas fotokopi Every Little Thing She Does is Magic-nya The Police!
Makanya aku ngerti kembalinya Yovie ke fusion jazz adalah gerakan perlawanan musisi-musisi senior untuk zaman kegelapan yang kini menggelayuti industri musik kita. Mereka pastinya gatal-gatal melihat generasi penerus mereka kini sama sekali nggak menampilkan bahan dengaran yang mencerdaskan bagi audiens.
Dengan skill yang serba nanggung, band-band kini bergaya bak superstar di mal-mal (playback & lip sync pulak!). Gap yang ada jadi terasa amat jauh saat melihat tiap personel YWF melakukan solo session nan jenius yang selalu disambut tepuk tangan riuh penonton, apalagi ketika Baron duel gitar dengan Kadek itu tadi.
Aku berharap, momen ini mengundang kian banyak lagi para dedengkot lawas untuk turun gunung dan mengoreksi semua yang sekarang salah. Erwin Gutawa (nggak cuman behind the scene Gita tok), Aminoto Kosin, Cendy Luntungan, Indra Lesmana, Pra B Dharma, Fariz RM, 2D, Dwiki Dharmawan, Krakatau, Karimata, Bhaskara, Spirit Band, Superdigi, Black Fantasy, Emerald, DAC Band, Kamadhatu, Indonesia-6, de-el-el.
Dan karena, seperti perkataan Yovie sebelum mulai memainkan Untukmu-nya Chrisye dalam versi instrumental yang mengagumkan: “Kualitas tak akan pernah mati…”

6 komentar:

  1. enake gretongan :P

    BalasHapus
  2. pokoke gretongan terus...

    BalasHapus
  3. kok rak ngemeng2?

    *seblak pake kemoceng

    BalasHapus
  4. wie: maaf, jadwalku padat. tp suk tgl 8 mrono neh karo rombongan

    BalasHapus
  5. vian narrha daQanoy phitr15.48

    ceritanya KAg WIWIN SERU....
    apa itu cuma fiktif????
    tapi kok kayak dakta ya????

    BalasHapus
  6. vian narrha: itu betulan. kalo seru, itu soalnya terbiasa nulis cerita, jadi apa2 berasa kayak cerita fiktif, hehe...

    BalasHapus